moment-12

93 10 1
                                    

One, you're like a dream come true.
-Emilio Martinez-


Sudah seminggu kira-kira drama ku menjadi kekasih Ivan berlangsung.

Bersikap manis dan baik didepannya.

Urgh, itu benar benar membuatku muak.
Jika tidak karena kembarannya, aku tidak akan pernah mau berada dengannya disini.

Kupikir dia hanya memanfaatkan keadaan, bukan?
Bagaimana tidak?
Jika memang dia berpikir aku adalah kekasihnya, seharusnya dia memperlakukan ku seperti layaknya seorang kekasih, bukan layaknya seorang pelayan.
Bukan seperti apa yang sedang kulakukan sekarang.

"Sayang, bisakah kau ambilkan kaos hitamku di lemari? Aku ingin mengganti baju, bauku sudah tidak sedap, ya kau tau."  perintah Ivan.

Ya, kau tau.

P E R I N T A H .

Catat itu baik baik.

Aku tak menjawab ucapannya itu, aku hanya memutar kedua bola mataku malas, kemudian melakukan apa yang diperintahkannya itu.

"Ini" ucapku malas.

"Tunggu tunggu, kupikir warna hitam ini akan membuatku terlihat kusam." ucap Ivan.

"Hm,sepertinya putih lebih baik." sambungnya lagi sambil memasang senyum tipis.

"Urgh, ayolah. Hitam atau putih tidak akan ada bedanya. Kalau tidak ingin terlihat kusam, mandi yang bersih!" ucapku kesal.

"Baiklah baik." ucap Ivan sambil memandangiku datar.

Tunggu.
Mengapa dia memandangiku?
Apa lagi yang ingin ia lakukan sekarang?

"Hm, ya kau tau kan. Aku baru keluar dari rumah sakit kira kira baru seminggu lebih. Belum terlalu sembuh total. Badan ku masih lemas. Jadi, bisakah kau pasangkan baju ini ke tubuh ku sayang?" ucap Ivan.

"Huh? Are u fucking serious? Are u not kidding me? Are u? Urgh f**ck! Apa fungsi kedua tangan mu itu?"

Tak ada jawaban.
Ivan hanya memandangku datar.

"Urgh, baiklah." ucapku mengalah.

Lalu aku pun membuka bajunya.
Saat aku membuka bajunya, tatapanku dan tatapannya menyatu.

Kurasa wajah kita hanya berjarak beberapa cm.

Deg
Deg
Deg

Tunggu.
Mengapa jantungku berdegup begitu kencang?

Kumohon,
Jangan permalukan aku di depan pria bodoh ini.

"Mengapa kau begitu gugup dengan jarak kita yang seperti ini?" ucapnya.

Apa?
Dia bilang gugup.

Sebegitu kencangnya kah degupan jantungku sehingga pria bodoh itu bisa dengar?

"Ew!" ucapku lalu membuka bajunya dengan kasar dan memasang kaos hitam di tubuhnya itu.

-----


Setelah meminum obatnya, akhirnya pria bodoh itu tidur juga.

Aku sudah mulai lega.

Sungguh ini sangat melelahkan.
Aku terjaga dengannya sepanjang malam.

Aku harus mengorbankan waktu tidur cantik ku hanya demi pria ini.

Urgh.

Setelah pria itu tertidur pulas, aku menyelinap keluar dan ya benar saja.
Kulihat Emilio sedang duduk di ruang tamu.

Aku benar benar merasa tidak enak dengan kedua saudara itu.

Ivan dan Emilio.
Mereka masih tinggal satu atap tetapi tak saling menegur sapa.

"Mili?" panggil ku pelan.
"Oh,hey Icel. Kau baru dari kamar Ivan? Bagaimana keadaanya? Terlihat membaik bukan?" ucap Emilio.

Mengapa Emilio begitu perduli pada saudaranya yang bodoh itu.

Sedangkan Ivan?
Ia terlihat sangat membenci pria baik ini.

"Ya begitu." ucapku serak.

Sejak Ivan sakit, Emilio terlihat sangat berantakan.

Keadaanya memburuk.
Ia benar benar merasa kehilangan saudaranya.

Aku benar benar tak sanggup untuk melihat Emilio seperti ini.

"Kau? Kau sudah makan? Kau terlihat..." ucapku pelan.

"Buruk?" ucap Emilio.

"Hm, bukan begitu..." ucapku tak enak.

"Tak apa Icel. Aku sedang belajar untuk menerima keadaan." ucapnya pelan dengan mata yang berkaca-kaca.

Oh Tuhan.
Jangan biarkan ia menitihkan air matanya didepan ku.

Karena aku tidak akan sanggup melihatnya.

"Terimakasih." sambung nya lagi.

Setiap bertemu denganku, kata-kata itulah yang selalu muncul dari bibir Emilio.

"Ya..." ucapku pelan.

"Kau tak seharusnya begini, semua akan baik baik saja. Tidak akan ada yang bisa memutuskan tali persaudaraan."

"Tenang saja, Ivan aman, dia membaik. Dan seharusnya kau juga membaik." sambungku lagi.

"Kuharap begitu." ucap Emilio.

"Kau ingin makan? Biar aku buatkan." tawarku.

"Buatkan? Memangnya kau bisa masak?" tanya nya dengan senyum tipis.

"Astaga, lupa haha. Nanti aku belikan. Bagaimana?" ucapku tersenyum.

"Baiklah." ucap Emilio dengan senyum manisnya.

Sangat manis kau tau.

Aku selalu senang jika melihatmu tersenyum.
Apalagi jika aku tau, bahwa aku adalah alasan kau tersenyum.

Wazzup gaes!
Udah lama banget nich gak apdet, tapi akhirnya bisa apdet jugaa.
Maaf ya ga bisa bikin baper :'(
Maaf ya apdetnya singkat :'(
Doain aja biar dapet ide buat apdet panjanggg.
Vomment jan lupa gaes :)
ah ya udah, dari pada gua makin bacot mending udahan.
Hope u like this story :')
Love u gaes :*
-kareninagrande

ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang