Jennifer duduk di bangku depan ruang inap Guan Lin. Keadaan nyaris sepi. Yang tersisa hanyalah beberapa orang terdekat Guan Lin. Yah, meskipun Jennifer sendiri tidak mengenal dekat siapa itu Guan Lin tapi ia merasa harus menjenguk orang itu. Terlebih jika orng itu terbaring lemah karena seseorang yang ia suka.
"Jeogiyo," Tangan seorang pria menepuk bahu Jennifer yang menunduk kebawah. Suara baritonnya membuat Jennifer sempat kaget. Suara itu, sedikit banyak mirip dengan Kai. "Apa kau tau dimana ruang inap Guan Lin?"
Jennifer tentu mengangguk dan menunjuk pada pintu kaca yang buram di depannya. "Itu."
Orang itu mengangguk. "Ah~~ Geurae." Tiba-tiba pria itu duduk di sebelah Jennifer. Itu cukup membuat Jennifer canggung duduk berdekatan dengan orang yang tidak ia kenal. Bisa saja dia adalah penjahat yang meminjam nama Guan Lin untuk menipu. Kurang ajar, pikirnya.
"Ngomong-ngomong, boleh aku tau kau siapa?"
"Nama ku Dong Sicheng."
Jennifer hanya memasang wajah bingung namun tetap mengangguk paham meski sulit untuk mengingat namanya.
Seolah mengerti bahwa namanya sulit diingat orang berwajah Eropa seperti gadis di sisinya, pria itu tersenyum. "Winwin, itu nama panggung ku."
"Pardon?"
"Kau teman Guan Lin?"
Jennifer meringis kecil. "Mungkin iya. Aku tidak begitu kenal dengannya, tapi dia adalah orang yang disukai dan menyukai teman ku. Jadi apa salahnya menjenguk? Kau sendiri? Sepertinya kau bukan orang asli Korea?"
"Aku sepupu Guan Lin dari Cina."
Jennifer mengangguk sekenanya dan mulai merasa enjoy dengan keberadaan Winwin yang semula mengganggu. Ternyata Winwin cukup humble, tidak seperti wajahnya yang terlihat jutek.
Apakah orang sejenis Guan Lin dan Winwin memang selalu sedingin dan sejutek itu wajahnya?
"Kau berpikir terlalu jauh, Agassi."
"Nde?!" Wajah terkejut Jennifer sangat kentara. Ia takut kalau pria ini langsung menikamnya. "Kau... bisa membaca pikiran orang?"
Winwin tersenyum dan menoleh ke arah Jennifer. "Keluarga kami memang seperti ini, mempunyai tradisi tersendiri. Kami diajarkan untuk membatasi diri dengan dunia luar. Dipaksa untuk tidak berekspresi bahkan sampai saudara kami yang terkecil sudah memiliki wajah es lebih. Keluarga kami menganggap seperti..." Winwin terlihat berpikir untuk memilih kata yang cocok. "Perbedaan kasta memang harus dipatuhi oleh keluarga kami."
Jennifer mengangguk lagi. Ia senang sharing informasi seperti ini. Walau ia sedikit tersinggung karena ternyata manusia sipit itu sangat rasis. Pantas saja wajah Guan Lin selalu dingin, pedas dan sok cool.
"Siapa nama mu?"
"Jennifer Son." Jeda sedikit, Jennifer bertanya lagi. "Kau bisa membaca pikiran orang?"
Winwin hanya tersenyum singkat. Tidak menjawab dan tampaknya Jennifer tidak bisa berlama-lama lagi karena Jimin dan Sejeong datang dari ujung koridor.
"Jennifer!" Jimin memanggil. "Bora eodigayo?"
"Ah! Pabboya!" Jennifer menepuk jidatnya berkali-kali. "Aku lupa menjemputnya!"
"Aish! Biar aku yang jemput!"
"Ah, ne." Jennifer memberikan kunci mobilnya. Dan ditolak mentah-mentah oleh Jimin.
"Aku punya mobil sendiri! Tolong jaga Sejeong."
Winwin mengangkat sebelah alisnya dan melirik kecil pada tiga orang disebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
C.O.L.D [Lai Guan Lin] REVISION
FanfictionDunia itu luas, dengan permukaan tak berujung. Namun disisi lain aku setuju pada ungkapan bahwa dunia itu sempit, suatu alasan utama yang dapat membuatku kembali bertemu dengannya. Dinginnya segala sesuatu yang berbau dengan dirinya selalu berhasil...