Hal yang sama juga berlaku pada empat hewan aneh lainnya. Begitu cakar-cakar mereka yang tajam, atau taring-taring yang siap menusuk, mengenai kulit maupun rambut mangsanya, seketika mereka langsung menghilang seolah ditelan angin.
Arika sangat heran dibuatnya. Walaupun begitu, dia harus fokus untuk dapat mengalahkan Erik.
"Na Elaar San Vautica!"
Dalam sekejap puluhan anak panah api meluncur ke arah lelaki dengan penutup mata itu. Namun, apa yang terjadi pada monster-monster itu juga sama dengan puluhan anak panah itu. Beberapa anak panah yang mengenai tubuh Erik menghilang, sedangkan yang tidak mengenainya masih terus melaju sampai dikalahkan gravitasi.
Tentu saja, orang-orang berjubah itu heran dibuatnya. Hanya Diki yang menyadarinya cukup cepat. Setelah pelemparan mantra sihir yang baru dua kali ini dilihatnya itu, dia berjalan menghampiri Erik yang terlihat telah kembali bugar.
"Begitu rupanya," katanya.
"Hah?" Erik berbalik melihat Diki.
Dengan muka arogan seperti biasanya, lelaki bermata biru itu terlihat menantang Diki. Pedangnya diacungkan ke arah perwira satu serikatnya. Lantas Diki menghentukan langkahnya, tapi juga menghiraukan senjata tajam di depan dadanya.
"Kau tidak bisa menggunakan teknik sihir," ujarnya, "tapi juga kebal terhadap serangan sihir."
Erik tersenyum menyeringai, seolah mengiyakan perkataan Diki.
Mereka bertiga yang sedang menyaksikannya dikejutkan oleh pernyataan pemuda itu. Tidak pernah terpikir sekali pun dalam benak mereka.
"Lantas, kenapa?"
"Jadi, cara mengalahkanmu adalah melalui serangan fisik. Jika mustahil untuk mengalahkanmu sendirian, maka kami bertiga akan dapat melakukannya. Kalian semua, dengar, kalau kita menyerangnya dengan hati-hati dan teratur, kita mungkin bisa mengalahkannya. Arika, tolong bantu kami dengan sartilecer!" Diki melompat jauh ke belakang ketika mengatakannya, menghunuskan pedangnya lagi.
Tch, bertingkah seperti seorang pemimpin saja. Kesal Mira, tapi terpaksa menurutinya. Ia mengambil senjatanya lagi dan mengabaikan lukanya.
Samuel juga turut mengambil sikap kuda-kuda. Dia bergerak ke samping Diki untuk membantunya menghadapi target.
Dalam jarak kurang lebih sepuluh meter dari mereka, sang pemimpin misi tengah berkomat-kamit mengucapkan mantra. Dia berusaha melemparkan enhance magic atau lebih dikenal dengan sebutan sartilecer.
《Sartilecer》 adalah teknik sihir berupa menambah kekuatan orang yang dikehendaki. Kecepatan, kelihaian, daya bertahan dan menyerang, dan aspek-aspek lainnya orang yang dikehendaki akan meningkat. Dibutuhkan mana dalam jumlah banyak untuk menggunakan teknik ini. Semakin banyak orang yang akan di-enhance, maka semakin banyak pula mana yang dibutuhkan. Penerima sartilecer harus berada dalam radius 100 meter dari pengirim.
"Kalian selesaikanlah dengan cepat, aku hanya mampu bertahan tiga menit," kata Arika sambil terus mempertahankan meditasi tangannya.
"Baiklah, mari lakukan!" teriak Diki penuh semangat.
Ketiga orang itu menyerang secara bersamaan. Diki dan Samuel menyerang dari depan, sedangkan Mira dari samping.
Gerakan gesit yang dibuat Erik serta kecepatannya dalam memainkan pedang sangat terasa perbedaannya. Meskipun tiga lawan satu—ditambah sihir peningkatan membuat mereka bertambah kuat, tetapi Erik terasa lebih hebat daripada sebelumnya.
Diki mengarahkan pedang barunya ke telinga lawan. Walaupun keras, tapi sangat mudah untuk ditangkis. Tidak ada satu detik sampai Samuel menghunus ke dadanya, yang dengan cepat pula dapat dipatahkan. Serangan Mira di betis juga dapat dihindarinya berkat kegesitan kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimensi 27 #1 END
FantasyDiki Milfana, Seorang swordsman sekaligus magician muda lulusan Akademi terkenal di kotanya, baru saja bergabung ke serikat militer Nevela. Di serikat itulah ia dan saudara sepupunya, Karina Milfana, mendapatkan misi khusus pertama mereka. Dalam per...