Gadis itu berjalan mendekati kamar adik sepupunya. Dia mengetuk pintu beberapa kali dengan keras sebelum membukanya dengan paksa.
"Diki, bangun!" teriaknya.
"Mau sampai kapan kau terus bermalas-malasan seperti itu?" lanjutnya sambil menggoncang-goncangkan tubuh Diki. Wanita berambut hitam itu memasang wajah kesal.
Perlahan-lahan Diki membuka matanya dan mendapati sesosok perempuan dengan wajah manis dengan rambut terurai sepinggang. Ya, tidak lain dia Karina, kakak sepupunya, yang kini sedang berdiri di depan pintu.
"Oh, sudah pagi?"
Lelaki bermata hitam tersebut kini mulai bangun dengan ekspresi kebingungan.
"Cepat cuci muka dan lekas sarapan!"
Bukannya menjawab, gadis tersebut malah mengomel seraya menunjukkan jarinya ke arah kamar mandi. Lalu dia berbalik dan kembali menuju dapur untuk menyiapkan sarapan.
Diki yang telah selesai mencuci muka kemudian pergi ke tempat duduk ruang makan. Di sana, nampak kakaknya baru saja selesai menyiapkan sarapan.
"Selamat makan." kedua orang tersebut mengatakannya secara bersamaan.
Setelah selesai sarapan, Diki bergegas ke kamar mandi. Sedangkan Karina membereskan hidangan.
Selang beberapa saat, Diki sudah siap untuk berangkat ke markas Nevela tempat ia bekerja. Semua perlengkapannya sudah dimasukkan dalam ranselnya dan pedangnya juga sudah ia selipkan di punggungnya.
Gadis berambut hitam dibelakangnya nampaknya juga sudah mempersiapkan keperluannya. Dia mengenakan baju biru langit dengan kerah terbuka serta rok putih yang membuatnya terlihat semakin menarik. Pedangnya menggantung di pinggangnya.
"Karina, tangkap!"
Setelah mengunci pintu rumahnya rapat-rapat, Diki melemparkan kunci itu pada gadis didepannya. Dengan sigap sang gadis pun menangkapnya.
Mereka berdua berjalan melewati beberapa rumah penduduk. Sampai di depan bekas rumah yang terbakar mereka pun berhenti.
Kedua mata Diki memandangi sisa-sisa kebakaran kemarin. Tatapannya tidak ringan tapi tidak pula tajam. Matanya dipejamkan sesaat, kemudian dibuka kembali.
Karina yang berdiri disampingnya sesekali merapikan rambutnya yang terkena terpaan angin pagi. Gadis itu memandangi pada arah yang sama dipandang orang disampingnya.
Jika dilihat dari samping, gadis yang memasang wajah agak sedih itu terlihat sangat manis. Tingginya 164 cm, dengan kata lain 2 cm lebih tinggi dari adik sepupunya itu, membuatnya seolah-olah seperti gadis dengan tubuh yang ideal.
Kini gadis tersebut membuka pembicaraan dan mengakhiri keheningan.
"Suram, ya?" Memalingkan wajahnya dia bertanya.
"Kupikir begitu." Datar Diki menjawab.
"Jadi, apa sebenarnya yang terjadi semalam?" lanjutnya membalas tatapan sang gadis.
"Anak sulung keluarga bangsawan Oktavian, Fiola telah diculik. Tapi pelaku tertangkap basah oleh salah satu anggota keluarga. Sepertinya, pertarungan terjadi setelah itu dan terjadilah kebakaran tadi malam. Walaupun Fiola berhasil diselamatkan, dua anggota keluarga mereka tewas dalam pertarungan itu dan pelaku berhasil kabur."
Karina menjawab pertanyaan sepupunya dengan nada sedih. Matanya menghadap ke bawah dan sesekali melirik perumahan keluarga Oktavian yang sudah menjadi arang.
"Oh, Begitu. Apakah ada kemungkinan kalau pelakunya...," datar Diki kembali berjalan.
"Ngomong-ngomong, kenapa tadi malam kau pulang telat. Bahkan kau belum pulang saat ledakan itu berbunyi!" Karina memotong pertanyaan Diki yang belum selesai. Raut wajahnya berubah menjadi sedikit kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimensi 27 #1 END
FantasiaDiki Milfana, Seorang swordsman sekaligus magician muda lulusan Akademi terkenal di kotanya, baru saja bergabung ke serikat militer Nevela. Di serikat itulah ia dan saudara sepupunya, Karina Milfana, mendapatkan misi khusus pertama mereka. Dalam per...