Baru saja kubuka pintu rumahku.
Tiba-tiba nenek sihir itu sudah berada dihadapanku dengan tatapan seperti orang sedang kerasukan."Hei, darimana saja anak gadisku ini? Mengapa wajahmu tampak murung, huh? Bukankah kau bersenang-senang dengan si kembar itu?" ujar ibuku itu sambil membelai kasar daguku.
"Segitu pentingnyakah jawabanku bagimu,ibu?" ujarku sambil mengucapkan kata terakhir itu dengan penuh penekanan lalu pergi ke kamarku.
"Kau memang benar-benar anak yang tidak berguna! Seharusnya aku tidak melahirkanmu! Kalau bukan karena ayahmu itu, aku tidak akan pernah melahirkanmu!" teriak ibuku itu.
*suara pintu dibanting*
"Siapa peduli?Huh?Jika aku tidak dilahirkan ke dunia ini, itu adalah anugerah terbesar bagiku." ujarku pada diriku sendiri sambil membaringkan diriku ke tempat tidurku.
Kupandangi dinding-dinding langit kamarku.
Kupejamkan mataku perlahan.
Hanya pedih yang ada dalam pandangan.
Sepi, kosong, sampai seseorang datang dalam bayanganku.Entah apa yang membuatku tiba-tiba terbayang akan wajah Emilio.
Sepertinya perasaanku terhadapnya semakin bertambah.
-skip-
Cahaya matahari membangunkanku dari tidurku.
Kubuka mataku perlahan.
Baru saja kubuka mataku, pikiranku sudah menuju si kembar, terutama Emilio.
"Emilio. Bagaimana perasaannya sekarang? Aku tidak bisa membiarkannya menangis terus menerus. Aku harus menemuinya." ujarku lalu segera mandi.
-skip-
(Rumah sakit)
"Emilio! Hm..Ivan, kau sudah lebih baik?" ujarku yang terobos masuk ke ruangan Ivan.
"Michelle, aku sangat merindukanmu." ujar Ivan lemas.
"Huh? Merindukanku? Apa maksudmu?" tanyaku heran.
"Tentu. Ivan sangat-sangat merindukanmu. Syukurlah kau datang." sambar Emilio.
"Hey kau! Aku sedang tidak berbicara denganmu! Bisakah kau tutup mulutmu itu?" bentak Ivan kasar pada Emilio.
Aku semakin bingung dengan semua ini.
"Apa-apaan ini. Mengapa kau sangat kasar padanya? Tidak tahukah kau, selagi kau berbaring ditempat itu dia lah yang menunggumu dengan setia.Dan inikah balasanmu? Inikah yang namanya balas budi pada saudara sendiri?" bentak ku pada Ivan.
"Saudara? Apa maksudmu?" tanya Ivan dengan nada tinggi.
Baru saja aku ingin menjawab perkataan gila Ivan tiba-tiba Emilio menarik tanganku dan membawaku keluar dari kamar Ivan.
"Kau harus tahu sesuatu." ujar Emilio pelan dan membawaku semakin menjauh dari kamar Ivan.
"Apa? Apa yang harus kuketahui? Saudara gilamu itu memang tidak berguna! Kau sudah menunggunya dengan setia dan itukah balasannya?" ujarku dengan nada tinggi.
"Kau tidak mengetahui itu,Chell." ujar Emilio.
"Mengetahui apa?" tanyaku dengan nada yang sedikit tinggi.
"Ivan mengalami amnesia dan dia tidak mengenal siapapun selain seseorang yang terakhir ada dalam pikirannya yaitu kau, Michelle. Dari tadi ia selalu menyebut namamu." jelas Emilio.
"Apa? Apaan ini?! Mengapa dia hanya mengingatku?Bukankah dia membenciku? Aku benar -benar tidak mengerti. " ucap Michelle heran.
Bagaimana bisa seseorang yang jelas sangat membenciku namun selalu memikirkanku?
Dan hanya mengingatku.Oh, andai saja ini terjadi pada Emilio.
Mungkinkah Emilio juga hanya akan mengingatku?Tapi, eh?
Hellaww :*
Akhirnya akoeh apdet :"
Baru bisa apdet ya maaf.
Maaf juga pendek lagi sibuk wkwk.
Baru bisa apdet skrg.
Btw, selamat menunaikan ibadah puasa yaaa bagi yang menunaikan...
KAMU SEDANG MEMBACA
Choice
FanfictionTerkadang hidup akan menjadi lebih mudah jika kita tidak dihadapkan pada banyak pilihan, benar bukan?