10. I miss you

174 13 8
                                    

Syifa hanya berdiam diri. Dia menumpukan dagunya di bahu kanan Hafiz. Dia masih menangis dan tentu saja air matanya menetes di bahu Hafiz.

"Jangan nangis, kamu tambah berat kalo nangis terus," Hafiz sedikit menengok ke arah Syifa.

Sekarang Syifa yang melirik sinis kepada Hafiz. "Dasar lo Fiz! Emangnya gue segendut itu," Taulah, cewek kalo udah disinggung tentang berat badan pastinya berubah sensi kayak gini.

"Ya kalau kamu nangis terus, bisa-bisa kamu berubah kayak sumo lho," Hafiz bicara dengan nada serius.

"Gue tau Fiz, kalo lo terpintar di sekolah. Tapi, lo nggak usah bodohin gue kayak gini dong," Syifa menjadi benar-benar bete.

"Kalau kamu nangis, aku bakalan ikut sakit dan kalau aku sakit, aku gak bakal kuat gendong kamu," Hafiz berkata seperti itu agar Syifa tidak bete.

Sedetik kemudian, dia menyesali ucapannya tersebut. Terlalu jujur!

"Hmm?" Syifa kicep, dia hanya bisa berdehem. Dahinya sempat berkerut, tetapi setelahnya sebuah senyuman tersungging di bibirnya.

Hafiz menggigit bibir bawahnya, dia membuat detik-detik selanjutnya hanya berisi kecanggungan. Tak ada yang mau memulai pembicaraan.

"Perut kamu udah gak sakit?" Tanya Hafiz memecah keheningan di antara mereka.

"Masih, tapi nggak sesakit tadi," jawab Syifa yang masih canggung.

Saat ini mereka sudah di depan pintu UKS. Sebuah ruangan yang terdiri dari empat buah ranjang. Di setiap ranjang terdapat tirai-tirai pembatas yang melingkupi.

Hafiz masuk dan mendudukkan Syifa pada ranjang terdekat dengan pintu masuk yang setinggi pinggang Hafiz.

"Makasih ya Fiz," ucap Syifa sambil memegangi perutnya. Hafiz menyibakkan selimut ke tubuh Syifa setelah gadis itu memperbaiki posisi duduknya.

Lalu Syifa menekuk lututnya di bawah selimut yang menutupi rok pendeknya. Tentu tangan kanannya masih setia memegangi perutnya.

"Dia kenapa Kak?" Tanya seorang cewek penjaga UKS yang menghampiri mereka. Cewek itu adalah anggota PMR yang sedang bertugas.

"Dia sakit perut.." Hafiz ingin menjelaskan, hingga Syifa memotong perkataan Hafiz. "Ada obat untuk nyeri haid?"

"Oh.. ada kok," suara cewek itu terdengar ramah. Setelah menggeledah laci di samping ranjang Syifa, dia menyerahkan satu kaplet pil yang sampulnya berwarna pink. "Ini obatnya."

"Kak, gue mau ulangan nih. Kakak mau kan nungguin pacar Kakak sampai waktu istirahat nanti?" Cewek itu sekarang melihat ke arah Hafiz.

"Iya pasti kok," Hafiz hanya melempar senyum. Berbeda dengan Syifa yang membelalakkan mata saat satu kata menganggu itu diucapkan 'pacar'.

Anjir.. sayangnya kita nggak pacaran. Walaupun gue ngarepnya gitu, keluh Syifa dalam hati.

"Gue tinggal dulu ya," cewek ramah ini memang teman seangkatan dengan Syifa. Dia kelas satu dan kelasnya berada di sebelah kelas Syifa.

"Iya," Syifa meringis sambil menahan sakit.

Cewek penjaga UKS itu meninggalkan Syifa dan Hafiz. Tak lupa dia menutup tirai yang mengelilingi ranjang Syifa.

"Kamu udah makan?"

"Belum."

"Aku beliin makanan, ya. Buat minum obat itu."

Sreek..

Nisa membuka tirai dengan kasar. Dia menatap sahabatnya penuh kecemasan. "Lo nggak papa kan, Syif?"

TEKA TEKI KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang