CHAPTER 3 - "Alicia Jeselyn"

2.9K 145 3
                                    

Budayakan Vote terlebih dahulu😊

Happy reading❤

~~

Hidup sendiri menghadapi dunia yang terlihat kejam itu memang tidak mudah. Begitupun bagi seorang gadis berusia dua puluh empat tahun seperti Alicia Jeselyn Smith, Ia berusaha bertahan hidup seorang diri. Memang semua ini bukan keinginannya, melainkan takdir tuhan.

Terlalu banyak masalah yang dihadapi olehnya, mulai dari ayahnya yang pergi meninggalkan ia dan ibunya. Dan ibunya yang sudah menikah lagi dengan pria lain tapi tak mengizinkan Alicia tinggal bersamanya. Dunia memang sungguh kejam!

"Alice, tolong antarkan pesanan ini ke meja nomor empat ya." Suruh salah seorang pelayan yang berada disana.

Untuk memenuhi kebutuhannya Alice bekerja sebagai Waitress disalah satu Restaurant mewah yang ada di kota New York. Sudah cukup lama ia bekerja disini, hampir 3 tahun. Tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar kan? Alice bersyukur sekali bisa mengenal orang-orang disini. Mereka sudah seperti keluarga, menurutnya.

"Padahal kau sendiri pun sedang tidak ada kerjaan, tapi kau selalu saja menyuruhku." Ucap Alice sambil mengerucutkan bibirnya.

"Haha, sudah jangan protes. Mereka bisa mati kelaparan kalau kau tidak segera mengantarkannya." Pelayan yang bernama Dylan itu tertawa melihat ekspresi Alice yang seperti anak kecil.

"Berhenti memasang muka seperti itu, kau hanya akan membuat orang-orang yang makan di Restaurant ini tidak nafsu makan." Lanjut Dylan dengan setengah berteriak ketika Alice sudah mulai berjalan mengantarkan makanan tersebut.

Alice yang mendengar ucapan Dylan hanya menolehkan kepalanya sambil melemparkan tatapan tajam.

Ketika Alice sudah menyelesaikan tugasnya, ia langaung menuju ke toilet untuk merapikan kembali penampilang dirinya yang mulai berantakan. Tapi ketika sampai ditoilet ia dikejutkan dengan keadaan sahabatnya yang terlihat sedang bersedih.

"Viona, kau kenapa? Kau bisa bercerita padaku kalau kau mau." Alice langsung memeluk sahabatnya yang sedari tadi hanya menangis sambil menutupi wajahnya.

"Ada yang sedang aku pikirkan Alice.." jawab Viona yang masih menangis sesenggukan.

"Memangnya kau sedang memikirkan apa? Ceritalah padaku supaya kau merasa lebih tenang, dan siapa tahu aku bisa membantumu kau kau sedang ada masalah." Ucap Alice.

"Adik kedua ku, Sheryl.. sekarang dia sedang dirawat di Rumah Sakit karena menderita penyakit ginjal."

Alice sangat terkejut mendengar penuturan Viona karena dia memang sangat dekat dengan adik Viona yang bernama Sheryl.

Kemudian Viona melanjutkan "Dan sekarang ia harus selalu rutin untuk cuci darah. Kau tahu kan? Kalau biaya untuk cuci darah itu tidak sedikit. Sedangkan aku hanya bekerja sebagai Waitress. Jangankan untuk biaya cuci darah, untuk membiayai sekolah Lucia saja tidak cukup. Aku sangat bingung sekali, bagaimana caranya agar aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu."

Tangis Viona semakin keras, tapi Alice hanya membiarkannya. Membiarkannya Viona melepas segala kesedihannya sambil sesekali ia mengusap-ngusap punggung Viona untuk menenangkannya.

Alice jadi merasa kasihan mendengar cerita Viona. Karena mereka berdua, Alice dan Viona. Memang sudah tidak punya orangtua, mereka sama-sama berjuang demi kehidupannya. Tapi bedanya, Viona mempunyai dua orang adik yang harus ditanggungnya. Lucia yang berumur dua belas tahun dan Sheryl yang masih berumur lima tahun.

"Viona, aku akan berusaha membantu meringankan bebanmu. Akan ku sisihkan uang hasil gajiku bekerja untuk kuberikan padamu. Supaya kau bisa membayar biaya cuci darah Sheryl." Ucapan Alice membuat Viona melepaskan pelukannya.

"Alice.. aku ini bercerita padamu bukan untuk meminta uang yang kau punya." Viona hanya menundukan kepalanya.

"Tadi kan aku sudah bilang, aku akan berusaha membantumu jika kau sedang ada masalah." Tegas Alice.

"Tapi aku tidak ingin membuatmu repot, Alice."

"Kau ini sahabatku, aku tidak akan menawarkan bantuan jika aku merasa direpotkan, Viona. Lagipula Sheryl sudah ku anggap seperti adikku sendiri. Aku sangat menyayanginya." Senyum terukir di bibir Alice setelah menyelesaikan kalimatnya.

"Aku sangat bersyukur Tuhan masih mau memberikan ku seorang sahabat yang sangat sempurna sepertimu." Ucap Viona yang kemudian langsung memeluk kembali sahabatnya yang sangat ia sayangi.

Alice membalas pelukan Viona sangat erat, senyumnya pun menunjukkan bahwa ia sangat bahagia memiliki sahabat seperti Viona.

**

"Selamat siang, Tuan Puteri." Sapa Arthur ketika memasuki ruangan dengan senyumnya yang menawan kepada seorang anak perempuan yang sedang teebaring lemah diatas ranjang Rumah Sakit.

Arthur memang memiliki sikap yang dingin terhadap wanita. Tapi jika sedang bersama anak-anak, sikapnya yang dingin akan terbuang jauh dan berubah menjadi sangat lembut. Bahkan pria itu sudah terlihat sangat cocok untuk menjadi seorang Ayah.

"Selamat siang paman Dokter." Jawab anak perempuan itu.

"Paman Dokter dengar dari suster, katanya tuan puteri tidak mau makan ya?" Tanya Arthur sambil mengusap kepala anak itu dengan lembut.

Anak perempuan itu hanya menganggukan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Arthur.

"Memangnya kenapa tuan puteri tidak mau makan?" Tanya Arthur lagi.

"Aku ingin disuapi oleh kakak cantik." Jawab anak itu sambil mengerucutkan bibirnya.

Arthur sepat berpikir sebentar, kemudia ia berkata "Bagaimana kalau paman Dokter saja yang menyuapi tuan puteri yang cantik ini?"

Arthur mencoba membujuk anak itu supaya ia mau makan.

Sedangkan yang dibujuk terlihat tengah menimbang-nimbang keputusannya.

"Hmm baiklah, rasanya tak buruk juga disuapi oleh pria tampan seperti paman Dokter." Senyuman manis terukir diwajahnya setelah mengatakan kalimat tersebut kepada Arthur.

Melihat kelakuan anak kecil didepannya ini membuat Arthur tak bisa menahan tawanya. Ia merasa senang akhirnya anak itu mau dibujuk olehnya. Ya, semua ini karena ketampanannya.

"Kau memang anak pintar." Ujar Arthur sambil mengusap kepala anak itu.

Kemudian ia melanjutkan "Kalau begitu mari paman Dokter suapi, supaya kau bisa cepat sembuh." Senyuman kembali menghiasi wajah Arthur.

"Memangnya kalau aku disuapi oleh pria tampan seperti paman Dokter, penyakitku bisa cepat hilang?" Tanya anak kecil itu dwngan wajah polosnya.

Arthur yang mendengar pertanyaan dari anak itu hanya bisa tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

.
.
.
.
.

13 Juni 2017

You Are My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang