"Ya! Kenapa kau melakukannya?!" Bora tak habis-habisnya memukul dada Kai sambil menangis. Ia gelisah, takut dan kecewa. Semuanya terjadi di depan mata. Jennifer mengambil alih Bora membiarkan seniornya menangis di pundaknya dan berhenti membuat keributan di rumah sakit.
Semuanya sudah menunggu selama hampir 2 jam dengan suasana mencekam. Kai terus dihujat tatapan asing sampai dirinya merasa tidak lagi berada diantara mereka.
Jimin tak lama datang berlarian dengan Jennie yang mengekor di belakangnya. Tanpa memberi jeda, Jennie langsung menampar Kai kencang saat langkahnya berhenti dua langkah di depan Kai. Air mata keluar diantara mereka semua yang berdiri di depan ruang Gawat Darurat. Air mata mereka seperti hujan di malam hari.
"Jadi kau yang membuat adikku sekarat sekarang?!" Jennie menarik kerah baju Kai kencang. "Kau harus mati disini, saekkiya!" Jennie dengan sangat mudah mengambil pistol dari saku belakang celana Kai dan menodongkannya di dahi pria itu. Beberapa orang disitu tersentak kaget namun tak bisa berlaku apa-apa selain mengerjap dan memekik kuat.
Kai hanya tersenyum miring. "Bunuh aku. Kau tidak akan mendapatkan apa-apa setelah itu. Tapi ada satu hal yang harus kau tau. Sejeong, gadis itu harus menderita karena adik mu. Guan Lin. Aku tidak bisa menerimanya."
"Ya, neo!" Jennie mengeratkan ujung pistol sampai menempel di dahi Kai namun Jimin dan Eunbi lebih dulu bertindak menarik keduanya agar terlepas.
"Jennie. Kau harus tenang." Jimin memeluk Jennie erat dari belakang untuk menahan rontaannya. Ia membalikkan tubuh Jennie agar bisa menangis dalam rengkuhannya. Bora hanya bisa melihat Jimin dan Jennie yang berpelukan dari ujung matanya. Ia sebal tapi ini bukan waktunya untuk cemburu.
"Jennie. Tenang, kau harus tenang."
"Dia adikku satu-satunya. Bagaimana bisa aku tenang? Hiks.. Hiks.. Jimin, tolong adikku. Bantu dia untuk bernapas dan sinis pada ku lagi!!" Jennie menangis sesegukan memukul pelan punggung Jimin. Ada rasa hangat yang dingin. Ia tidak mengerti. Disaat keadaan tegang seperti ini, beberapa polisi datang mennghampiri, menarik perhatian banyak orang yang duduk atau lewat di tempat tunggu pengambilan obat. Polisi itu jelas datang ke arah kerumunan ini. Dengan sangat pasrah Kai mengangkat tangan. Pria eksotis itu harus rela kalau dirinya diborgol sekarang dengan bukti sebuah pistol di lantai. Yang terlepas dari tangan Jennie tadi.
Seakan ingin menambah semuanya menjadi sangat tertekan, Dokter keluar dari dalam ruangan dengan jubah biru. Ia jalan cepat seperti berlari ke sebelah kiri.
"Uisa-nim!" Jennifer memanggil. "Apa terjadi sesuatu?"
"Kami membutuhkan cadangan darah."
^^^
"Eomma, Guan Lin sudah pulang?"
"Sejeong. Berdoa yang terbaik untuk Guan Lin, ne?"
"Maksud eomma?"
Ibu Sejeong memeluk anaknya erat. "Sejeong... Kau harus lekas sembuh. Guan Lin membutuhkan mu sekarang."
"Eom-eomma... Maksud eomma apa? Aku tidak mengerti eomma."
Ibu Sejeong memilih untuk pergi ke kamarnya. Ia tidak mau kalau Sejeong menderita lebih dari yang sebelumnya. Keadaannya di masa lalu cukup membuat Ibunya terpukul. Ibunya berharap, ini tidak akan menjadi kali kedua.
^^^
"Aku akan mendonorkan darah ku." Jennifer mengangkat tangannya. Bora melepaskn diri dengan wajah yang basah karena air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
C.O.L.D [Lai Guan Lin] REVISION
FanfictionDunia itu luas, dengan permukaan tak berujung. Namun disisi lain aku setuju pada ungkapan bahwa dunia itu sempit, suatu alasan utama yang dapat membuatku kembali bertemu dengannya. Dinginnya segala sesuatu yang berbau dengan dirinya selalu berhasil...