Chapter 3 : Kembali (Part 2)

244 16 7
                                    

Matahari yang tengah terbit diiringi suara pekikan burung-burung yang seolah siap menyambut hal baru di pagi itu. Langit biru cerah dengan sedikit awan menandakan cuaca hari ini lumayan bagus.

Di gedung yang tidak asing, Diki tengah menyusuri lorong di lantai tiga. Tatapannya sudah kembali seperti sebelumnya, mungkin disebabkan karena malam tadi dia tidur cukup nyenyak di atap. Setelah melewati beberapa pintu kamar, akhirnya lelaki berambut cokelat itu menemukan tujuannya. Dia lekas membuka pintu dan meraih orang yang sedang berbaring dalam kehangatan mimpinya.

"Bangun! Woy!" teriak Diki.

Sambil mencoba membangunkan lelaki itu, Diki memandangi seluruh sisi ruangan tersebut. Hiasan dan lukisan yang bertemakan adat Xuan kuno di dinding, rak sepatu yang lusuh, kursi dan meja yang nampak kosong, jendela yang terbuka, armor yang ditempatkan di sudut ruangan, serta kasur di sebelah yang masih rapi tempat ia seharusnya tidur tadi malam.

"Ah, sudah pagi ternyata," tukas Hasan sambil menggosok-gosok matanya yang terasa berat.

"Oh iya—" perkataan Diki tidak terselesaikan.

"Oh ya, darimana saja kau semalam? Ah, apa kau baru saja kesini?"

"Ya, semalam aku tidur di atap."

Orang macam apa yang sanggup tidur diatap? Bayangkan sejuknya angin malam itu atau berisiknya hewan-hewan malam. pikir Hasan dalam hati.

"Orang itu kuikat di kursi itu. Mungkin gadis-gadis itu sudah membawanya ke bawah?" ujarnya menunjuk kursi yang kosong di depannya.

"Jadi maksudmu dia ada di sini semalam?" tanya Diki.

"Jangan-jangan..." Lelaki berambut hitam itu memandangi jendela yang terbuka lebar.

"Sudah kuduga." Diki tersenyum kesal sambil berjalan ke arah jendela itu.

"Seharusnya kau lebih sadar. Apakah bunyi jendela yang terbentur-bentur karena tertiup angin juga tidak dapat membangunkanmu?" lanjut Diki.

"Mungkin aku tidur terlalu nyenyak," jawab Hasan lekas menghampiri Diki.

Kedua orang itu memandangi lingkungan di luar jendela itu. Di bawahnya terhampar rerumputan hijau dengan warna-warni bunga yang indah. Memang nampak kurang jelas, tapi dapat dipastikan tidak ada jejak apapun di sekitar rerumputan itu. Sedangkan jika melihat ke atas, hanya terdapat dinding menuju atap datar yang sama sekali tidak mungkin dipanjat tanpa alat bantu.

Jika memikirkan penjahat itu kabur dengan melompat, itu tidak mungkin karena terlalu berbahaya melompat dari ketinggian seperti itu. Lebih dasar lagi, bagaimana caranya dia melarikan diri dari ikatan yang mengekangnya di kursi. Tali kekang itu sudah cukup kuat, dan segel sihir itu seharusnya masih aktif hingga pagi hari sehingga tidak mungkin talinya dapat diputuskan dengan teknik sihir. Ya, sangat tak mungkin. Tali itu juga sudah tidak ada.

"Ayo kita segera beritahu Mira dan yang lainnya!" ajak Hasan.

Di kamar Karina dan Luna, gadis-gadis sudah berkumpul terlihat mendiskusikan sesuatu.

"Apa kau yakin, Luna?"

"Ya, aku sangat yakin seseorang menangkapku dengan tiba-tiba dan membiusku. Setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi, ketika bangun aku disini," kata perempuan berambut pirang itu sambil melihat ke luar jendela.

"Ciri-ciri pelakunya?"

"Aku tidak melihatnya, dia menyerangku dari belakang."

"Tapi, apa tujuanmu pergi ke tempat itu!"

"Semula, aku tidak bisa membiarkan pemula seperti kalian menjalankan misi sulit seperti ini. Pada akhirnya aku sendiri yang menghambat," sahutnya.

"Omong-omong, terimakasih telah menolongku," lanjutnya ketika membalikkan badan dan mengalihkan pandangannya pada Mira dan Ayumi.

Dimensi 27 #1 ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang