Chapter 9 : Merebut Kembali (Part 2)

38 3 4
                                    

Pria bertopeng itu terus berlari melewati lika-liku jalan pemukiman sampai ke perempatan dekat Mira dan yang lainnya bersembunyi.

"Berpencar!" teriak Arika.

Ketiga orang yang semenjak tadi bersembunyi pun melompat ke jalan dan mengambil rute berbeda menuju ke sebelah utara desa. Para penjaga dan polisi yang mengejar pria bertopeng itu pun terpancing untuk berpencar pula, menyadari bahwa si penjahat mempunyai mitra.

Beberapa orang penjaga yang jauh di belakang terlihat memarkir kuda untuk mengejar si pencuri.

Tidak membutuhkan waktu lama bagi keempat orang Morgenzon untuk kembali berjumpa di titik yang telah ditentukan. Diki sudah menunggu mereka di kuda yang sebelumnya ditunggangi Arika.

"Ayo, cepat!" serunya.

"Kita pergi dengan formasi V dan kembali menyatu di perbatasan," kata Arika.

Demikian, Arika yang membonceng Diki melesat ke arah utara. Mira dengan kudanya yang lincah juga menemani kedua rekannya itu. Sedangkan Erik dan Samuel bergegas masing-masing ke timur laut dan barat laut. Formasi tersebut mereka lakukan untuk mengecoh dan menyulitkan pengejaran para penjaga.

"Huh, sepertinya mereka sudah mulai kehilangan jejak," gumam Mira setelah satu jam berkelana.

Terlihat Mira berada jauh di depan Diki dan Arika. Namun tak lama kemudian, Mira melambatkan laju kudanya agar mereka dapat meraihnya.

"Kita akan segera tiba di perbatasan," kata Arika. "Itu Erik, dia sudah mendekat."

Tak lama setelah Arika berkata, Samuel juga datang dari arah bara. Para Morgenzon itu akhirnya menyatu dalam satu jalur sampai akhirnya nampak bukit-bukit di kejauhan. Mereka mengubah arah ke salah satu bukit yang paling dekat dan mendapati sosok berjubah menunggangi seekor sapi yang sangat kekar, bahkan lebih perkasa daripada kuda bersayap atau pegasus. Binatang itu disebut Lorchaux, sejenis monster langka yang dapat berlari lebih cepat daripada keledai. Sosok hitam berjubah dan bertopeng itu tidaklah sendirian dengan satu tunggangan. Terdapat lima ekor Lorchaux lainnya yang siap untuk diajak berkelana.

"Tinggalkan kuda-kuda itu di sini dan naiklah ke sapimu masing-masing. Aku akan menggunakan sihir untuk membuat kuda-kuda ini gila dan berlarian ke sana kemari, sehingga para pengejar itu kesulitan mencari jejak kita."

Keenam orang berjubah itu berangkat tak lama kemudian. Mereka menyusuri lembah-lembah dan perbukitan silih berganti. Dataran curam dan tanjakan runcing merupakan jalan menuju tempat yang mereka tuju. Sesekali tunggangan mereka tergelincir karena tanah berumput yang sangat licin.

Bulan terlihat mengintip perjalanan mereka yang penuh ambisi. Serta tiupan angin malam menerpa jubah mereka sehingga berkibar-kibar memancarkan semangat. Sementara itu, di balik perbukitan yang dekat rawa-rawa itu, terdapat banyak lumpur isap yang telah memakan banyak korban. Kecepatan perjalanan harus dikurangi demi memilah-milah langkah yang benar.

Setelah tiga setengah jam perjalanan dari perbatasan, tibalah mereka di sebuah pemukiman yang sudah lama ditinggal penghuninya. Pemandangan rumah-rumah berlumut dan lapuk, bahkan beberapa rumah yang telah roboh dan hancur, tersebar di depan sebuah hutan yang sangat luas dan rindang yang membentang di depan mereka. Di tengah-tengah pepohonan itu terlihat sebuah corong menara yang menyembul ke atas.

Sebelum melanjutkan perjalanan, mereka memarkirkan Lorchaux masing-masing di pohon terluar Hutan Maa.

"Tak kusangka reruntuhan Desa Folkial itu sebesar ini, apalagi hutannya," kata Arika sambil memandangi desa, kemudian berbalik.

"Ya, sebentar lagi kita akan melewati hutan kematian ini," sahut Sang Master.

"Lihat! Menara kuilnya terlihat sangat kokoh meskipun katanya kuilnya sudah benar-benar rapuh." Mira terkagum-kagum, wajahnya sangat cerah dan ceria.

Dimensi 27 #1 ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang