18

4.3K 208 0
                                    

Sore ini wajah Cindy sama seperti tadi pagi, lesu dan tak bergairah. Seperti ada kumpulan benang kusut dalam pikiran nya. Dari pagi hingga petang, Arun tak berani mengajak Cindy bicara. Padahal ia sangat ingin tahu apa masalah yang sedang di hadapi Cindy. Sedari tadi ia hanya berani melihat Cindy dari jauh, padahal seandainya Cindy memiliki masalah. Pasti tak ada sangkut paut nya dengan diri nya. Lalu mengapa ia harus takut bertanya? Arun memeras kain pel yang berada di genggaman nya. Mengepel lantai yang kotor sambil memerhatikan Cindy dari jauh. Kalau di lihat dari raut wajah Cindy saat melayani pelanggan ia sangat ramah, seperti tak ada beban yang menghantui nya. Tetapi setelah berbicara dengan pelanggan dan berbalik badan, wajah nya langsung berubah lesu kembali. Arun terlalu penasaran untuk tidak menanyakan nya. Arun mengangkat pel an nya lalu memasukkan pel an tersebut ke dalam ember yang di bawa nya dan mendorong ember tersebut ke arah pintu dapur mengikuti Cindy yang sudah masuk ke dalam dapur.

Arun mengedarkan pandangan nya. Hanya ada Chef Juna yang sedang sibuk dengan masakan nya, Chef Lily yang sedang sibuk menghias Dessert, dan Mas Lukman yang sedang menaruh makanan ke atas nampan. Kebetulan Mas Saiful sedang mengantar makanan di luar.

"Run. Kamu samper Cindy deh, kaya nya dia lagi ada masalah. Tadi izin cari angin, tapi dari pagi saya perhatiin muka nya asem." Ucap Chef Lily ketika melihat Arun yang celingukan mencari seseorang. Ia tahu bahwa Arun sedang mencari Cindy, karena Arun orang nya paling sensitif dengan ekspresi seseorang. Apa lagi yang sedang sedih, ia pasti tahu, dan akan menenangkan orang tersebut. Wajar karena dia adalah seorang psikolog. Arun mengacungkan jempol nya kepada Chef Lily, lalu ia pergi meninggalkan dapur mencari Cindy. Tujuan pertama nya adalah kolam renang hotel yang terletak di lantai dasar, tempat nya berdiri sekarang. Sekitar lima menit Arun mengedarkan pandangan nya ke seluruh sisi kolam renang. Tidak ada. Arun kembali berjalan ke tujuan kedua nya. Rooftop. Setelah menaiki lift dan mendaki tangga, Arun membuka pintu Rooftop dan langsung mengedarkan pandangan nya lagi. Benar saja. Ada Cindy di sana dan seorang pria berjas biru donker rapih yang sedang berdiri bersisian. Mereka berdua sedang mengobrol dan tangan mereka di taruh di atas pagar pembatas seolah menikmati pemandangan Kota Bekasi yang sedang macet di bawah sana.

"Cindy!" Panggil Arun sambil menghampiri kedua manusia tersebut. Kedua nya membalikkan badan nya. Arun terkejut ketika mengetahui pria yang sedang bersama Cindy. Tapi Arun tetap melanjutkan jalan nya.

"Kenapa Run?" Tanya Cindy ketika Arun sudah sampai di hadapan nya.

"Emm..." Gumam pria yang berada di samping Cindy. "Kaya nya penting banget, saya turun dulu." Ucap Pria itu lalu berjalan meninggalkan Arun dan Cindy. Setelah memastikan pria itu hilang dari balik pintu rooftop Arun memulai pembicaraan nya bersama Cindy.

"Lo ngapain sama Pak Ibnu?" Tanya Arun penasaran.

Cindy tersenyum lebar. "Kepo!" Seru nya sambil menunjuk Arun.

"Apaan sih." Arun ikut tersenyum.

"Ada apaan sih Run? Kok nyariin gue?" Tanya Cindy lagi.

"Enggak... heran aja. Tadi pagi muka lo sedih banget, eh abis kepergok bareng Pak Ibnu muka lo bahagia banget. Hayo! Ada apa lo sama Pak Ibnu?" Tanya Arun dengan nada menggoda.

"Gak ada apa-apa." Jawab Cindy mengklarifikasi hubungan nya dengan Pak Ibnu sambil membuang nafas nya perlahan. Eksepresi kekecewaan. "Ada masalah gue Run di rumah. Abah jodohin gue sama anak temen nya, padahal gue mau kuliah dulu. Makannya gue kerja. Mending kalo calon nya tajir, punya kontrakan banyak biar bisa biayain gue kuliah. Lah ini udah biasa aja..." Cindy mengacungkan jari kelingking nya. "Males..." Sekarang jari manis nya. "Jelek pula..." Dan yang terakhir jari tengah nya. "Coba lu bayangin, dari lima jari di tangan kanan gue aja. Bagus nya calon gue gak ada setengah nya." Keluh Cindy. Arun mengangguk mengerti.

Let's Move or Fly? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang