7

5K 418 40
                                    

Lee Jihoon terduduk kaku, sambil tetap menatap ujung kakinya yang membeku. Ia mengabaikan rasa nyeri ditubuhnya yang perlahan menghilang. Ah, bukan seluruh tubuh, nyeri tersebut hanya berpusat pada satu titik. Satu titik yang cukup fatal untuk seorang omega. Jihoon tertawa getir setelah sekian menit mematung tanpa ekspresi. Ia merutuki dirinya yang begitu keras kepala. begitu pula Sikap ingin tahunya yang selalu mengabaikan logika, membuatnya sering terluka. Entah itu fisiknya atau hatinya.

Ya, ini bukan pertama kali jihoon merasa menyesal seperti ini. Pernah ketika itu, Jihoon yang masih berusia 7 tahun, begitu penasaran pada bangunan tua di ujung kompleks rumahnya. Kala itu orang tuanya pergi ke luar kota dengan membawa chan yang belum bisa berjalan. Anak laki-laki dengan pipi bulat dan mata kecil itu mengendap-endap keluar rumah, menghindari bibi pengasuhnya dengan menarik teman sepermainannya. Nama temannya Choi Yuri, gadis yang dua tahun lebih tua itu, sempat menolak. Tentu saja! Bayangkan temanmu tiba-tiba berkata ingin mengunjungi bangunan tua yang isunya berhantu, pukul 7 malam! Ia ingin berteriak tidak mau, apalagi orang tua jihoon sudah menitipkan Jihoon padanya. Tapi mengingat laki-laki itu hanya punya dirinya sebagai teman, mau tidak mau ia menyetujui.

Perjalanan pun dimulai dengan wajah antusias Jihoon, berbanding terbalik dengan anak perempuan di belakangnya. mereka menelusuri jalanan komplek yang mulai sepi, maklum saja, orang-orang disana tak suka bersosialisasi, mereka lebih mementingkan diri sendiri dan mungkin hal itu memurun pada anak-anak mereka, sehingga Jihoon susah berteman.

Bangunan tua sudah dihadapan mereka, Jihoon menjerit senang, dan segera menarik tangan Yuri. Gadis itu kembali mencoba menolak, dengan tetap berdiri di tempat. Jihoon menatap Yuri memohon, ia juga takut kalau sendirian. Tapi melihat wajah Yuri yang hampir menangis ketakutan, akhirnya ia memutuskan untuk masuk sendiri.

Jihoon melangkahkan kakinya kedalam. Ia harus tahu di dalam bangunan itu ada apa, kalau tidak ia pasti tidak akan bisa tidur semalam. Namun baru saja membuka pintu dan menapakkan kakinya sekitar enam meter di dalam rumah itu, ia sudah disuguhi pemandangan yang mengerikan. Tepat enam meter di hadapannya, sesuatu entah apa itu tengah mengamuk, melukai beberapa orang yang mencoba menenangkannya. Orang-orang itu tak ada yang menyadari keberadaan Jihoon, bahkan untuk cahaya yang masuk dari celah pintu yang terbuka.

Rasa penasaran yang semakin membesar, menguatkan Jihoon untuk lebih memasuki bangunan itu, mengetahui lebih jelas apa yang sedang mereka lakukan. Semakin mendekat, semakin terlihat bahwa sesuatu itu ternyata anak laki-laki. Erangan kesakitan dari anak itu membuat tubuh Jihoon bergidik, suguh memilukan dan menakutkan. Ia melihat anak itu diikat dengan tali yang besar, hampir sama dengan diameter tangan Jihoon.

"Apa yang kalian lakukan?" Bodoh, harusnya dia diam saja. Jihoon buru-buru menutup mulutnya, namun usaha sia-sia belaka, fokus merah sosok yang diikat itu menuju kearahnya. Diikuti pula oleh orang-orang laiinnya.

Jihoon menggeleng, ia ingin menangis. Bukan hanya karena intimidasi dari orang-orang dewasa yang ada disana, tapi oleh tatapan mata anak itu. Salah satu dari orang dewasa yang berjenis kelamin perempuan menghampirinya.

"Kau siapa nak? Kenapa ada disini?" Lagi, Jihoon hanya menggeleng. Ia tahu ia salah. Tapi ia juga tidak seratus persen salah, ia pikir bangunan ini kosong, kalau memang masih berpenghuni, mana berani ia masuk sembarangan.

Wanita itu tersenyum, Jihoon bisa melihat wajah cantiknya dengan jelas dalam keadaan gelap seperti ini. "Tidak apa-apa, katakan saja, siapa namamu dan kenapa kau ada disini?"

Sambil menelan ludahnya susah payah, Jihoon mulai membuka mulutnya. Namun sebelum itu terjadi teriakan orang-orang membuatnya tak fokus, bahkan wanita dihadapannya sudah didorong kuat oleh sesuatu. Seseorang berteriak lari padanya, tapi Jihoon tak mengerti maksud mereka. Hingga gigitan kuat di leher kanannya membuat ia sadar, anak laki-laki tadi sudah ada di hadapannya. Mengukung tubuhnya rapat-rapat.

Hide Your HeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang