ivan-2

262 31 1
                                    

Hating is my way to loving and keeping.
-IvanMartinez-

-07.30 a.m-

Aku hanya menggunakan waktu setengah jam saja untuk lari ke sekolah dengan jarak yang cukup jauh.

Bel berbunyi 5 menit lagi dan tubuhku sekarang seperti orang sehabis mandi.

"Ini semua gara-gara twins bodoh sialan itu, coba saja tadi aku tidak menghabiskan waktuku untuk berbicara dan memohon-mohon pada mereka pasti aku akan tiba lebih cepat." ujarku mendumel dalan hatiku.

Tapi tidak apa, intinya aku sudah tiba di sekolah sekarang, walaupun ditemani dengan keringat ini.

*kring...kring....kring*

Dengan sigap aku langsung berlari masuk kelas dan segera menempati tempat duduk ku di kelas.

But?

Where's my chair?

Oh NO!

Ini pasti kerjaan twins bodoh itu.

Apa-apaan mereka mengambil kursi ku dan dengan santainya mereka langsung memasang earphones nya.

Sebenarnya,apa mau mereka?

Mengapa harus mereka berdua?

Mengapa aku harus sekelas dengan mereka?

"EMIII IVANNN" teriakku dan kulihat mereka masih tetap mengenakan earphones nya.

"Hey,,bisakah kalian tidak mengganguku sehari saja? Oh please, i'm so tired. " ujarku sambil melepas earphones di telinga mereka dengan kasar.

"Mengapa kau melepaskan earphones ku?" ujar ivan.

"Mengapa kau selalu menjahiliku? Tidak bisakah kalian sebentar saja membiarkanku bernapas lega? Huh?" ujarku kepada mereka dan kunaikan nada bicaraku.

"Tidak." ujar emil sambil mendekatkan wajahnya padaku.

Sangat dekat.

Kini jantungku berdebar lebih cepat dari sebelumnya.

Pandangan semua orang di kelas yang melihat kami berdua itu merupakan penyebab kedua yang membuat jantungku berdebar lebih cepat.

Dan yang pertama adalah ketampanannya dan tatapannya.

Ya, dia sangat tampan.

Huh? Tampan?

Aku bilang dia tampan?

Tidak tidak.

Dia tidak tampan...

Tapi dia lebih dari tampan.

Huh?

"Hey emilio! Apa yang kau lakukan.Mengapa kau menatap nya?!"
ujar ivan dengan nada sedikit naik.

"Apa? Tidak, aku tidak menatapnya."
ujar emilio yang ya, kurasa dia sedikit salah tingkah :o

"Kau pikir aku tidak punya mata.Huh?"

"Oh ayolah, itu tatapan benci.Kau tahu." ujar emilio kepada ivan.

"Huh? Kalian benci padaku?" ujarku kepada mereka berdua.

"Seharusnya, kau sudah tau itu." ujar ivan dengan wajah memuakannya itu.

"What? Jika kalian membenciku, lantas untuk apa kita bersahabat dari kecil!" ujarku pada mereka dengan nada yang lebih tinggi dari pada ivan.

"Aku tidak pernah menganggapmu seperti seorang sahabat. Aku menganggap mu seperti mainanku." ujar ivan.

"Mainan? Oh jadi kau laki-laki yang memainkann barbie? Huh? Seharusnya aku sudah tahu itu dari lama." ujarku pada ivan dan kulihat wajah ivan sudah sangat kesal.

"Huh? Aku tidak salah dengar? Kau bilang barbie? Barbie berjenis apa kau?" ujar ivan.

"Hey, tidak bisakah kalian berhenti?! Kalian hanya menganggu telingaku saja." ujar emilio.

"Telinga mu terganggu? Jelas saja kalau kotoran telinga mu keluar." ujarku sambil menunjuk ivan.

"Apa kau bilang? Aku kotoran telinga?" ujar ivan.

"Hey, aku tidak mengatakan bahwa kau adalah kotoran telinga, aku hanya mengarahkan jariku ke wajahmu saja, tapi jika kau merasa ya itu lebih baik." ujarku kepada ivan dan langsung mencari kursiku dan duduk.

Dan untung saja guru telah datang karena aku malas beradu debat dengan ivan lagi.

✌✌✌✌✌✌✌✌✌✌

ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang