Story-1

565 37 0
                                    

Dikelilingi oleh 2 pria kembar dan tampan yang selalu memperebutkanku sangat mengesankan bukan?

Sangat sangat mengesankan....

Ya, sungguh.

Hm

What?

Apa yang kukatakan?

Memperebutkanku?
Tidak-tidak mereka tidak memperebutkanku.

Aku hanya berimajinasi saja jika kukatakan mereka memperebutkanku.

Oh iya, aku hampir lupa memperkenalkan diriku dan mereka.

Aku adalah Michelle Templeton, gadis berumur 18 tahun yang mempunyai rambut coklat panjang dan gadis yang sangat-sangat tomboy di sekolah, kau tahu.

Dan mereka adalah Emilio Martinez dan Ivan Martinez.
Mereka adalah makhluk yang kembar.
Mereka adalah sahabatku dari kecil.
Mereka makhluk tersangat sangat gila dan konyol atau semacamnya.
Dan dari dulu mereka juga sering menjahiliku dan mengejek ku.
Jadi salah, jika kukatakan mereka memperebutkanku.

-07.00 a.m-

*Michelle's house*

"Honey, seharusnya kau sudah membangunkan kakak malas mu itu."

"Oh mom, sudahlah biarkan saja dia bermalas-malasan.Hanya membuang waktuku saja jika aku harus membangunkannya."ujar adik laki-laki ku yang hanya 2 tahun dibawahku itu sambil melahap makanannya.

"Oh ayolah,bangunkan kakakmu sekarang!
Bisakah kau bayangkan, jika kakakmu tidak bangun dan ia tidak sekolah.Dan aku sudah membayar uang sekolahnya full.
Berapa banyak kerugian yang kudapat?" ujar ibuku yang super duper pelit itu.

"Huh? Mom, come on..."

"Siapa bilang aku belum bangun?"ujarku sambil menuruni anak tangga dengan berpakaian seragam sekolah lalu mengambil roti yang ada di meja makan dan langsung bergegas ke sekolah tanpa salam, ciuman, atau semacamnya.

"Hey, anak tidak tahu sopan santun. Bisakah kau memberi salam terlebih dahulu."ujar ibuku ku.

Sesungguhnya apa yang dikatakan ibuku tadi benar.
Aku memang anak yang tidak tahu sopan santun.
Sifatku yang sekarang sangat berbeda dengan sifatku waktu masih menjadi gadis kecil.

Ya, aku berubah.

Aku berubah karena suatu peristiwa kecilku yang sangat-sangat menyakitkan hati kecilku ini.

Peristiwa yang menyakitkan bagi gadis kecil berumur 7 tahun.

*flashback on*

"Kau tahu, 7 tahun sudah kuhabiskan waktuku untuk mengurus gadis kecil ini, yang seharusnya waktu ku, kupakai untuk shopping, berbincang-bincang dan berkumpul bersama teman-teman sosialita ku, dan tidak mendengarkan rengekan gadis kecil ini, apalagi dengan suami yang tidak tahu diri ini." ujar seorang wanita tersebut dengan amarahnya yaitu ibuku.

"Apa maksudmu? Kau pikir dia bukan anakmu?" ujar seorang laki-laki yang sangat-sangat kucintai di masa kecil ku, yaitu ayahku.

Ya hanya di masa kecilku.

"Dia hanya lahir dari rahimku bukan dari hatiku, kau tahu."

"Kau tidak mencintainya? Jadi untuk apa kau melahirkannya?" ujar ayahku.

Aku mendengar semua percakapan mereka.
Walau sulit bagi gadis berumur 7 tahun sepertiku untuk memahami semua percakapan mereka.

"Kalian tidak menginginkanku?" ujarku dengan suara dan tatapan polosku.

Ayahku sangat kaget ketika melihatku berdiri tepat di hadapan mereka.
Sedangkan ibuku ia memasang wajah benci dan amarahnya padaku.

"Hm honey, emilio dan ivan sudah menunggumu di depan, pergilah bermain." ucap ayahku sambil membelai halus rambutku.

"But daddy, i don't wanna play with them" ujarku dengan wajah melasku.

"Why honey?"

"Umm, nothing daddy. Okay i wanna play." ujarku sambil membawa mainanku dan pergi keluar.

Dan benar saja ternyata emilio dan ivan sudah menungguku di depan.

Senjapun tiba...
Aku lelah bermain dengan emil dan ivan karena mereka menganggapku seperti mainan mereka.
Bukan seperti manusia yang bermain dengan mainannya.

Aku memasuki pintu rumahku dan kulihat barang-barang di rumah ini sedikit berkurang.

Seperti tidak ada lagi kursi khusus milik ayahku, meja kantornya, dan kulihat ke kamar ibuku, tidak ada lagi pakaian ayahku dan kulihat ibu sedang menangis di pojok kamar.

"Ibu, kau tak apa?" ujarku sambil membelai halus rambut ibuku.

Ibuku mengarahkan pandangannya padaku.

Ia melihatku dengan tatapan bencinya.

*plakkkkk*

Sebuah tamparan melayang di pipi mungil ku ini dan aku tidak tahu mengapa ia menamparku.

Dan mungkin sejak saat itu, gadis berhati halus itu telah pergi.

*flashback off*

"Segitu pentingnya kah salamku bagimu?" ujar gadis dewasa ini.

Urgh, aku sangat tidak suka tinggal di rumah ini.
Rasanya aku ingin cepat-cepat lulus SMA dan berkuliah dan mencari rumahku sendiri.

Aku langsung pergi ke luar dan mencari taksi.

Sudah lama kumenunggu tetapi tidak ada satu pun taksi yang lewat.

Oh,ayolah...
Ini sangat memakan banyak waktuku.

Dan tiba-tiba tumpangan gratisku telah datang.

"Hey twins" ujarku melambaikan tangan pada mereka sambil memasang senyum terpaksaku agar mereka mau memberikanku tumpangan tanpa aba-aba langsung kubuka pintu mobil mereka.

"Wait...why this is not work?" ujarku yang berkali-kali mencoba untuk membuka pintu mobil mereka.

"Bagaimana? Apakah pintunya terbuka?" ujar emilio sambil membuka jendela mobilnya.

"Tidak, jika ini terbuka aku sudah memasuki mobilmu dari tadi "

"Kau pikir kami akan memberikanmu tumpangan?" ujar ivan kembarannya.

"What? Oh ayolah. Kupikir kita sahabat." ujar ku memohon mohon pada mereka sesungguhnya aku sangat muak melakukan ini tetapi waktuku untuk pergi ke sekolah sudah sangat mepet.

Jika waktunya tidak mepet aku tidak akan pernah memohon-mohon pada si kembar bodoh ini.

"Kau memohon pada kami?
Oh itu hal yang sangat langka bukan?" ujar ivan dengan wajah liciknya.

"Oh shit. Ayolah, aku sangat mohon.
Kita ini sahabat dari kecil.
Bisakah kau pikir ,selama ini aku selalu menolong kalian.
Tidak bisakah kalian menolongku sekali saja?
Waktu untuk ke sekolah sudah sangat mepet kau tahu?" ujar ku dengan wajah yang kupasang sangat memelas.

"Tidak bagi kami.Bye icel" ujar emil dan ivan yang tertawa bersamaan dan segera menancapkan gas mobilnya.

Icel adalah nama panggilan kecilku.
Dan hanya emil saja yang memanggilku seperti itu.

Sedangkan ivan, ia tidak pernah menyebut/memanggil nama ku.

Ia seperti tidak mengenalku sama sekali.

Ivan sungguh sangat menyebalkan,bukan?

"Oh My God, apa-apaan mereka?!
Bagaimana bisa aku ke sekolah sekarang?! Urgh, twins bodoh itu memang sangat menyebalkan. Lihat saja nanti di sekolah, aku akan menghabisi kalian dengan jurus baruku. Tapi, apa yang harus kulakukan sekarang?" ujarku yang sedang berpikir keras.

"Oh aku tahu.Lari ya lari aku harus melakukan kebiasaanku ketika aku sedang kesal , jadi aku harus lari. Ya lari. Come on, girl." sambungku lagi dan segera lari secepat mungkin.

ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang