Chapter 2 : Pria Misterius

367 32 22
                                    

"Cepat hentikan pendarahannya, tapi pastikan jangan hilangkan rasa sakitnya, cukup kurangi!" kata Diki dengan tegas. Masih menginjak tangan kiri musuh.

"Aku penasaran dengan wajah di balik topeng kekanak-kanakkan ini," ucap heran gadis itu sembari duduk berlutut.

Sementara wajahnya terungkap, pria misterius itu menunjukkan ekspresi geram. Giginya digertakkan. Bola matanya menatap jengkel sang gadis yang baru saja mengangkat topeng miliknya.

Mendapati muka pelaku misterius itu, Karina sedikit terkejut. Dia mengira-ngira usianya mungkin sekitar 25 tahun.

"Aku tak mengenalmu," kesal gadis itu.

Dasar Karina bodoh. Mungkin kalimat itu yang paling tepat menggambarkan batin Diki saat ini.

"Apa yang kau pikirkan? Cepat hentikan pendarahannya!"

Dengan cepat dia menanggapi perintah lelaki itu. Dia lekas menggunakan sihir penyembuhnya untuk menghentikan pendarahan yang cukup deras.

"Katakan siapa namamu, penjahat!" teriak Diki dengan tatapan sombong.

Tangannya dia masukkan ke saku celananya. Kakinya tetap menginjak tangan kiri orang yang tengkurap itu.

Pria dengan elemen api itu membalas ucapan pemuda berambut cokelat itu dengan lirikan.

"Bukankah kau yang mengatakan, jika kau menanyakan nama seseorang, sebutkan dulu namamu?" Dia berkata dengan nada sangat dalam.

"Ya, tapi..."

Diki mulai melepaskan tangan pria tersebut dari injakan kaki kirinya.

"Tidak berlaku untuk penjahat sepertimu!"

Kaki kirinya berpindah ke kepala pria itu. Sepatu hitam yang terlihat keren bersentuhan langsung dengan dengan rambut halus penjahat yang diduga pelaku penculikan. Dia menekan kepala pria berambut putih itu dengan kasar sehingga wajahnya mencium tanah.

"Cukup Diki, tidak perlu sampai segitunya!" pelan Karina khawatir.

Dirinya tengah mengatasi pendarahan lelaki di depannya. Lalu, gadis bermata cokelat itu mencoba menenangkan Diki.

Setelah mengangkat kakinya dari kepala pria berambut putih itu, Diki lekas berlutut. "Sekarang katakan siapa namamu!" ancamnya.

"Tidak ada gunanya berbohong juga. Baiklah. Namaku Arika Rinkan." Nadanya terdengar berat. Dia berusaha mengatur nafas.

"Kenapa kau mencoba menculik Fiola?"

"Bukan urusanmu!"

Sembari berbalik badan dan tangan kirinya menopang tubuhnya, lelaki bernama Arika itu menatap tajam Diki penuh amarah.

Dia melompat mundur, mencoba menjauh dari mereka. Semangatnya untuk melawan kian membara.

"Kau sungguh mengganggu!"

Lelaki berambut putih itu melepaskan jubahnya yang telah sobek terkena serangan Diki. Dia lekas mengambil benda kecil yang sama seperti sebelumnya dari pinggangnya.

Sadar akan apa yang dilakukan musuh, Diki mengambil gerak cepat. Setelah membawa pedangnya kembali, dia langsung bergerak menjauh.

Sementara itu, Karina juga mundur dengan cepat. Dengan siap waspada, dia mengacungkan pedang putihnya.

Arika melemparkan benda yang barusan diambilnya kearah laki-laki yang telah memotong lengannya.

Diki dapat melihat dengan jelas benda ringan tersebut. Butir peledak. Begitulah benda itu disebut. Ketika berbenturan dengan benda yang lebih keras, butiran kecil itu dapat menyebabkan ledakan.

Dimensi 27 #1 ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang