Kemiringan Garis Kehidupan Seorang Dee: nol sempurna[titik balik dari garis ekuilibrium]
Popcorn dan milk shake yang kupesan lewat Grab Food, kini telah tertata rapi di atas meja.
Bukannya malas atau apa untuk mempersiapkan segala sesuatunya sendiri, pasalnya, aku benar-benar nggak ada persiapan apa pun karena keasyikan menggeledah buku-buku di perpustakaan keluargaku. Aku menemukan serial Ulysses Moore di salah satu rak kecil yang berisi buku-buku sastra klasik—koleksi lamaku sewaktu kecil. Tumpukan-tumpukan itu berhasil menjerat tubuhku selama berjam-jam di perpustakaan hingga membuatku secara tidak sengaja, jadi lupa waktu dan ketiduran di sana.
Padahal, niat awalku datang ke sana adalah untuk membunuh waktu sebab nyaris mati kebosanan menunggu Mama pulang dari kantor. Tingkat keantusiasanku yang melebihi ambang batas normal karena akan mengobrol dari hati ke hati bersama Mama, ternyata tidak mampu mengatasi kebiasaan burukku yang tidak pernah bisa bersabar dalam hal menunggu.
Biasanya, kalau sedang nggak ada pekerjaan sementara aku sedang tidak bisa keluar rumah, aku akan menghabiskan waktu dengan streaming Youtube atau membaca komik thriller (aku bukan wibu loh, tapi). Namun, karena saat ini, aku sedang tidak ada minat untuk membaca yang sadis-sadis, kuputuskan untuk mengelilingi ruangan-ruangan di rumah ini dan berakhir dengan terdampar di ruang perpustakaan.
Setelah menjelajahi setiap bagian rak selama beberapa menit, aku menyadari bahwa tidak begitu banyak koleksi buku yang bertambah, kecuali buku-buku akuntansi dan keuangan yang, berani bertaruh, bahwa itu adalah milik Mama. Ada satu-dua serial ensiklopedia-sejarah baru bersampul abu-abu suram dengan paduan warna merah darah yang langsung kuletakkan lagi karena melihatnya saja sudah membuatku makin kehilangan minat untuk membaca.
"Astaghfirullah, lahaula wa la quwwata illa billah!" suara seorang wanita beraksen Jawa medok membuatku nyaris terjengkang ketika aku menemukan rak kecil berisi koleksi lamaku sewaktu kecil.
Aku ikutan menoleh sangar sambil mengusap dada, yang langsung disambut oleh keberadaan seorang wanita berbadan gempal di dekat pintu. "Mbok! Kaget aku, sumpah. Untung nggak jantungan," ujarku, masih sambil mengelus dada.
Di tempatnya, Mbok Darmi menatapku seperti baru lihat alien. Padahal, aku sudah berada di sini sejak tadi pagi. "Mbak Dee kalau ke sini bilang-bilang, toh. Tak kira tadi ada maling nyusup ke ruang baca, Ibu."
Mendengar jawaban polos itu, aku tertawa sekaligus mendengus. "Mana ada maling nyusupnya ke perpus, Mbok. Kecuali di sini nyimpen harta karunnya Bill Gates," sahutku dengan gemas karena sahutan dari pengurus rumah Mama ini. Aku jadi kepikiran ada maling yang bawa-bawa kantung sebesar perut ikan paus dan isinya adalah serial ensiklopedia milik Mama. Memang mahal sih, satu serial saja bisa bernilai dua jutaan. Tapi, nggak worth it banget nggak sih kalau dibandingin sama usaha besarnya dalam mengangkut barang-barang curian tersebut? Apalagi, maling zaman sekarang kan canggih-canggih, polisi aja mampu mereka kelabui, masa nyurinya cuma ensiklopedia bernilai dua jutaan.
Kami sempat terlibat percakapan singkat soal gimana keadaan Mama dan rumah selama aku nggak di sini, tapi Mbok Darmi menjawab bahwa tidak ada yang berbeda dengan keadaan yang kulihat sekarang ini.
"Ya, gitu, Mbak. Ibu kalau pulang, malem biasanya. Mbak Aria juga jarang keluar kamar. Paling keluar kalau mau sekolah atau les aja. T'rus kadang main piano sendirian di ruang tengah. TV aja jarang dipake. Paling Mboknya ikut nontoni kalau kerjaan udah beres. Kerjaan rumah 'ndak berat banget juga sih. Orang jarang diberantakin."
KAMU SEDANG MEMBACA
[ON HOLD] Ekuilibrium
General FictionOke. Sebelum menyelam lebih jauh ke dalam kronik hidupku, ada baiknya kalau kita berkenalan dulu supaya tidak canggung. Namaku Dee. Aku punya saudara kembar yang satu juta kali jauh lebih manis daripada aku. Mamaku perfeksionis dan dia wanita karir...