Berhenti Berharap

2.1K 90 0
                                    


"Eh bibi.... eh itu... taro dimeja aja" bibi terkekeh mendengar suara Abby yang begitu gugup.

"Mas Abby gak sarapan?" Kata bibi sambil menaruh barang bawaannya di atas kasur Luna.

"Nanti aja bi, oh iya makasih udah mau bawain jadi ngerepotin deh maaf ya bi" kata Abby sedikit canggung didepan bibi.

"Gak papa atuh, ya udah bibi permisi dulu, mari" bibi berpamitan dan menutup pintu kamar Luna.

"Gara-gara lo nih gue ketahuan lagi mandangin lo Luna, tapi kalo di lihat-lihat kok lo kayak putri tidur sih" Abby malah menyalakan Luna yang masih tertidur membuat dirinya terkekeh sendiri.

Abby mengambil kain dan merendamnya di air dingin. Kemudian memerasnya lalu mulai membasuh keringat Luna. Abby menyadari betapa bodohnya ia, bagaimanapun nasi sudah menjadi bubur. Abby hanya bisa berharap dan berusaha agar Luna mau memaafkan dirinya.

"Mulai sekarang aku akan berhenti berharap" batin Abby mengatakan demikian.

"Ayah...bunda..." terdengar suara Luna yang terdengar membisik dengan suara yang sedikit serak.

"Luna, ini gue Abby" Abby mulai memanggil nama Luna namun Luna tak merespon panggilan Abby.

Luna tampak begitu gelisah kepalanya bergerak ke kiri ke kanan. Raut muka Luna pun seperti merasa begitu ketakutan entah apa yang ia mimpikan. Tiba-tiba tangan Luna meraih tangan Abby yang berada tepat di samping tangan Luna.

"Jangan pergi, Luna takut" Abby sedikit mendekatkan telingannya ke arah mulut Luna untuk memastikan apa yang Luna katakan.

"Gue disini gue janji gak kemana-mana" Abby membalas genggaman Luna.

Tak lama setelah Abby memegang tangan Luna berlahan mata Luna terbuka.

****Luna***

Kepalaku terasa begitu sakit namun ku coba membuka mataku berlahan. Penglihatanku begitu buram sehingga aku mencoba beberapa kali mengedipkan mata. Orang pertama yang aku liat saat itu adalah Abby. Ia menatapku penuh khawatir dan ku dengar suara meski tak terlalu jelas yang memanggil namaku dengan lembut.

"Luna,Luna lo udah siuman?" Suara Abby terdengar begitu jelas di telingaku.

Ingin rasanya tanganku menampar wajah Abby. Kejadian semalam membuat aku begitu terkejut namun ingatanku sudah kembali seperti dulu. Wajah ayah dan bundaku serta kejadian malam itu membuat diriku ingin merontah. Namun kepala sampai kakiku sakit dan lemas, aku tak bisa berbuat apa-apa. Ingin rasanya aku menanyakan banyak pertanyaan pada Abby.

"Luna, bangun dulu lo harus minum obat" kata Abby sambil meraih gelas berisi air putih dan sebutir pil berukuran sedang.

Aku sangat marah pada Abby namun apalah daya diriku yang terkapar di kasur. Abby begitu perhatian padaku, ia mencoba mengatur posisi tidurku. Abby menberikan pil berukuran sedang padaku. Akupun langsung meminumnya.

"Pahit" wajahku mengerut saat ku rasa obat itu menyentuh lidah bagian dalamku.

Abby langsung memberikan air dengan sekali tegukan air itu habis karenaku.

"Yaiyalah pahit namanya juga obat, yah kalo manis itu namanya gula-gula sayang" kata Abby meledek padaku. Akupun hanya membalas dengan tatapan sinis.

"Sekarang lo makan dulu" Ku dengar Abby yang menyuruhku makan namun aku tak menghiraukannya, aku kembali tidur dan memunggungi Abby.

"Yaudah deh lo kalo masih gak enak badan, lanjut tidur aja kalo lo minta bantuan gue selalu ada samping lo" Ingin rasanya aku melempar bantal ke arah wajah Abby namun aku tak mampu.

If You Know Who I'm [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang