16. mungkin kan kurelakan semua

108 6 3
                                    

Dering jam beker menyapa Syifa di weekend yang menyenyakkan ini. Syifa mematikan jam beker itu, tadi malam dia lupa mengatur ulang alarmnya.

Syifa menarik selimutnya hingga menutupi pinggangnya. Tubuhnya berguling ke tengah kasur dan kelopak matanya telah tertutup rapat.

Drtt... Drtt...

"Uh, siapa sih? Ini masih jam empat pagi."

Syifa menerima panggilan tersebut. "Halo, siapa nih? Masih pagi juga."

"Lho? Syifa, memangnya nomorku nggak disimpan ya?"

OMG, ini Hafiz?

Syifa segera duduk dan merapikan rambutnya, seakan-akan Hafiz dapat melihat keadaannya yang hancur ini.

"Syifa?"

"Iya Fiz, udah gue save kok. Tadi langsung gue angkat, jadi gak liat nama penelponnya."

"Oh gitu, Syifa aku janji nanti sore bakal ngajak kamu ke tempat spesial kan? Tapi karena nanti aku dan remaja masjid di lingkunganku ada acara. Jadi, gimana kalau.. "

Jangan bilang kalo gak jadi jalan!

Syifa mengendus kesal. Dia tau kalau Hafiz sekarang makin pintar bersosialisasi karenanya. Ya, resikonya dia jadi mirip seperti Pandu yang sibuk dengan acara ini dan itu.

"Yaps, kita gak jadi jalan. Oke no problem."

Nada jutek yang Syifa lontarkan sama sekali tak mencerminkan bahwa tak ada masalah dengan keputusan Hafiz.

"Bukan gitu Syifa. Sebenernya aku mau ngajak kamu keluar pagi ini. Gimana?"

Omg.. Gue salah paham.

Syifa mengigit bibir bawahnya. Ia membayangkan sikap kejamnya yang ia lakukan pada Hafiz di menit terakhir ini.

"Jam berapa?"

"Pagi ini sekitar jam tujuh. Gimana?"

"Pagi bener. Mau kemana sih?"

"Rahasia."

Syifa melirik jam bekernya. Masih ada waktu satu jam setengah untuknya bersiap. "Oke Fiz."

Panggilan itu diakhiri. Syifa segera menyambar handuk di gantungan dekat kamar mandi. Dia memasuki kamar mandi dan cepat cepat membersihkan diri.

Setelah cukup lama dia sudah di depan lemari. Syifa menimang-nimang untuk memilih baju terbaik. Akhirnya dia menemukan dress berwarna merah yang begitu cantik jika dipakaikan pada tubuh mungil miliknya.

Dress merah tanpa lengan itu mengulur hingga ke lututnya. Dia memilih high heels setinggi 7 cm dengan warna senada.

Syifa memoles wajahnya tipis-tipis. Menambah kesan segar pada wajahnya. Setelah dua jam berkutit dengan riasan, dia memutuskan untuk keluar dari kamarnya.

Syifa berjalan menuruni tangga, di sana ada Anita dan Yusuf yang baru selesai menyantap sarapannya. Anita membersihkan sisa makanan dan membawanya ke dapur. Sedangkan Yusuf menatap heran putrinya yang sudah cantik dengan gaun merah selutut.

"Wah anak papa mau kemana nih? Cantik sekali. Padahal masih jam 6," Yusuf kembali melihat jam tangannya. Untuk meyakinkan dirinya sendiri, benar saja sekarang masih pukul enam pagi.

"Mau jalan-jalan dong Pa. Nanti jam tujuh berangkatnya," kaki Syifa terus berjalan ke arah meja makan. Melihat beberapa menu masakan yang disiapkan mamanya.

"Kalo mau pergi, sarapan dulu sayang. Kamu habis ini UKK, kemarin juga tiga hari dirawat di RSU. Jangan bandel, makan tepat waktu..."

Belum selesai nasihat Anita, Syifa memeluk mamanya sambil berkata, "Siap Mamaku sayaaang."

TEKA TEKI KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang