Kemiringan Garis Kehidupan Seorang Dee: -1,33
[53 derajat dari titik ekuilibrium]
Mengobrol sama Mama selalu membuatku ketagihan. Aku juga nggak tau kenapa, mungkin karena sejak kecil, Mama selalu tetap menjawab semua pertanyaanku sampai aku paham dengan jelas meski kadang Mama menjawabnya sambil marah-marah. Masih ada beberapa ingatan di kepalaku mengenai pertanyaan-pertanyaan dan jawaban yang dulu pernah terlibat dalam percakapan antara kami berdua. Mama memang wanita superpintar, pantas Papa sempat sangat menyayangi Mama.
Sebenarnya, aku sering bertanya-tanya apakah Papa juga membenci Mama seperti Mama membencinya, tapi kupikir hal itu nggak mungkin terjadi karena Papa adalah tipe lelaki penyayang yang nggak pernah benci siapa-siapa kecuali kecoa—Papa benci kecoa dan anehnya, Mama senang berburu kecoa dengan mencorat-coret kapur ajaib (bukan kapur ajaib yang bisa menghidupkan sesuatu saat kita menggambarnya di papan tulis kayak milik Rudy Tabuti) di mana saja yang berpotensi menjadi lintasan keluar masuk kelompok kecoa di kamar mandi rumah Mama.
"Ma, kenapa kecoanya bisa mati cuma gara-gara nginjek kapur?" tanyaku suatu ketika sewaktu Mama lagi asyik membuat mahakarya di tiang pintu kamar mandi. Sebelumnya, Papa sempat berteriak-teriak sewaktu lagi buang air dan Mama langsung masuk setelah menggedor-gedor dan bertanya ada apa. Papa benar-benar benci kecoa kayaknya. Padahal kecoa kan lucu.
"Dia keracunan zat yang terkandung dalam kapur ini, Dee," jawab Mama tenang yang kayaknya senang banget bisa menggambar dengan menggunakan kapur itu. Aku tau kalau Mama sempat suka menggambar dulu. Mungkin karena Papa adalah arsitek dan Papa suka gambar-gambar di kertas superbesar di ruang kerjanya, jadinya Mama] ikutan suka gambar juga. Aku sendiri nggak suka gambar. Aku lebih suka menghitung makanan ikan yang baru ditabur di kolam belakang sambil menghitung berapa lama ikan-ikan itu menghabiskan makanan mereka.
"Emang kapur juga bisa mengandung? Berarti kapur punya anak juga? Kayak Mama punya Dee?"
"Bukan begitu," Mama yang tadinya senyum-senyum saat menggambar, saat itu menghadapkan tubuhnya ke arahku. "Gini, kadang satu kata itu nggak selalu bermakna sama. Mengandung sama terkandung itu punya arti yang berbeda. Terkandung, berarti di dalam zat kapur ini ada zat-zat yang Mama maksud tadi. Dan zat itu yang bikin kecoa mati setelah ngelewatin corat-coret yang udah Mama buat pake kapur ini."
Aku pura-pura mengangguk, sebenarnya nggak ngerti sama omongan Mama. Aku juga bingung kenapa orang dewasa suka ngomong dengan bahasa yang bikin pusing. Waktu kecil, aku lebih suka ngomong sama Aria karena Aria nggak pernah bikin aku pusing. Tapi kata Aria, Aria malas ngomong sama aku karena aku bikin pusing. Makanya, kadang kalau ada sesuatu yang mampir di pikiranku tapi aku lagi malas mencerna bahasa orang dewasa, aku lebih suka ngomong sama ikan di kolam belakang atau ngomong sendiri di bawah pohon jambu yang buahnya suka dimakanin codet.
Setelah mendapatkan jawaban singkat dari Ardinasti, temanku, dan menghabiskan setengah hariku di laboratorium untuk penelitian ini itu, aku buru-buru kembali ke kos-kosan. Aku bergegas menyalakan laptop dan membuka Skype untuk menghubungi Mama, tapi nggak diangkat-angkat. Aku sampai harus kirim pesan dulu lewat WhatsApp ke Mama, baru panggilan itu diangkat dan menampilkan wujud Mama yang lagi duduk di atas sofa dengan tumpukan dokumen di atas meja, serta laptop di pangkuannya. Mama pasti mengangkat panggilan videoku lewat TV pintar Mama di ruang keluarga, agar tidak repot harus menunda pekerjaan yang sedang dilakukannya dengan menggunakan laptop.
"Mamaaaaaa! Mama apa kabar?" tanyaku sewaktu panggilan itu akhirnya diterima. Berbeda dengan sama Papa, aku nggak menunjukkan kasih sayangku secara blak-blakan (soalnya Mama nggak suka hal-hal manis dan berlebihan, sama kayak aku). Mama lebih suka menunjukkan kasih sayang lewat tindakan langsung karena Mama emang nggak jago ngomong pakai bahasa manis (kayak aku juga). Mama cenderung pedas atau sarkastis atau penuh introgasi kalau mengeluarkan kata-kata lewat mulutnya. Sebenarnya, ini cuma saat Mama habis bercerai sama Papa. Dulu Mama nggak kayak gitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ON HOLD] Ekuilibrium
General FictionOke. Sebelum menyelam lebih jauh ke dalam kronik hidupku, ada baiknya kalau kita berkenalan dulu supaya tidak canggung. Namaku Dee. Aku punya saudara kembar yang satu juta kali jauh lebih manis daripada aku. Mamaku perfeksionis dan dia wanita karir...