8

5.2K 466 35
                                    


"Sial! Sialan!"

Jeon Wonwoo mengumpat, belah bibirnya tak kunjung diam setelah menerima kejutan mendadak. Dibilang mendadak apalagi kejutan karena mereka berdua tidak pernah menyangka hal itu akan terjadi. Tadi, sekitar kurang dari sepuluh menit yang lalu, keduanya menerima guyuran saat berada di toilet.

Ah, rupanya hanya satu. Si kecil lebih cepat menghindar di banding satunya. Alhasil, mereka malah pergi ke belakang gedung paling selatan dibanding perpustakaan yang menjadi tujuan awal.

"Maaf, aku malah menghindar, jadi hanya kau yang kena imbasnya." Lelaki berperawakan kecil itu menghela napas, ia menatap iba teman baru sebulanannya.

"Ya, itu karena refleks mu bagus. Kau beruntung, Lee."

Lee Jihoon menghela napas lagi, Kali ini diikuti Wonwoo. Ia menatap langit sedang berawan, sambil menghirup banyak-banyak oksigen seperti takut kehabisan. Kepala kecilnya menengok ke samping, "Kurasa bukan hanya aku, Kita berdua beruntung." Katanya lirih.

"Yeah, beruntung sampai si bajingan itu menyebarkan foto yang asli."

"Aku hanya tidak tahu apa yang diinginkan orang itu. Apa untungnya menyebarkan foto itu!"

"Kau tahu siapa penyebarnya?" Wonwoo bertanya dengan hati-hati, sebab dia harus mencari momen yang tepat untuk membicarakan semua masalahnya pada Jihoon.

Ia mengangguk mantap, sudah bisa ditebak karena pada momen itu, hanya ada dua tersangka. "Ya, kupikir kau juga tahu. Kita hanya punya dua tersangka... Kim Mingyu atau Kwon Soonyoung."

Hembusan angin membawa daun-daun kering menjauh dari ranting, berjatuhan menghiasi hamparan rumput hijau yang digunting rapi. Tak ada yang bersuara sesudah itu. Hanya saling menyesali kenapa mereka harus mengalami semua ini, dilecehkan, dituding, dikekang. Walau tak terlihat, mereka mulai merasakan tali-tali tak berwujud yang menghubungkan mereka pada takdirnya. Disebut takdir karena keduanya mampu mencium bau pasangan masing-masing. Jihoon tak percaya takdir, tapi kali ini ia harus menelan bulat-bulat keyakinannya.

Berbalik dengan Jihoon, Wonwoo percaya takdir, bahkan melebihi 200%. Hidupnya selama ini sudah berserah pada takdir. Dimulai ketika ia terjebak di kamar mandi belakang rumahnya yang tak terawat. Kala itu, ia sedang bermain petak umpet, mencari tempat yang bisa menyembunyikannya dengan rapi. Setelah berkeliling mencari, ia dapat satu.

Benar adanya, teman-teman Wonwoo tak bisa menemukannya. Bahkan sampai menjelang pagi lagi. Naas, pintu kamar mandi tersebut rupanya tak bisa dibuka, sehingga Wonwoo tak bisa keluar dari sana. Ia menangis, berteriak, memukul-mukul pintu kamar mandi dengan tangan kecilnya. Ya, sudah bisa ditebak hasilnya nihil. Sampai saat ia berserah pada takdir, pintu itu dapat terbuka. Sampai saat ini, ia masih mengandalkan takdir sebagai jalan keluarnya.

"Ji, apa bau tubuhku berbeda?" Wonwoo akhirnya mengeluarkan suara. Terima kasih padanya karena suasana canggung ini bisa diakhiri.

Jihoon mengendus leher Wonwoo, kebetulan jarak mereka tidak terlalu jauh. "Aku tidak mencium sesuatu yang aneh." Katanya.

"Tapi laki-laki itu bilang, bauku berbeda."

"Siapa laki-laki itu?"

Mendapati pertanyaan demikian mulutnya terkatup. "Ah, itu.."

"Apa ini salah satu alasan kenapa kau mengirim pesan padaku? Apa tentang Poto itu?"

Wonwoo menggigit bibirnya gugup. Keyakinan untuk memberi tahu interaksinya dengan minggyu yang tadi sudah menggebu-gebu ingin diluapkan malah sirna begitu saja. Lidahnya jadi kelu ketika ditatap tajam oleh Jihoon.

Sebelum ia menjawab, Jihoon kembali berbicara. "Ah maaf, kadang-kadang jika sedang serius, mimik wajahku bisa terlihat menakutkan. Banyak orang yang bilang begitu."

Hide Your HeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang