CHAPTER 7 - Menghindari 'mu'

2.4K 115 1
                                    

Akhirnyaaa update.

HAPPY READING❤

***

Sudah hampir satu jam Alice berdiam diri disini, tepatnya dikantin Rumah Sakit tempat adik Viona dirawat. Ia tak henti-hentinya memutar sedotan yang terdapat pada minuman yang sejak tadi ia pesan. Pandangan matanya pun kosong entah apa yang sedang dipikirkannya.

Dering ponselnya yang berbunyi pun akhirnya menyadarkan Alice dari lamunannya.

Ia melihat terlebih dahulu nama si pemanggil, ternyata benar seperti dugaannya. Siapa lagi kalau bukan Viona, sahabatnya yang satu ini pasti sangat khawatir dengan keadaannya. Karena tak ingin membuatnya khawatit lagi, ia pun akhirnya mengangkat panggilan tersebut.

"Halo Alice, kau ini kemana saja? Kenapa lau pergi saat aku ingin memanggilkan dokter untukmu?" Viona membuka suara terlebih dahulu. Pertanyaan yang dilontarkannya bertubi-tubi itu menjadi pembuka dari rasa kekhawatiran yang sejak tadi dirasakannya.

Alice menghela napasnya kemudian menjawab "Aku kan sudah bilang padamu kalau tadi itu terjadi karena aku kurang berisitirahat, tapi kau tetap saja tidak mau mendengarkanku."

"Kau ini benar-benar sangat keras kepala sekali." Ucap Viona yang kesal mendengar alasan sahabatnya.

"Jangan bilang kalau kau sudah pulang terlebih dahulu meninggalkanku?" Lanjut Viona.

"Tidak, aku masih dikantin Rumah Sakit." Jawab Alice.

"Baiklah kalau begitu aku kesana." Viona langsung menutup sambungan teleponnya, tanpa berniat untuk menunggu jawaban Alice yang tak di inginkannya.

Sepuluh menit setelah sambungan telepon itu terputus, Viona sudah sampai dikantin untuk menemui sekaligus meminta penjelasan kepada sahabatnya.

Viona langsung duduk dikursi yang berhadapan dengan Alice. Kedua tangannya sudah terlipat diatas meja, tatapan matanya pun bersiap mengintrogasi orang yang kini berada didepannya.

"Sekarang jelaskan padaku kenapa kau tadi lari ketika aku ingin memanggilkan dokter untuk memeriksamu?"

*Flashback On*

"Ya ampun Alice, hidungmu mengeluarkan darah." Ucap Viona yang terkejut melihat keadaan sahabatnya.

Alice pun ikut terkejut mendengar apa yang dikatakan sahabatnya. Ia lantas mencoba untuk menyentuh hidungnya. Dan ternyata benar, hidungnya mengeluarkan darah meskipun tidak terlalu banyak.

Kemudian Viona dengan cepat mencari tissue, lalu memberikannya kepada Alice.

"Kau gunakan tissue ini dulu untuk menyumbat darahnya agar tidak keluar lebih banyak."

Alice menerimanya, dan mengikuti apa yang dikatakan oleh Viona.

"Aku akan panggilkan Dokter kesini untuk segera memeriksa keadaanmu." Lanjut Viona.

Ketika dirinya sudah bersiap untuk pergi, tiba-tiba Alice menahan tangannya.

"Tidak perlu Viona, kurasa aku hanya kelelahan dan perlu beristirahat. Kalau begitu lebih baik kita pulang saja." Ajak Alice.

"Kita tidak akan pulang sebelum kau diperiksa oleh Dokter." Viona berusaha melepaskan tangannya. Tapi Alice malah semakin mengeratkan tahanannya kepada Viona.

"Ku mohon Viona, kau tidak perlu melakukan itu." Ucap Alice yang kini merengek seperti anak kecil.

Viona memicingkan matanya kemudian tersenyum sinis.

"Kau ini sebenarnya kenapa? Kenapa kau selalu menahanku ketika aku ingin memanggilkan Dokter untukmu?" Tanya Viona penasaran.

Alice hanya diam, ia tidak berani menatap mata sahabatnya. Ia sudah yakin pasti Viona akan memarahinya.

"Seperti tadi, ketika kau pingsan. Kau juga menahan Dylan untuk tidak membawamu ke Rumah Sakit. Aku tidak tahu kenapa kau seperti ini. Tapi kali ini kau benar-benar harus diperiksa, Alice." Lanjutnya.

Tanpa menunggu jawaban dari Alice Viona langsung menarik tangannya yang sejak tadi ditahan Alice dengan kasar. Kali ini Viona benar-benar tidak ingin mendengar penolakan.

Sebelum keluar dari ruangan, Viona berbalik sebentar kemudian berkata "Lucia, tolong kau jaga dia. Jangan sampai dia kabur."

Lucia yang mendengar ucapan kakaknya hanyak mengangguk sebagai jawaban.

"Bagus." Ucap Viona sambil memberikan tatapan tajam kepada Alice. Ia pun peegi setelah memastikan sahabatnya itu tidak akan kabur.

Alice membuang napasnya kasar ketika melihat Viona benar-benar pergi.

"Kak Alice, duduklah." Ucap Lucia sambil menepuk sofa kosong disebelahnya.

Ia pun menuruti apa yang Lucia ucapkan.

"Kakak cantik sakit juga?" Tanya Sheryl yang sejak tadi hanya diam karena tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

Alice sepertinya tidak menyadari pertanyaan yang sedang ditujukan padanya. Karena sampai saat ini ia tidak kunjung membuka suaranya.

"Iya Sheryl, kak Viona sedang memanggilkan Dokter untuk kak Alice." Lucia lah yang akhirnya menjawab pertanyaan adiknya tersebut.

Pikiran Alice sudah berkelana entah kemana. Ia berusaha untuk tetap tenang tapi tidak bisa.

"Hm lucia, kakak ingin ke toilet sebentar untuk membersihkan darah ini ya." Ucap Alice yang langsung berdiri.

"Tapi kak Alice--"

"Kakak tidak akan kabur, Lucia.." potong Alice ketika Lucia audah siap untuk melarangnya.

"Baiklah, jangan terlalu lama ya kak."

"Oke." Ucap Alice sambil mengangkat ibu jarinya.

Tak mau menunggu lebih lama lagi, Alice pun langsung keluar dari ruangan Sheryl untuk menuju ke toilet. Alice sengaja tidak menggunakan kamar mandi yang ada diruangan tersebut, karena ia memang sengaja aingin menghindari Viona. Ketika sampai di toilet pun Alice langsung buru-buru membersihkan darah yang masih ada dihidungnya.

"Ini semua gara-gara kau." Ucap Alice entah ditujukan untuk siapa. Ia harus cepat membersihkan semua darah itu, setidaknya untuk membuktikan ke Viona bahwa dirinya sudah lebih baik.

Setelah semua darah yang ada dihidungnya sudah bersih, Alice pun menghela napasnya lega. Ia tak henti-hentinya memikirkan semua ketakutan yang akan terjadi nanti jika Viona benar-benar memanggilkan Dokter untuk memeriksanya.

"Aku harus segera pergi dari tempat terkutuk ini." Ucap Alice sambil melihat dirinya sendiri dicermin besar yang kini ada dihadapannya.

"Aku tidak mau kejadian waktu itu terulang lagi." Semua ingatan masa lalunya kini menghampirinya lagi ketika ia kembali mengingat kejadian itu. Membuat Alice meremas rambutnya kesal, ia sangat membenci peristiwa itu.

"Ya, aku harus pergi dari sini.. maafkan aku Viona." Keputusannya kali ini sudah bulat. Ia tak peduli jika nanti Viona akan memarahinya habis-habisan.

Alice langsung melangkahkan kakinya gontai ketika sudah keluar dari toilet. Tempat yang kini dicarinya adalah lift. Untung saja ia cepat menemukannya, karena memang keberadaan lift tersebut tidak jauh dari toilet yang tadi ia masuki.

Ketika ia sampai didepan pintu lift, dan mencoba menekan tombol yang tertera disana. Tiba-tiba pintu lift itu terbuka. Membuat Alice membulatkan matanya ketika melihat seseorang yang sangat dikenalinya bersama dengan seorang lelaki yang menggunakan jas putih tersebut.

'Sepertinya aku akan mati sekarang.'

***

HALOOO MAAF AKU BARU MUNCUL LAGI HEHEHE.

BTW, MINAL AIDZIN WALFAIDZIN MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN YA TEMAN-TEMAN😊😊❤

VOTE NYA JANGAN LUPA💋

2 Juli 2017
Instagram : annisa.rhmh
Siapa tahu ada yang mau follow hehehe. Dm saja kalau minta follback.
Thankyou.

You Are My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang