i'm in love with u-5

206 27 3
                                    

I like when u smile, but i love when i'm the reason.
-Emilio Martinez-

-07.00 AM-

Sinar matahari telah menyinari wajahku melalui celah jendela di kamarku.
Dan aku masih tetap terbaring malas di kasur besar ku ini dan rasanya aku benar-benar tidak ingin membuka mataku sedikitpun.

"Hey pemalas, tidak sadarkah kau ini sudah jam berapa?! Bangun dan segerelah mandi!! " ujar wanita payubara itu sambil menarik selimut tebal yang menyelimuti tubuhku, dan ia menariknya dengan kasar.

"Hey, bisakah kau tidak bersikap kasar?! Kau tidak perlu membangunkanku, kau tahu! Bahkan aku sama sekali tidak membutuhkan ocehanmu itu!" ujarku yang menaikan nada bicaraku.

"Hey gadis tidak tahu diri, seharusnya kau sadar bahwa aku yang membiayai semua fasilitas yang kau gunakan sekarang bahkan aku juga yang membayar uang sekolahmu ." ujar ibuku lagi.

"Oh, kau ingin mengelabuiku? Kau pikir aku tidak tahu bahwa rumah ini adalah rumah ayahku dan semua fasilitas ini juga termasuk fasilitas ayahku. Dan mungkin kau lupa bahwa aku adalah anak beasiswa.Oh ayolah, bagaimana bisa wanita payubara sepertimu mengelabui gadis muda yang cerdik ini?! " ujarku pada ibuku .

Ya, aku adalah anak beasiswa.
Aku sudah mendapatkan beasiswa dari aku kecil.
Mungkin kalian tidak menyangka bahwa gadis tomboy+nakal ini adalah gadis beasiswa.
Tapi percayalah, bahwa ini benar adanya.

"Mengapa kau hanya diam? Apakah kau sudah mengakui bahwa kau kalah dalam perdebatan ini? Dan kau menyadari bahwa kau tidak dapat mengelabui gadis cerdik ini? Dan kau sadar bahwa kau adalah wanita payubara yang hanya tahu memarahiku?!" sambungku lagi karena kulihat wanita payubara ini yaitu ibuku hanya terdiam saja.

*plakkkk*
Satu tamparan melayang di pipi kanan ku ini.
Dan ya benar saja, sudah kuduga dia ingin menampar ku.
Tamparan ini sama seperti tamparan-tamparan yang sebelumnya, hanya saja yang membedakan sakitnya aku lebih kuat dari sebelumnya.
Lagipula siapa yang peduli dengan tamparannya.
Aku sudah terbiasa dengan tamparannya, kau tahu.

"Ohhh, hanya itu senjatamu? Menampar? Hanya itu yang kau bisa? Kau tahu, aku tidak perlu menampar atau menyakiti fisikmu karena hanya dengan kata-kataku saja aku sudah menyakitimu 2 kali lipat dari sebuah tamparan." ujarku yang mencoba untuk menutupi rasa sakit ini.

"Apakah aku pernah mengatakan bahwa kata-katamu menyakitiku? " ujar ibuku.

"Jika tidak merasa sakit mengapa kau marah dan menamparku?" ujar ku santai dan langsung bergegas dari kasur dan bergegas mandi.

-SKIP-

Setelah semuanya siap, aku langsung menuruni anak tangga rumahku dan langsung pergi keluar tanpa sarapan dan pamitan.

Niatnya aku ingin mencari taksi tapi tiba-tiba aku teringat akan Cameron Dallas dan kurasa jika ku minta ia menjemput ku pasti ia akan menjemputku.

Lagipula ini akan menghemat uang jajanku.

Baru saja aku ingin mengambil handphoneku dari ranselku tiba-tiba Ivan Martinez si laki-laki menyebalkan ini datang dengan menggunakan kaos dan jeans hitamnya.
Dia tidak mengenakan seragam sekolah.

"Hey, kenapa kau tidak mengenakan seragam sekolah?" ujarku padanya.

"Segitu ingin tahu nya kah kau? " ujar ivan datar.

"Sebenarnya aku tidak ingin tahu, aku hanya bertanya tapi jika kau tidak ingin menjawab tidak apa. Itu lebih baik." ujarku dengan sinis.

Ivan tidak berkata apa-apa ,ia hanya diam mematung dan menatapku dengan dalam.

"Tidak usah menatapku seperti itu, nanti kau jatuh cinta padaku. " ujarku padanya.

Lalu ivan pun langsung mengalihkan pandangannya dariku.

"PD" ujar ivan dengan datar.

"Lantas mengapa kau menatapku seperti itu?" ujarku padanya.

"Aku mempunyai kedua mata yang masih berfungsi. Salahkah aku jika aku menatap sekelilingku?" ujar ivan.

"Kau tidak menatap sekelilingmu, kau hanya menatapku. " ujarku pada ivan.

"Terserah apa katamu. " ujar ivan dengan dinginnya dan langsung pergi.

"Hey, kau belum menjawab pertanyaanku. Mengapa kau tidak mengenakan seragam sekolah? " ujarku.

Ivan pun langsung membalikan badannya sambil tertawa dan mengatakan .

"Sudah kubilang bahwa kau ingin tahu. "

"Huh? Tidak. Yea kau tahu, aku hanya bertanya. " ujarku

"Lalu? "

"Ya seharusnya kau menjawab pertanyaanya. " ujarku.

"Jika aku tidak mau menjawabnya. Kau bisa apa? " ujar ivan dengan dinginnya sambil sedikit tersenyum.

"Oh yasudah." ujarku dengan sinis.

"Aku sedang tidak enak badan. " ujar ivan.

"Huh? Kau bilang kau tidak ingin menjawabnya." ujarku sambil mengerutkan alis kiriku.

"Sekarang aku sudah menjawabnya. Lalu kenapa? " ujar ivan dengan sifat dinginnya itu.

"Tidak, lagipula bagaimana bisa orang sepertimu sakit? " ujarku pada ivan.

Tetapi ivan tidak menggubris perkataanku.
Ia hanya meyiniskan matanya.
Dan langsung pergi.

"Dasar bodoh, jika kau sakit mengapa kau berkeliaran di luar? " ujarku pelan.

"Apa masalahnya padamu? " ujar ivan.

Huh?

Dia mendengarnya?

Padahal aku sudah mengatakan itu sepelan mungkin.

"Sudahlah lupakan saja. Apakah saudaramu juga tidak masuk sekolah? Apakah dia juga sakit? " ujarku.

"Mengapa kau berpikir seperti itu? " ujar ivan.

"Kalian itu kembar.Memiliki wajah yang sama. Lahir di hari, tanggal, tahun yang sama. Jadi wajar saja, jika aku menganggap bahwa kalian sakitnya juga samaan. " ujarku.

"Murid beasiswa macam apa kau? Mengapa kau sangat bodoh sekali? Kurasa pihak sekolah salah mencantumkan namamu." ujar ivan padaku dan ia langsung pergi.

"Apa yang salah dari yang kukatakan? Dan sekarang siapa yang bodoh? Sudahlah, berbicara padanya hanya membuang waktuku saja. " ujarku pada diriku sendiri.

Baru saja aku ingin mengirimkan pesan pada Cameron Dallas untuk memintanya mengantarkanku ke sekolah tiba-tiba Emilio Martinez datang dihadapan ku dengan mobilnya dan membuka jendela mobilnya.

"Hey, kau ingin berangkat bersamaku? " ujarnya dengan seyum manisnya itu.

OH MY GOD.

Memang emilio adalah pria idamanku.

Kuharap dia adalah jodohku.

"Huh? Benarkah? Kau benar-benar tidak seperti biasanya. " ujarku malu-malu.

"Kau lupa, tadi malam aku sudah berjanji padamu bahwa aku akan selalu melindungi dan bersamamu. Lagipula adikku sedang tidak masuk sekolah hari ini, aku tidak ingin berada di mobil ini sendirian. Duduklah di sebelahku. " ujar emilio.

"Benarkah? "

"Tentu saja, duduklah sebelum kita terlambat masuk ke sekolah. "

"Oh baiklah. " ujarku dan langsung memasuki mobil dan duduk di bangku sebelah pengemudi yaitu emilio.

ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang