5 Years Later
"Ya! Andwae!"
"Wae?! Wae andwae?!"
"Jinjja Appo!"
"Nde?? Ppo Ppo?!"
"Ani!!"
"Geundae mwo?!"
"Aish Jeongmal!"
"Mworago?!"
Teriakan seperti itu terus berulang. Nyaris satu jam sudah Jimin, Bora, Jennifer, Sejeong dan Guan Lin dibuat gemas. Mereka sedang bermain tebak kata di apartment Guan Lin. Sekarang adalah giliran Jimin dan Bora. Jimin harus menerima kenyataan bahwa dirinya harus menebak dua kata yang diucapkan oleh Bora yang gemas ingin segera selesai. Jimin hanya mendengus ketika Bora tidak jelas mengucapkan dua kata dalam satu kalimat itu karena lagu yang diputar pada headphones sangat kencang. Bora juga sama, ia ingin mencekik Jimin lama-lama karena pria itu begitu lama berpikir.
"SHAM.POO. SHAMPOO!" Bora bersuara gemas. Ia menggertakkan gigi kesal.
"Ppo Ppo?!"
"Aish jinjja micheosseo. Mengapa ada manusia sebodoh ini yang bekerja di rumah sakit mahal." Bora menggumam cepat serupa rapper kelas dunia membuat yang lain tak kuasa menahan tawa.
"Aku menyerah!" Jimin membuka headphone dan menarik kertas yang Bora pegang kasar. "Shampoo?!"
"Pabboya!" Bora menjitak kepala Jimin "Lihat? Score Sejeong dan Guan Lin sudah 500 sedangkan kita hanya 200! Itu pun berkat aku!"
"Sudah! Urusan rumah tangga kalian dilanjutkan nanti saja." Jennifer tertawa meledek. Kini gilirannya bermain ia sudah memasang headphone namun mendengus begitu saja. "Aish, aku jadi teringat partner ku. Apa dia baik-baik saja?"
"Bagaimana kalau kita menjenguknya?" Usul Guan Lin ditolak mentah-mentah oleh Bora.
"Kau mau mati?! Dia akan mengamuk jika kau kita datang. Apalagi jika melihat kau masih bernafas." Bora melirik pada Sejeong. "Isterimu akan terancam, Guan Lin."
Guan Lin menghela nafas kecil. Ia menatap Sejeong yang tersenyum tipis. Iya, dia baru sadar bahwa sekarang gadis itu adalah miliknya sepenuhnya. Guan Lin merasa bahwa sekarang tanggung jawab terbesarnya bagaimana cara membahagiakan Sejeong dan orang tuanya. Sejak dulu, belum pernah sama sekali dirinya bisa berakhir seperti ini. Menikah bersama cinta lamanya dan berani menyatakan cinta meski saat itu ia sedang dalam kondisi yang mengerikan.
Lima tahun terakhir Guan Lin ditatap penuh ngeri oleh nyaris banyak orang baik oleh orang rumah sakit, tetangga dan pihak apartment, bahkan saudaranya sendiri. Ia sempat terpuruk dan berpikir.
Kenapa aku dihidupkan kembali? Untuk apa? Aku akan lebih senang jika dibiarkan mati sampai tubuhku membeku sebelum di kremasi.
Untuk apa? Guan Lin kini tersenyum tiba-tiba. Membuat yang lain kembali bermain, Bora akhirnya menjadi partner Jennifer. Membiarkan Sejeong dan Guan Lin berdua lebih lama. Ternyata ini semua adalah jawaban dari semesta, kenapa Guan Lin dihidupkan kembali.
"Ternyata kau cantik juga." Guan Lin menarik Sejeong untuk memeluknya erat. Jennifer yang sedang mencoba menebak kata dibuat ternganga dan tidak menghiraukan Bora yang berteriak.
"Mianhae. Aku membuatmu panik dan menangis terus menerus."
"Ani. Aku tidak menangis karena mu." Sejeong berusaha mengelak. Ia tersenyum menikmati kehangatan pelukan suaminya sendiri. "Jangan terlalu percaya diri."
"Gojitmal!"
"Aku tidak berbohong!"
"Gwaenchana, yang penting aku tau kebenarannya."
"Jinjja?"
"Ani."
Sejeong mendengus dan melepas pelukannya. Ia kemudian pegi menuju dapur untuk mengambil air dingin. Bersikap tak acuh pada Guan Lin yang tiba-tiba menjadi manja dan suka merajuk.
"Kau marah?"
"Ani!"
"Ddo Gojitmal!"
"Eiishhh!!!"
Sejeong dan Guan Lin kembali ke ruang tv untuk bermain lagi. Mereka bermain sampai siang. Jam makan siang membuat mereka langsung keluar apartment untuk ke salah satu restaurant yang baru dibuka. Meski lokasinya cukup jauh, Jimin dan Guan Lin memaksa untuk kesana karena menurut sumber terpercaya, pekerja di restaurant itu sangat unik. Entah unik disebelah mananya.
Disepanjang jalan, mereka bercerita tentang hal konyol atau apapun itu yang mengundang tawa mereka. Guan Lin pun jadi sering ikut tertawa dan tingkahnya lebih manusiawi dan hangat daripada sebelumnya.
Setelah sampai, mereka sempat mengernyit heran pada tampilan luar restaurant itu. Penilaian mereka tentang restaurant ini nyaris sama. Aneh. Unik.
"Kajja!" Jimin memimpin di depan, dilanjutkan Jennifer, Bora, Sejeong dan yang terakhir Guan Lin.
Mereka duduk di tempat yang menghadap langsung ke kaca besar sehingga bisa melepas bosan sambil melihat jalanan kota Seoul.
"Pesan apa?" Sejeong membalikkan buku menu. Bersama Jennifer dan Bora yang ikut mengerumuni.
Jimin dan Guan Lin hanya menatap risih. Apa memang semua perempuan di dunia seperti ini? Tetap heboh dimana pun mereka berada.
"Cepat, pesan apa?" Guan Lin bersuara.
"Diam dulu, kami sedang memilih. Kau cari pesanan mu dan Jimin sambil menunggu kami." Jawab Jennifer tak acuh menunjuk beberapa makanan.
"Kami sudah memutuskan sejak lima menit lalu. Palli!" Jimin terlihat tidak sabaran.
"Aish I namja... Jeongmal..." Bora meracau kesal sambil melotot ke arah Jimin. Membuat Jimin merengut dan mengulum bibirnya otomatis.
"Mianhaeyo jagiya." Jimin mempersilahkan ketiga perempuan itu memilih dan mengundang tawa anda Sejeong serta Jennifer. "Silahkan pilih pesanan kalian sepuasnya."
"Jinjja?! Uri Jimin sepertinya akan mentraktir kita? Hmmm?" Jimin dibuat terkejut ketika Bora dan Sejeong melakukan aegyo di depannya.
"Sejeong!" Guan Lin menyentak seketika. Ia justru ditatap aneh oleh Bora dan yang lain.
"W-waeyo, Chagiya?" Sejeong terlihat hati-hati mendapati Guan Lin yang marah tanpa sebab.
"Ah~ Arraseo!" Jennifer menepuk bahu Sejeong. "Suami mu tidak ingin kalau isterinya melakukan aegyo untuk orang lain. Geurae?"
Guan Lin bersemu karena ia juga baru tersadar bahwa dirinya benar-benar seperti apa yang dikatakan Jennifer.
"Ani! Palli! Aku akan memberikan pesanannya!"
"Aish, suami mu galak sekali sih?" Cibir Bora.
Jimin berdeham kencang. "You too."
"Mwo?!"
"Ani. Aniyo honey. Tadi aku melihat lalat terbang."
Percakapan random mereka terintrupsii oleh suara baritonnya pelayan restaurant. Tidak, mereka bukan berhenti sejenak dan memberikan pesanan mereka. Melainkan terdiam melihat siapa orang yang berdiri di depan mereka sambil membawa buku pesanan dan kostum khas negeri kincir angin.
Mereka terkesiap dan tidak bisa berbicara apa-apa lagi kecuali Guan Lin yang langsung memasang ancang-ancang serta Jennifer yang menatapnya dengan mata berbinar.
"Jonginie?"
KAMU SEDANG MEMBACA
C.O.L.D [Lai Guan Lin] REVISION
FanfictionDunia itu luas, dengan permukaan tak berujung. Namun disisi lain aku setuju pada ungkapan bahwa dunia itu sempit, suatu alasan utama yang dapat membuatku kembali bertemu dengannya. Dinginnya segala sesuatu yang berbau dengan dirinya selalu berhasil...