6. Pendirian lo??

106 13 8
                                    

Syifa's pov

"Lo nanti malem mau ke mana?" gue buka percakapan. Udah seminggu gue makin deket dengan Hafiz.

Makin kesini kok makin baper...
Padahal dia gak ngapa-ngapain...

"Aku di rumah aja, memangnya kenapa?" Hafiz kembali meminum es jeruknya.

"Nanti malem on, ya? Soalnya gue nanti malem ada tugas, boleh kan tanya-tanya gitu?" gue memasang muka manis gue. Eh... Gue emang manis ya, kata papa gue.

"Iya, nanti aku bantu," Hafiz masih sibuk dengan minumannya.

"Oke, lo emang yang terbaik," gue menatap Hafiz dengan senyum termanis. Hafiz balik tersenyum.

Mulai tadi Hafiz hanya mengaduk es jeruknya, tanpa menyentuh makanannya. Matanya sedang memperhatikan beberapa temen gue.

Memang, sikap mereka bener-bener tidak patut dicontoh. Mereka itu geng di kelas gue, terdiri dari Rena, Vika, dan Sisi. Ketua geng mereka (yaitu Rena) sedang mem-bully Sarah (anak terkuper di kelas gue).

"Bibi Sarah, ambilin minuman gue dong!" Rena terus bertingkah dan anehnya Sarah masih menuruti.

Hafiz terlihat kesal, "Ini gak bisa dibiarin!" Hafiz langsung berdiri.

"Lo mau ke mana?" tanya gue, gue masih duduk diam. "Bentar ya Syifa," Hafiz berjalan ke tempat Rena.

"Maaf ya, aku sebagai pengguna kantin merasa tidak nyaman karena sikap kamu yang suka mem-bully temenmu itu," Hafiz menunjuk Sarah.

"Ah iya, Kak Hafiz gak perlu marah gitu. Kita sedang main kok," Rena menjawab dengan suara renyahnya.

Sarah masih memesan teh untuk Rena. Dia tidak mendengar protes dari Hafiz.

"Kalau bermain kedua pihak merasa senang. Bukan cuma satu pihak!" Hafiz mulai emosi.

"Kenapa Kakak ribet sendiri? Sarahnya aja nggak keberatan kok!" Rena berdiri, dia juga mulai kesal. Terdengar suara Rena yang makin meninggi.

Itu membuat seluruh penghuni kantin memperhatikan mereka berdua, termasuk Sarah.

"Aku bicara kayak gini karena aku nggak rela kalau generasi penerus bangsa Indonesia tidak mempunyai budi pekerti yang baik," Hafiz udah mulai ceramah. Nada bicaranya lebih halus dari sebelumnya.

"Loh ini kan jam istirahat? Kenapa Kakak mengajar mapel PKN?" Rena mengelak dengan mudah.

Tawa penghuni kantin menggema, gue segera menuju sumber candaan ini.

Hafiz terlihat jengah melihat Sarah membawa teh dan meletakkannya di meja Rena. "Udah deh Fiz, kita pergi yuk!" gue menarik lengan Hafiz.

"Iya, bentar Syifa," jawab Hafiz lembut meski gue tau dia sedang kesal saat ini. Hafiz menurunkan tangan gue, lalu dia menggenggam erat telapak tangan gue.

Sebuah rasa telah masuk dan mengobrak-abrik jantung gue...

"Semuanya tergantung sikapmu. Jika kamu diam, semuanya akan tetap seperti ini, Sarah. Pikirkan orangtuamu yang menyekolahkanmu agar kamu mampu menghadapi masa depan," kali ini Hafiz berceramah pada Sarah.

Hafiz segera pergi menggandeng tangan kanan gue. Belum jauh, terdengar suara Rena dan Sarah yang sedang beradu argumen.

"Udah Bibi Sarah, jangan dipikirkan," gue ngeliat Rena menepuk pundak Sarah.

"Lepasin gue! Gue bukan mainan lo!" suara Sarah meninggi.

"Lo sekarang udah berani ya?!" Rena hendak menampar Sarah. Dengan sigap Sarah menggenggam lengan Rena,
"Gue nggak selemah yang lo pikir," Sarah meremas tangan Rena dengan kuat.

"Auu... Sakit!" Rena menarik tangannya keluar dari cekraman Rena. Ia meniupi tangannya yang merah.

Seluruh penghuni kantin menyoraki Rena dan grupnya. Rena yang terlanjur malu segera meninggalkan kantin.

"Lo hebat Fiz. Tapi lo kenal sama Sarah?" gue melihat tangan Hafiz yang masih menggandeng gue.

"Iya dia tetanggaku," Hafiz berhenti dan dia berbalik ke arah gue.

"Jadi, lo bantu dia karena dia tetangga lo?" gue kembali menyudutkan Hafiz.

"Ya, bukan gitu Syifa. Aku membantu semua orang yang butuh keadilan. Keadilan itu hak seluruh bangsa, kan ada di Pancasila," Hafiz ceramah lagi, iya... Gue bosen.

"Lo ini cinta banget sama Indonesia! Kalau boleh tau, pekerjaan ayah dan ibu lo apa sih?" gue tengah menyelidik.

"Ayahku TNI Angkatan Udara dan ibuku guru PKN SMP," jelas Hafiz.

"Oh gitu, keluarga lo PKN banget sih!" gue mulai tau asal usul sifat Hafiz ini.

"Bisa dibilang begitu, apa masih ada pertanyaan?" Hafiz malah membuka waktu untuk pertanyaan selanjutnya.

"Masih banyak! Banyak banget malahan. Kenapa lo selalu pakek aku-kamu? Kenapa nggak pakek lo-gue kayak yang lain?" gue masih menuntaskan rasa kepo gue.

"Gimana ya, sudah kebiasaan dari kecil. Jadi, sulit untuk merubahnya," Hafiz jujur.

"Yah... Habis ini masuk. Interogasinya dilanjutin nanti ya? Bye," gue menuju kelas. Hafiz hanya tersenyum dan melambaikan tangan ke arah gue.

✴✴

Malam harinya, gue membuka buku gue buat ngerjain tugas.

Drrrttt... Drrrtt...

Ponsel gue bergetar...
Ada notif masuk.

"Dia nyuruh gue nelpon? Tumben banget!" gue nggak nyangka kalo malem ini dia nyuruh gue nelpon.

✴✴✴

Kamu udah pernah pacaran?
Syifa: Udah, tapi gue sakit hati karena dia. Udahlah lupakan mantan! Biarkan dia berkarya dengan caranya.

--------

Hai gue come back!!!
Ada tokoh Rena ya...
Buat yang pernah baca "seperti oasis" pasti ngira si Reyna gila terus di sini jadi jahat gitu....

Eh... Ini Rena beda ya sama yang di sana...
Yang di sana pakek huruf 'y'...

Hahaha udah gitu aja dulu...
Yang kangen Pandu siapa??
Yuk komen...
Kalo gak ada yang komen Pandu gak akan ku munculin nih...

Aini

TEKA TEKI KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang