1. Sekolah baru

514 32 38
                                    

Pagi ini benar-benar cerah, lebih tepatnya panas. Syifa masih belum beranjak dari tempat parkir, dia menunggu seorang teman yang setia memberinya tumpangan.

"Lama bener lo! Pakek acara nge-gosip segala sih, kayak anak cewek aja ..." belum selesai Syifa bicara, tiba-tiba Pandu melingkarkan lengannya di leher Syifa.

"Udah ayo masuk," Pandu tak menghiraukan tatapan sinis dari Syifa. Mereka tetap berjalan dengan leher Syifa yang dililit lengan Pandu.

"Ih.. Lepasin! Nanti kalo gue mati gara-gara kecekik gini, gimana coba?" Syifa melepaskan lengan Pandu dari lehernya dengan susah payah.

"Yang pasti, nantinya gue hadir ke pemakaman lo," ucap Pandu seenaknya. Dia tetap memandang Syifa sambil cengengesan.

"Gila lo, Ndu! Tega bener sama gue," Syifa meninju lengan Pandu. Syifa berjalan lebih cepat.

"Gak sakit, Fa. Lo juga sih ya, masa sih gitu aja bisa mati," Pandu sedikit berteriak, dia menyusul Syifa yang telah berjalan terlebih dahulu.

"Woy! Tungguin kali," Pandu menyamakan langkahnya dengan Syifa.

Syifa berjalan lebih cepat untuk meninggalkan Pandu dan hap!. Syifa berhenti, Pandu menarik tas Syifa dan otomatis membuat langkah Syifa berhenti.

"Lo mau kemana? Cek dulu lo masuk kelas mana," Pandu menunjuk mading besar di depannya.

"Oh iya, lupa gue, Ndu," dengan sedikit rasa penasaran, Syifa mendekat ke arah mading. Mata Syifa dan Pandu menyelusuri banyaknya nama yang ada di sana.

"Ketemu! Gue di kelas X IPA 2. Lo dimana?" Syifa menengok Pandu yang masih bingung mencari namanya.

Merasa tak dihiraukan, Syifa kembali melihat daftar nama anak kelas X IPA 2 untuk mengetahui siapa saja teman sekelasnya.

"Yey! Ndu, kita sekelas!" teriakan Syifa membuat Pandu terkejut. Adegan alay selanjutnya yang bisa kalian tebak, iya.. Syifa menggelayuti lengan Pandu. Dia berseru kegirangan.

"Yah... Gue pikir di SMA ini, gue bisa bebas dari lo," Pandu yang tangannya telah dipermainkan Syifa merasa sedikit kecewa.

Dia memasang wajah datarnya yang memiliki beribu arti.

"Lo kenapa sih? Iseng banget, gue udah gembira gini. Lo malah datar-datar aja!" Syifa melepaskan pelukannya. Dia kembali marah.

Tak seperti biasa, Pandu yang dulu saat SMP selalu senang saat mengetahui bahwa dia sekelas dengan Syifa. Tetapi sekarang dia tak bereaksi seperti dulu.

"Kan enak, kalau kita sekelas. Nanti kalau ada tugas kelompok, gue bisa bareng sama lo," sambung Syifa. Dia masih memaparkan keuntungan saat mereka sekelas demi mengharapkan senyum manis mengembang di bibir tebal milik Pandu.

"Ujung-ujungnya nebeng lagi," Pandu mencibir dan sengaja memancing emosi Syifa. Dia berkata dengan nada super jutek.

"Pandu... Selama ini yang ngerjain tugas lo siapa? Gue kan? Awas aja lo kalau ada tugas, jangan minta bantuan gue lagi," kekesalan Syifa mencapai puncak, dia tak tahan dengan sikap aneh Pandu yang entah sejak kapan menyingkirkan sikap ramahnya.

Benar saja, kalau Syifa udah marah jadi ngungkit masa lalu, tuh. Untung saat ini sekolah masih sepi, yang lain belum datang.  Sebab ini masih pukul enam pagi, mereka aja yang datangnya kepagian.

"Jangan gitu dong! Masa tega sama gue?" Pandu memasang wajah memelas. Dia baru ingat jika Syifa mengetahui kelemahannya. Meskipun sebenarnya dia telah salah strategi sejak awal.

"Lo sih! Cuek-cuek gak jelas!" Syifa masih tak terima.

"Kalau cuek berarti cool, dong?" Pandu bergaya sekeren mungkin.

Memang awalnya dia ingin merubah kepribadiannya menjadi lebih cuek. Tetapi, itu tak berhasil, namun jika dia gigih melanjutkannya, sudah dipastikan dia akan kehilangan Syifa.

"Masa kayak gini cool?" Syifa memegang dagu Pandu, ia menggerakan wajah pandu ke kanan dan ke kiri.

"Cool juga ternyata," akhirnya Syifa menyerah. Dia tersenyum simpul penuh arti.

Kapan lagi nyenengin hati temen? Ya kan? Pikir Syifa.

"Pertama kalinya lo bilang kalau gue cool," Pandu sangat senang mendengar pernyataan Syifa yang setengah tulus itu.

"Udah ih, jangan lebay!" Syifa berjalan menuju kelas, Pandu mengekorinya.

Sebelum sampai di kelas, mereka melihat poster besar di depan ruang guru, biasanya disebut kolom prestasi.

"Lihat deh, keren banget ya, Ndu? Jadi pengen juara pararel kayak gitu," Syifa memandangi poster yang berisi foto dan nama para juara pararel.

Syifa bukan murid yang terlalu bodoh atau pun terlalu pintar. Dia selalu masuk peringkat sepuluh besar. Tapi paling sering, Syifa berada di peringkat lima dan enam.

Pandu? Jangan ditanya dia selalu berada di bawah Syifa. Tak terlalu jauh sih, hanya berbeda 3-4 peringkat. Sebenarnya dia pintar, sayangnya dia terlalu sering main game. Ckckck..

"Aqlan Hafiz Aryasatya, keren juga namanya. Eh, jangan dipandangi mulu, nanti kebawa mimpi lagi," Pandu mendorong bahu Syifa yang sedang terpaku di depan sebuah foto siswa laki-laki di kolom prestasi. Pandu mengajak Syifa untuk melanjutkan perjalanan menuju kelas yang sempat terhenti.

Pandu bagimu adalah....
Syifa: temen... Cuma temen...

--------------------

thx for your time!

salam hangat,

Aini.

*revisi pada 3 Maret 2022.

TEKA TEKI KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang