Suara yang sedikit tersaring yang berasal dari balik helm itu dapat terdengar cukup jelas.
"Yah, sedikit terlambat sampai kemari sebab saat di jalan dia menemukankan nona cantik itu yang sudah tak sadarkan diri."
Demikian, pria di balik armor baja itu mulai membuka topi bajanya. Orang itu memperhatikan keadaan sekitar untuk beberapa saat. Tak luput memandang sekilas lelaki yang sedang melamun di bawah pohon.
"Wah, keadaannya parah sekali ya?" katanya seraya memandangi lelaki yang tergeletak di tanah.
"Hei, siapa wanita itu, Hasan?" tanya Mira.
Karina terkejut ketika orang berarmor yang satunya menurunkan seorang yang dikenalnya.
"Luna?"
"Apakah kau mengenalnya?"
"Ya, dia seniorku di Nevela!"
"Hmm, kalau diperhatikan, seragam ini sedikit mirip dengan yang kau kenakan." Mira terlihat berpikir.
"Kenapa Luna bisa ada disini, dalam kondisi tidak sadar pula?" tanya Karina penuh rasa penasaran.
Sosok di balik baja itu mulai melepaskan helmnya. Sesaat, dia menggeleng-gelengkan kepalanya hingga rambutnya yang panjang sebahu terurai.
Karina terkejut mendapati orang yang memboncengkan seniornya ternyata seorang gadis, mungkin sepantar dirinya.
"Waktu Mira menuju kesini, aku melihat perempuan ini sudah tak sadarkan diri. Lalu aku bawa dia kesini. Dengan sihirku, dia tidak akan jatuh meskipun membonceng dalam keadaan seperti ini," jelasnya.
Mungkin penjelasan gadis berambut merah muda itu sedikit membantu. Tetapi, tetap saja tidak menjelaskan secara keselurihan.
"Ngomong-ngomong, mari kita cari penginapan terdekat dulu. Kalian sepertinya tidak membawa transportasi, jadi ikutlah dengan kami," lanjutnya.
"Kau dapat menggunakan kuda ini untuk membawa orang yang sekarat ini, Nona," ujar pria yang dipanggil Hasan sambil menepuk salah satu kudanya, lebih tepatnya kuda yang sebelumnya ditumpangi Luna.
"Mengerti!"
"Hasan, kau urus lelaki yang disana!" bisik Mira sambil melirik Diki.
"Oh, boleh."
Setelah itu Karina dan Mira mulai berangkat masing-masing menunggangi satu kuda. Di depan mereka, kuda yang dikendarai wanita berarmor itu berangkat dengan cepat.
Sementara itu, lelaki yang dipanggil Hasan itu lekas menghampiri Diki. Sambil memakai kembali helmnya dia mengulurkan tangannya pada lelaki berambut cokelat itu.
"Begitu ya, Sepertinya tidak berjalan mulus ya?" kata Hasan melempar senyumnya yang entah alami atau tidak.
"Apa maksudmu?" tanya Diki sambil berusaha berdiri sendiri.
"Aku membicarakan misinya, kawan." Hasan menarik uluran tangannya yang diabaikan.
"Jangan sok kenal!"
"Ayolah, jangan begitu, Diki...?"
"Diki Milfana."
"Ah, Diki Milfana, dari Navela, atau Nevela, yah? Baiklah, sekarang naiklah!"
Diki akhirnya menerima ajakannya. Sepanjang perjalanan, tidak ada kata-kata yang keluar dari mereka berdua. Hanya suara ketukan sepatu kuda dan hembusan angin malam yang mengiringi perjalanan mereka.
"Siapa namamu?" tanya Diki tiba-tiba.
"Apa? Aku tidak dapat mendengarmu."
"Kubilang, siapa namamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimensi 27 #1 END
FantasyDiki Milfana, Seorang swordsman sekaligus magician muda lulusan Akademi terkenal di kotanya, baru saja bergabung ke serikat militer Nevela. Di serikat itulah ia dan saudara sepupunya, Karina Milfana, mendapatkan misi khusus pertama mereka. Dalam per...