Chapter 6 : Persiapan (Part 2)

70 7 9
                                    

Seperti yang dikatakannya. Dalam intensitas cahaya lampu yang cukup, pria itu tengah sibuk di meja kerja yang terletak di sudut ruangan.

Diki penasaran kenapa orang ini menggambar lokasi Kuil Surra. Apakah dia lelah mencari peta itu di luar sana sehingga membuatnya sendiri? Tapi bagaimana cara menggambarnya kalau tidak ada referensi untuk menjiplak?

Kuil Surra terletak di sebelah barat Distrik Nakano, Ayamur. Wilayah sekelilingnya merupakan hutan yang terkenal dengan monster-monster buas dan jebakan-jebakan mematikan sehingga disebut hutan kematian, Maa. Itu yang dituliskan di buku. Ayahnya pernah berkata bahwa terkadang penulis itu melebih-lebihkan informasi yang ada sehingga terkesan lengkap, juga menyembunyikan fakta-fakta lain karena suatu alasan. Memikirkan hal ini, Diki dapat menyimpulkan kalau Samuel mendapatkan gambaran tentang keadaan di wilayah itu dari beberapa buku dengan penulis berbeda-beda, serta melengkapinya dengan informasi yang didapatkannya dari luar kemungkinan-kemungkinan itu. Atau mungkin orang itu pernah menjelajahinya sendiri, mengingat Samuel adalah seorang petualang.

"Kenapa kau membuat peta? Banyak yang menyediakan peta bangunan-bangunan kuno di pasar," cetus Diki memastikan.

"Sama sekali tidak akurat," komentarnya, "peta-peta itu hanya peta umum, nilai seninya jelas kalah dari karyaku ini yang seorang petualang. Aku membuatnya sejelas mungkin, bahkan kelompok monster yang paling lemah pun kau akan tau posisinya jika menggunakan peta ini. Dan jangan termakan bualan para penulis itu tentang jebakan atau semacamnya, sehingga kau berharap menghindarinya dengan menghafalkan peta. Itu cuma konspirasi agar para pemburu amatir tidak berkeliaran di dekat situ."

"Bagian terakhir ceramahmu, aku sudah mengetahuinya sejak dulu," kata Diki dengan pandangan sinis.

"Kau datang kesini pasti karena uangnya, kan? Hah, kemarin aku emosi jadi langsung pergi. Kau tunggulah sebentar sambil duduk disitu," ucap Samuel ramah sambil menunjuk kursi di seberang. "Aku sudah lima hari membuat persiapan ini. Hari ini aku ingin menyelesaikan bagian yang ini dulu, barulah mengambil istirahat. Akan kuusahakan supaya nanti sore sudah siap. Kalau tidak master pasti mengomel."

"Lima hari hanya untuk peta seperti ini?"

"Mungkin kau berpikir ini menggelikan, tapi karya terbaik harus dicermati sedalam mungkin," jawabnya enteng.

Terdapat belasan lembar peta yang sudah jadi. Masing-masing peta menggambarkan lokasi yang sama, cuma terdapat beberapa perbedaan simbol di setiap lembarnya.

"Baiklah, cukup sampai disini dulu. Tinggal dua lembar lagi, kuselesaikan nanti. Karena kau sudah repot-repot datang kemari, akan buruk jadinya kalau membuang-buang waktumu," celotehnya.

"Cepat berikan uangnya! Kerugianku 165.000 untuk pedang dan 200.000 untuk dua unggas peliharaanku." Diki berterus-terang.

"Oh, kau sudah menentukan harga untuk unggasmu itu? Bukannya terlalu mahal? Baiklah," jawab Samuel, "tapi jangan terburu-buru. Aku bisa membantumu mendapatkan pedang yang jauh lebih hebat daripada ketiga hartamu yang sudah lenyap itu." Samuel berbicara dengan muka menantang. Wajahnya sendiri sudah melambangkan kebuasan dan kekasaran.

"Baiklah," ujar Samuel, "Kau tahu kan si penempa pedang Liuken yang terkenal itu?"

Diki mencoba mengingat kembali orang-orang penting yang dikenalinya. "Tentu saja," jawabnya kemudian.

"Kudengar hari ini dia akan melelangkan karyanya yang terbaru secara barteria-asarti . Kau pasti sudah tahu sendiri kualitas produknya," kata pria itu.

"Apa kau yakin?" tanya Diki memastikan.

"Aku sangat yakin. Jadi, mari kita ke Delta Crown Elfroad sebelum pedangnya dilelangkan kepada orang lain."

Dimensi 27 #1 ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang