7번

175 29 0
                                    

Untuk semua yang sudah ku lakukan. Apakah semua itu salah? Dengan mengatakan apa yang ingin ku katakan pada Guan Lin uisa, apakah aku harusnya merasa baik? Tapi kurasa Jimin uisa tidak akan menyesatkan ku dengan menyuruhku mengeluarkan apa yang aku pikirkan. Firasat ku tentang kemunculan Guan Lin di depan rumah ku sepertinya tidak akan terjadi. Karena gara-gara cerita Jimin uisa, aku jadi orang parno yang entah kenapa jadi seperti seseorang yang menunggu kedatangan pahlawan penyelamat.

Seharusnya aku mengucapkan terimakasih padanya, namun ucapan Jimin uisa mengenai apapun yang ada di pikiranku perlu dikeluarkan, itu malah membuat keadaan sedikit keruh. Aku malah mengatakan kata-kata pedas bukannya berterimakasih telah menyelamatkan ku waktu itu.

"Sejeong, kau kenapa?" Suara seniorku terdengar mendekat. "Ada masalah?"

"A-ah, tidak, tidak." Aku menggeleng cepat. Lalu memilih menjauh dari Bora eonni dan membantu Kai sunbae yang sedang membuat adonan pizza seorang diri.

"Kai sunbae, biar aku bantu." Kai sunbae menerimaku dengan tersenyum ramah. Kami mulai membuat adonan ke tiga berdua. Awalnya semua berjalan lancar, namun lagi-lagi aku membuat kesalahan.

"Kau merobek adonannya. Sejeong, apa kau tidak apa-apa?"

"Nan gwaenchanayo." Aku mencoba meyakinkan Kai. Diam-diam aku melihat Bora eonni yang mencuri pandang pada ku. Apa sejelas itu?

"Baiklah. Em, Sejeong? Weekend ini kau ada waktu?"

Sejeong menggeleng pelan. "Aniyo. Waeyo?"

"Nope. Hanya bertanya. Eoh, Sejeong ada apa di rambutmu?" 

Sejeong cepat-cepat menyentuh atas kepalanya dengan tangan kanan.

"Kau tertipu, nona." Kai lantas tertawa lebar melihat Sejeong yang merenggut sambil membuat adonan dengan tenaga ekstra.

[][][][][]

Keadaan rumah malam ini benar-benar sepi. Ibu sedang pergi ke rumah sakit untuk menjenguk kerabatnya yang sama seperti saat Sejeong hendak konsultasi pada Park Uisa untuk yang pertama kalinya. Meski ibu pergi, beliau tidak lupa menyiapkan makan malam untuk Sejeong. Makanan malam ini terlihat begitu lezat, kimchi, sup dan juga takoyaki.

"Waw... eomma---"

Ting!

Bel rumah berbunyi membuat Sejeong kaget. Ia segera menghampiri pintu depan dengan cepat. Disela-sela larian kecilnya, tak sengaja Sejeong menendang ujung sofa sampai rasa perih begitu terasa meski pintu depan sudah terlihat di depan Sejeong. Sisa langkahnya Sejeong ikhlaskan dengan melangkah gontai menahan rasa sakit dari kakinya.

Cklek.

Senyuman kaku itu mencoba membingkai pada wajah yang masih tetap sama, terlihat beku dan menusuk. Sejeong mengerjap pelan melihat Guan Lin dihadapannya sambil memegang satu buket bunga cantik tanpa menampakkan kegugupan dalam wajahnya. Keadaan justru seolah berbalik, Sejeong merasa gugup menerima tamu seperti Guan Lin. Ini sudah larut malam, seseorang datang dengan pakaian rapih dan satu buket bunga, datang dengan senyuman. Entah kenapa Sejeong tidak ingin ini terjadi pada wanita lain apalagi kalau prianya adalah Guan Lin.

Angin malam menyapu poni Sejeong membelah dua. Sakit di kakinya kembali tsrasa sakit. Hal itu berhasil membuat keduanya sadar telah menghabiskan beberapa menit hanya untuk saling menatap.

"Jack." Sejeong mematung mendengar suaranya sendiri. "Maksudku..."

"It's ok." Guan Lin tersenyum lagi pada Sejeong. Senyumnya selalu menawan seperti dulu. Berhasil pula membuat Sejeong tertegun seolah menikmati keindahan ciptaan Tuhan. "Sejeong, kaki mu terluka."

C.O.L.D [Lai Guan Lin] REVISION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang