missing-9

151 16 5
                                    

    I smiled at the star like they knew all my secret.
-IvanMartinez-

Sunyi dan aroma khas rumah sakit membuat semuanya makin terasa perih.
Semuanya terasa pilu dan menyakitkan.

"Ivan...Bagaimana ini terjadi? " ujar kakak dari saudara kembar itu sambil menangis di depan jendela kamar adiknya.

Akupun terdiam.
Seperti aku tak dapat berkata apapun lagi.
Melihat si cowo sok cool itu terbaring kaku di ranjang.
Melihat si cowo ceria ini menangis sekencang-kencangnya.
Membuat semuanya makin terasa sakit.
Tapi itu seperti membuktikan padaku bahwa rasa sayang antarsaudara itu sangat kuat.

"Ivan, maafkan aku." ujar Emilio merasa bersalah.

"Andai saja pertengkaran itu tidak terjadi." sambung laki-laki itu lagi sambil menitihkan air matanya.

"Sudahlah Emilio. Aku tau kau sangat menyayangi adikmu, tapi dengan kau membuang air matamu itu, apa kau pikir akan membangunkan adikmu?" ujarku yang berusaha menenangkannya walaupun sedikit kejam.

"Icel tolong beritahuku kalau ini hanya mimpi." ujar emilio.

"Sudahlah, semua akan baik-baik saja. Aku percaya itu." ujarku sambil mengusap air mata emilio.

Jujur aku tak pernah melakukan ini pada siapapun.
Hanya sekarang aku berani melakukannya.

Deg.

Tatapan Emilio membuat hatiku makin berdegup kencang.
Ya Tuhan, mengapa perasaan ini datang disaat yang tidak tepat?

Tapi, bisakah waktu membeku sebentar?

"Terimakasih." lirih Emilio lembut.

Beberapa jam berlalu.
Kami setia menunggu di depan kamar Ivan.
Hingga seorang dokter pun keluar dari ruang kamar Ivan.

"Bagaimana dengan adikku?" tanya Emilio dengan panik pada dokter tersebut.

"Oh kau saudaranya? Aku harus memberitahumu sesuatu. Ikut aku." ujar dokter tersebut lalu melangkah pergi.

Emiliopun mengikuti langkah dokter tersebut.

Sedangkan aku tetap diam menunggu disini.

- 5 menit berlalu -

Aku memandangi Ivan dari jendela kamarnya.
Tak ada situasi yang berubah.
Semuanya sama.

- 10 menit berlalu -

Emilio belum kembali dari pembicaraannya dengan dokter tersebut.

Entah apa yang mereka bicarakan.
Tapi kurasa, pembicaraan mereka sangat serius.

Kupandangi lagi Ivan dari jendela kamarnya.

Kulihat jari-jari Ivan mulai bergerak.

Aku sungguh tak yakin dengan apa yang kulihat.

"Ya Tuhan, apakah dia sudah sadar?" tanyaku pada diriku sendiri.

Dan aku pun mencoba untuk memastikan apa yang kulihat.
Aku memasuki ruangan kamar Ivan.

Benar saja, penglihatan ku tak salah, jari nya benar-benar bergerak.

Dan kini matanya pun seperti ingin terbuka.

"Ivan."
"Kau tak apa?" lirihku pelan.

Kupikir matanya akan terbuka lebih lebar.

Ternyata tidak.

Dia menutup matanya kembali dan jari-jarinya pun kembali tak bergerak.

"Ivan?" ujarku sambil menggerak-gerakan badan Ivan pelan.

(Suara pintu terbuka)

"Icel" ujar Emilio yang baru saja masuk.

"Kupikir tadi adikmu sudah siuman. Jari nya bergerak pelan." ujarku pada Emilio.

"Hal itu sudah biasa terjadi pada pasien yang baru saja melewati masa kritisnya." ujar dokter yang baru saja memasuki ruangan Ivan dan segera memeriksa Ivan.
"Oh okay" ujarku singkat.

-Skip-

"Bagaimana perasaanmu jika kau dilupakan?" tanya Emilio.

"Maksudmu?" tanyaku heran.

Aku benar-benar tak paham dengan apa yang dimaksudnya.

Dia hanya diam.
Tak menjawab apapun.
Dia hanya memandangiku seolah sangat menunggu jawabanku.

"Perih." jawabku singkat.

"Aku selalu merasakannya. Menjadi orang yang dilupakan. Menjadi orang yang diasingkan." sambungku lagi.

Emilio hanya memandangiku dengan tatapan yang sedih.

"Mengapa kau menanyakannya?"tanyaku heran.
"Kau tak ingin pulang?" tanya Emilio seolah mengalihkan pembicaraan.

"Hm?" gumamku.

"Kupikir ibumu akan mencarimu." ujar Emilio.

"Oh ayolah, apa kau lupa? Ibuku tak pernah memperdulikanku. Bahkan jika aku tak pulang setahun pun dia akan mengabaikannya." ujarku.

"Icel..Aku butuh waktu untuk sendiri." ujar Emilio pelan.

"Oh baiklah." ujar ku yang berusaha mengerti keadaan Emilio.

"Kuantar kau pulang." ujar Emilio.

-Skip-

Akupun sampai dirumahku.
Emilio mengantarku pulang dengan mobilnya.
Sejak tadi tidak ada pembicaraan sama sekali di dalam mobil.

"Terimakasih." lirihku pelan.

"Kau tahu, semua akan baik-baik saja. Percayalah." sambungku lagi lalu turun dari mobilnya.

Emilio tak mengatakan apapun ia hanya membalasnya dengan senyuman.

Haloo semuaa...
Akh udh lama bgt g bikin cerita...
Acu sibuk..
Sekarang baru bisa
Amisyu gengg:*
Typo bertebaran
Hope u like my story
Tq.

ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang