Malam itu ibu Sejeong hanya bisa menatap kedua anak muda di depannya yang makan dengan canggung. Tidak, Sejeong yang terlihat canggung bukan Guan Lin.
"Guan lin, makan yang banyak." Ibu menaruh dua buah sushi ke atas piring Guan Lin yang belum habis.
Sebelum kembali pulang, Ibu Sejeong menyempatkan diri untuk membeli dua paket sushi jumbo dengan potongan harga 40%. Kebetulan, Guan Lin sedang berada di rumah Sejeong kala itu jadilah sekarang mereka bertiga makan malam bersama.
Guan lin tersenyum dengan mulut penuh makanan.
Sedangkan Sejeong hanya bisa melirik kecil pada Guan Lin yang memakan makanan dengan lahap.
Ada sedikit rasa tidak enak, kesal, marah, suka dan juga hangat pada waktu yang bersamaan. Sejeong tidak bisa mendeskripsikannya namun melihat sosok yang pernah ia cintai sekaligus melukainya sama saja seperti tersenyum dibalik tubuh yang tertanam paku.
Sejeong menahan agar tangisnya tidak pecah. Seluruh emosinya tiba-tiba tidak bisa dikontrol lagi. Semuanya secara tidak langsung terputar dalam otaknya. Pening mulai muncul.
Saat itu Guan Lin masih berbincang dengan Ibunya ketika Sejeong tiba-tiba saja meletakkan sendok dan sumpitnya sedikit keras diatas meja makan sambil meremas rambut di kepalanya kuat-kuat.
"AAAAA!!!!"
[][][][][]
Guan Lin mengerjap pelan ketika ia tersadar seseorang menepuk pelan bahunya. Matanya sayu dan wajahnya terlihat lelah. Matanya mengerjap beberapa kali lagi dan langsung berdiri dari duduknya tatkala Ibu Sejeong tersenyum tipis.
"Guan Lin, tidurlah di dalam. Ada sofa yang cukup besar untuk istirahat."
"Ah tidak usah. Eommonim saja yang tidur di dalam, biarkan aku disini." Guan Lin terkekeh kecil merasa tidak enak hati. Ia masih saja sekaku itu.
Ibu Sejeong meraih tangan kanan Guan Lin. Menggenggamnya dengan nyaman. "Jaga Sejeong di dalam. Aku akan kembali ke rumah untuk membawa beberapa baju Sejeong." Senyuman tipis kembali tampak di wajah sehat Ibu Sejeong yang sedikit berkeriput.
"Apa Sejeong sakit parah?"
Genggaman tangan Ibu Sejeong terlepas seiring dengan air matanya yang tertahan menjadi kaca-kaca tipis. "Dia tidak sakit... secara fisik dia baik-baik saja. Tapi... kau mengertikan?"
Tentu saja Guan Lin mengerti itu. Gambaran masa lalunya kembali berputar dan bersatu padu menjelaskan seberapa sakit Sejeong dalam batinnya. Ia menunduk penuh rasa bersalah. Ia merasa malu berhadapan dengan Ibu Sejeong saat ini dan merasa tidak pantas mendapatkan perlakuan baik dari beliau.
Dengan satu anggukan paham Guan Lin masuk ke dalam ruangan dimana Sejeong terbaring lemah dengan bibir yang sangat pucat.
"Sejeong." Guan Lin tersenyum tipis sebagaimana Ibu Sejeong tersenyum padanya. "Mianhae. Jeongmal mianhae. Seharusnya saat itu aku membawa mu ke rumah sakit atau bergerak lebih cepat dari yang seharusnya. Jika begitu, mungkin kau tidak harus mengalami masa sulit seperti ini karena aku."
Tidak ada jawaban sama sekali.
Guan Lin menatap pada jam dinding yang menunjukkan pukul 11.00PM. Ia menyentuh dahi Sejeong dengan perlahan. Suhu tubuhnya diatas normal, Guan Lin tau itu. Tanpa berbasa-basi lagi ia menekan tombol di sebelah ranjang rumah sakit untuk memanggil dokter.
Hanya perlu menunggu 2 menit, seorang dokter datang bersama dua perawat yang langsung bergerak sesuai dengan apa yang diperintahkan dokter tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
C.O.L.D [Lai Guan Lin] REVISION
FanfictionDunia itu luas, dengan permukaan tak berujung. Namun disisi lain aku setuju pada ungkapan bahwa dunia itu sempit, suatu alasan utama yang dapat membuatku kembali bertemu dengannya. Dinginnya segala sesuatu yang berbau dengan dirinya selalu berhasil...