Prologue

1.2K 80 7
                                    

We could

Be in love

For a billion

Life times

And i

Would still

Look at you

As if for

The first time.

[][][][][]

Cahaya matahari terlihat redup. Sorotannya seakan hilang diserap rembulan. Sengatannya yang biasa menyayat kulit, seolah lumpuh oleh kumpulan awan kelabu yang menghalangi. Sampai saat ini masih belum ada orang yang bisa mengetahui pasti keputusan awan kelabu itu untuk hujan atau kembali berwarna biru beradu.

Kemisteriusannya sama seperti seorang pria asal Taiwan yang sedang membaca buku diatas meja belajarnya dengan kacamata tipis berbingkai hitam dan transparan yang nyaris tak terlihat. Kepribadiannya sangat cocok disandingkan dengan gumpalan awan abu dilangit hari ini. Ia sulit ditebak dan juga sangat tertutup. Sikapnya pun sangat kaku, bibirnya seolah bisu tak terkecuali matanya yang hampir tidak pernah melengkung manis. Meski begitu, dengan semua kemisteriusannya pria itu masih sering dijadikan sasaran perempuan genit diluaran sana sebagai sosok pria idaman mereka kelak dimasa depan. Ia memang tampan, apalagi dengan wajah dingin yang mampu membekukan apapun yang ia lirik. Namun perlu kalian catat bahwa setiap manusia mempunyai kelemahan, membuat para perempuan lumpuh ditempat. Oh? Atau mungkin dilumpuhkan perempuan?

Namanya Lai Guan Lin. Pria dengan tinggi kira-kira 1,8 meter itu juga sempat diberitakan mengalami trauma mendalam terhadap perempuan. Entah bagaimana caranya, seperti yang diberitahukan media Korea Selatan, Lai Guan Lin pernah terjatuh pingsan saat seorang perempuan dengan lancang meraih tangan jenjang Lai Guan ke dalam sebuah pelukan ketika berfoto pada acara kelulusan. Kemudian setelah kejadian itu, Lai Guan Lin sempat dirawat beberapa hari di Rumah Sakit Myeongwoo. Banyak netizen yang berkometar tajam atau justru usil tentang keanehan tersebut karena profesi Guan Lin adalah seorang dokter. Yang mengharuskan dia berkomunikasi dengan banyak orang termasuk perempuan.

"Lai,"

Pria yang biasa dipanggil Guan lin itu sempat kaget saat seseorang memanggil nama depannya ketika lampu kamarnya benar-benar mati dan satu-satunya sumber cahaya hanya lampu belajar dimeja belajar Guan lin saat ini. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, kiranya semua orang rumah sudah terlelap tidur. Ternyata ia salah. Kepalanya menengok sedikit. Menunggu beberapa saat sebelum ia kembali membaca bukunya karena tak juga mendapat suara lanjutan dari orang di ambang pintu kamarnya.

"Lai Guan Lin."

Suara itu kembali terdengar, kali ini Guan lin tidak menoleh sama sekali. Berusaha keras untuk tetap fokus tidak peduli pada seruan dari ambang pintu kamarnya.

Puk.

"Dont touch me like that." Guan Lin berujar dingin sambil menggerakkan bahunya yang disentuh seseorang dengan tidak nyaman.

"Look at me."

"No, i dont." Jawabnya cepat.

Kemudian suara helaan yang bergetar menyapu tipis kulit wajah bagian kirinya. Guan Lin masih membaca tanpa bergeming. Ia hanya melakukan kedipan rutin pada matanya dan membalikkan halaman oleh tangan kanannya dengan kaku dan teratur seperti robot. Selain itu, Guan Lin tidak melakukan apa-apa lagi.

Merasa tidak puas dengan balasan Guan Lin, orang yang masih berstatus sebagai  keluarga dengan Guan Lin itu jalan menjauhi Guan Lin tapi tidak keluar dari kamar Guan Lin. Ia pergi menuju ranjang Guan Lin dan duduk di tepian ranjang sebelum ia terjatuh dalam posisi telentang menatap langit-langit kamar Guan Lin. Setelah melakukan hal ini, barulah Guan Lin menengok penuh arti pada perempuan berambut panjang itu dengan kerutan dikedua alis saat melirik sinis.

"What are you doing here, Jennie-ssi?" Dengan wajah datar dan suara yang begitu dingin Guan Lin langsung bertanya pada kakaknya.

"Ya," Jennie tertawa dengan sedikit paksaan tanpa melepas pandang dari atap kamar Guan Lin yang sangat bersih, rapih dan wangi. "Kau itu kaku sekali seperti nori kemasan super market."

"Get out, noona."

Jennie tidak menjawabnya. Alih-alih menjawab, Jennie justru mendelik tak acuh pada Guan lin sebelum memutar tubuhnya ke kiri lalu memeluk guling Guan Lin lalu memejamkan matanya untuk memancing emosi Guan Lin yang tetap diam pada posisinya.

Guan Lin menghela nafas pasrah, ia membuka kacamatanya lalu memijat batang hidungnya untuk melepas rasa pusing dan penat sekaligus.

[][][][][]

Tempat ini begitu sejuk, bahkan mungkin sebagian orang akan bilang kalau udara disini sangat dingin dan begitu tidak nyaman. Angin di tempat ini seperti tidak ada habisnya untuk menyentuh dedaunan di pohon rindang. Udara dinginnya tidak sadar menyentuh permukaan kulit perempuan yang masih terlelap tidur diatas ranjang kecil. Oh, ruangan itu tidak kecil. Hanya saja kuantitas manusia dalam ruangan itu yang membuat tempat itu jadi terasa kecil dan sempit.

Dalam satu ruangan akan disediakan dua ranjang tingkat. Dimana artinya akan ada 4 orang yang tinggal dalam satu kamar berukuran 12 x 5 meter dengan keadaan jiwa yang harus dipertimbangkan.

Mereka tidak sepenuhnya sehat. Meskipun tak ada luka pada tubuhnya, tak ada nyeri di seluruh tubuhnya, tapi perlu kalian catat bahwa batin mereka sebagian besar tak terasa sehat. Seperti ada sedikit guncangan dan sakit yang tak dapat dilihat orang banyak kecuali dengan cara mereka menatap kosong ke udara atau mencurahkan emosinya dengan tidak stabil dan tidak tepat waktu.

"Kim Sejeong-ssi?"

Perempuan yang merasa terpanggil itu menoleh ke sumber suara, menghentikan aktivitasnya menatap langit melalui jendela dari ranjang bagian bawah miliknya seorang diri. Dari ujung pintu terlihat perempuan lain yang sangat Sejeong kenal beberapa bulan belakangan. Ia begitu ramah dan sabar, wajahnya pun cantik dengan hati yang hangat. Sejeong tersenyum cerah menghampirinya buru-buru tak ingin membuatnya menunggu lama karena pada faktanya perempuan itu pun tak pernah membuat Sejeong menunggu lama.

"Ne?" Sekali lagi Sejeong tersenyum.

Dengan papan dada di tangan, perempuan bername tag Cheon Xiyeon itu sempat menceklis data milik Sejeong. Setelah itu, senyumnya mengembang cerah seperti bagaimana saat ini matahari menyinari bumi.

"Kaja!"

"Eodigayo?"

"Seseorang ingin bertemu dengan mu." Sejeong tersenyum lagi. "Kaja!"

@@@@@

This is the prologue!
I hope you are all can enjoy this story about uri Lai Guan Lin of Wanna One and Kim Sejeong of Gugudan too.

What should be known:
1. Italic words are foreign language
2. Kaja in bahasa is 'Ayo'
3. Eonni in bahasa is 'Kakak perempuan dari adik laki-laki'
4. Eodigayo in bahasa is 'kemana?'

Please click star button to vote and comment your opinion after read this story.

Jeongmal gamsahamnida🙏🏻

C.O.L.D [Lai Guan Lin] REVISION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang