Sejeong menangis dan menjerit kuat. Kedua tangannya mencengkeram apapun yang ada disekitar dengan kuat. Keringat bercucuran dan juga matanya memejam karena merasa takut dan ngeri.
Beberapa orang yang bersamanya terlihat tegang dan panik. Raut wajah mereka sangat bermacam-macam. Namun mereka tidak bisa melakukan apa-apa saking panik nya.
Seseorang mulai memberanikan diri mendekat, berniat untuk menenangkan Sejeong. Namun terhenti begitu saja, tatapan beberapa orang beralih pada sumber suara yang terdengar terburu-buru dan bising. Mereka melihat wajah kelelahan Guan Lin yang membawa tangga besi(?) Sambil berusaha untuk naik ke atas pohon mangga dan membantu Sejeong turun kebawah bersama beberapa buah mangga yang sudah jatuh ke tanah.
Guan Lin terlihat panik. Ini semua salahnya main ambil tangga di pohon belakang gedung apartment sambil menyalakan lagu di headset bervolume nyaris full. Demi membenarkan lampu kamar calon anak mereka.
"Guan Lin, Mianhaeyo. Aku terlalu manja."
"Ani."
"Aku ingin turun, kau pasti berat membawa ku sekaligus bayi dalam perutku. Aku bisa jalan sendiri."
"Gwaenchana, kau aman sekarang dalam gendongan ku." Guan Lin tersenyum meyakinkan seraya sekuat mungkin menggendong Sejeong ala bridal style menuju ke lift apartment dengan jarak yang lumayan.
C O L D
Jimin memeluk Bora erat masih dengan mata terpejam. Meski sebenarnya jam sudah menunjukkan pukul 11.10 siang, Bora dan Jimin masih bermalas-malasan di atas ranjang kamar mereka. Bora sebenarnya bukan bermalas-malasan, ia hanya sedang memanfaatkan waktu kosong nya untuk bersantai dan memanjakan seluruh tubuhnya setelah kerja selama 6 hari dalam seminggu dan 7 jam dalam sehari. Tidak, ini bukan salah Jimin yang tidak memberi nafkah setelah mereka menikah atau Jimin membiarkan Bora sesuka hati bekerja keras. Justru, sekarang disaat Bora bersantai menonton drama kesukaannya di macbook mereka sambil meluruskan kakinya dan bersandar pada bantal empuk, Jimin memeluk pinggangnya dan tidur di atas perut Bora sambil terus merajuk.
"Bora~ jebal~"
"Jiminie, sudah aku putuskan kalau aku akan meneruskan kerjaan ku. Tidak tega juga meninggalkan Jennifer sendiri apalagi pria yang ia suka kini mendekam di jeruji besi."
"Ada Eunbi dan Heejung kan? Aish jebal jagiya~"
Bora mendengus kecil tangannya bergerak kesal ke arah macbook untuk membesarkan volume suara.
Jimin tambah dibuat kesal. Ekspresinya berubah menjadi muram. Bora melirik nya sekilas dan berteriak senang dalam hati karena usahanya membuat Jimin kesal berhasil kali ini. Jimin melepas pelukannya pelan dan menjauh dari Bora. Ia memunggungi Bora, memeluk guling dan kembali memejamkan matanya.
"Jiminie~" kini, Bora mencoba mencolek bahu Jimin.
Tidak ada jawaban.
"Kau marah?"
"Berisik."
Bora tertawa kecil. "Why? Why are you so cute?"
Jimin tidak menjawab dan Bora akhirnya pasrah menutup macbook nya. Ia menghampiri Jimin dan menopang dagunya di bahu Jimin yang tertidur. Tangan usil nya mulai menjelajahi hidung Jimin. Bora tertawa melihat Jimin yang terusik. Jimin belum juga bangun dan sepertinya ia benar-benar marah. Bora akhirnya membuka mata Jimin dengan tangannya.
"Appa, ireonnayo~" Bora merubah suaranya menjadi seimut mungkin. Jimin masih tidak menggubrisnya sama sekali meski senyuman jelas nyaris tercetak.
KAMU SEDANG MEMBACA
C.O.L.D [Lai Guan Lin] REVISION
FanfictionDunia itu luas, dengan permukaan tak berujung. Namun disisi lain aku setuju pada ungkapan bahwa dunia itu sempit, suatu alasan utama yang dapat membuatku kembali bertemu dengannya. Dinginnya segala sesuatu yang berbau dengan dirinya selalu berhasil...