Terkadang, disaat kita tidak mampu melepaskan orang yang terlalu kita cintai, berarti kitalah yang harus pergi.
***
Cello mematikan mesin motornya dipinggiran jalanan kompleks yang sepi. Di depannya berdiri rumah besar milik keluarga Hernandez.
Saat ini jam sudah menunjukan pukul 22.30. Kediaman Bita terlihat gelap gulita. Yang tersisa hanyalah lampu teras, lampu taman, dan lampu yang menerangi kamar anak kedua dari pasangan Nathan dan Deana.
Cello yakin betul itu adalah kamar Bita, karna dulu saat hubungan mereka masih baik baik saja, Cello adalah orang yang paling rajin datang ke rumah Bita pagi pagi hanya sekedar untuk membangunkan gadis yang sedang menyelam dilautan mimpi. Jadi tak heran kalau Cello tau persis dimana letak kamar Bita.
Laki laki itu duduk diam di motornya. Jujur saja ia sedari tadi memikirkan saran dari adik kembarnya. Apakah akan berhasil jika ia melakukan apa yang disarankan Bertha? Ia ingin mencoba, tapi keraguan yang lebih besar dari keinginannya itu yang membuat dirinya dilanda kebimbangan mendalam.
Cello menyisir rambutnya kebelakang dengan jari. Ah tekadnya kali ini sudah bulat. Ia mempunyai firasat jika ia tak melakukannya hari ini tak akan ada kesempatan dihari lain. Reaksi dan tanggapan Bita nanti urusan belakangan. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana caranya ia bisa naik ke atas sana dan mulai berdialog dengan gadisnya.
Dengan tekad yang ia bulat bulatkan. Cello mulai memanjat pagar setinggi 2 meter di depannya. Tak perlu waktu lama untuk dirinya bisa masuk ke pekarangan tersebut. lagi lagi warisan bakat dari ayah dan ibunya lah yang memberitahunya bahwa memanjat pagar adalah hal yang sangat mudah.
Cello berdiri tepat di bawah balkon kamar Bita. Laki laki itu mendongak sambil menggaruk kepala belakangnya bingung. Ia harus menemukan sesuatu yang setidaknya bisa mengantarnya keatas.
Seperti-, nah pucuk dicinta ulam pun tiba, baru sekali menolehkan wajahnya ke arah samping, laki laki itu langsung menemukan benda yang dicarinya. Tangga berwarna putih itu tampak tergeletak tak berdaya di pojok pekarangan rumah Bita.Dengan gerakan cepat yang terlatih, Cello mengambil tangga itu dan menempatkannya sejajar dengan kamar Bita. Setelah merasa posisinya itu benar, anak pertama Keo ini segera menaiki satu persatu anak tangga.
Bita baru akan mematikan lampu kamar saat ia mendengar suara berisik dari arah jendela. Bita diam sejenak, meyakinkan pendengarannya bahwa ia tidak salah. Saat bunyi itu kembali terdengar di telinganya. Gadis itu dengan gerakan cepat mengambil payung panjang yang selalu tersimpan rapi di sebelah lemari pakaiannya.
Bita berjalan perlahan menuju balkon kamarnya sembari mengangkat tinggi tinggi payung yang ia pegang. Gadis itu diam saat dirinya sudah berada tepat di depan pintu balkon. Tak dapat dipungkiri, degub jantungnya bermarathon 2x lipat lebih cepat dari keadaan normal. Fikiran negatif mulai bermunculan dalam benaknya, Apakah itu pencuri? Kenapa kamarnya yang menjadi tujuan? Apakah mereka berniat memperkosanya? Atau jangan jangan itu hantu?. Bita bergidik membayangkan semua itu. Gadis itu menarik nafasnya dalam dalam, apapun ketakutannya saat ini, ia harus berani. Ini kamarnya, ini rumahnya. Tidak ada yang bisa berbuat macam macam padanya dirumahnya sendiri! Tidak ada!
Perlahan tapi pasti gadis itu memutar kunci yang tergantung di pintu kaca yang tertutup horden di depannya. Dengan gerakan yang gesit, Bita mendorong pintu tersebut dan langsung memukuli apa yang ada di belakang Pintu itu. Kejadian tersebut berlangsung sangat cepat. Bahkan Cello tidak sempat menghindar saat serangan payung yang bertubi tubi menikam tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Real Love (TERBIT)
Novela Juvenil[SUDAH TERBIT, SEBAGIAN CERITA DIHAPUS] (Sequel Mommy In 17) Tsabita, seorang gadis cantik nan pintar, harus rela hidupnya diganggu oleh seorang Badboy kelas kakap seperti Marcello Segala sumpah serapah harus selalu ia keluarkan setiap berhadapan...