6번.

182 29 3
                                    

Ketika ekspektasi dan realita selalu kita utamakan, Guan Lin jelas akan menggunakan logikanya sendiri untuk mengatur keseimbangan antara ekspektasi dan realita dalam benaknya. Otaknya begitu cemerlang, matanya tajam dan tangannya begitu lihai. Dirinya tersenyum untuk yang pertama kali di depan banyak orang. Orang-orang yang tak lebih beruntung dari Guan Lin. Memiliki penyakit tubuh atau penyakit hati yang tak bisa terbaca isinya oleh orang banyak. Guan Lin memutuskan tersenyum demi memberikan mereka semangat terutama setelah mendengar permintaan gadis kecil diatas kursi roda dengan kepala dibalut perban.

"Uisanim. Tersenyumlah, kau akan terlihat tampan dan manis jika tersenyum."

Guan Lin berada di depan para pengidap penyakit yang tidak bisa dikatakan ringan. Lubuk hatinya tiba-tiba bergerak untuk menatap salah seorang pengidap kanker yang sudah tak terlihat lagi rambut indahnya. Mata Guan Lin masih ingat betapa cantiknya rambut indah anak kecil tersebut dengan rambut hitam bergelombang.

"Kemarilah!" Guan Lin sedikit tersenyum pada anak kecil itu. Secara otomatis gadis kecil itu terkejut. Ditambah lagi tatapan para pasien lain yang tertuju kepadanya mrnambah rasa nervous. "Temani aku bernyanyi untuk kalian."

Pilihan terakhir Guan Lin adalah menghampiri gadis kecil itu. Semua memberi tepuk tangan kala Guan Lin dan gadis itu berdiri di depan orang banyak tepatnya di Aula Rumah sakit yang disulap seperti acara ulang tahun anak-anak demi menyesuaikan dengan para pasien-pasien cilik di rumah sakit ini. Acara kecil-kecilan ini berkat bantuan Park Jimin dan Jennie.

"Berapa umur mu?"

"Ya! Bertanyalah dengan ramah. Lai Guan Lin." Jennie yang berdiri di sisi kanan Guan Lin mencubit tangan Guan Lin. "Adik manis, siapa nama mu? Umur mu berapa?"

"Kang Sejeong. 12 tahun." Gadis itu tersenyum kikuk.

"Baiklah, apa lagu yang ingin kau nyanyikan bersama Guan Lin?"

"Save Me. Bangtan sonyeondan."

Semua bertepuk tangan dengan riuh. Guan Lin ikut tersenyum, tidak merasa suara riuh itu sebagai gangguan.

Guan Lin mengedarkan pandang. Dan iris matanya berhenti bergerak pada satu titik dimana seorang perempuan berdiri sendiri dekat ruangan yang sudah di desain serupa acara anak-anak. Gadis Itu. Kim Sejeong.

Dengan segera Guan Lin menghampiri gadis itu. Sedikit berlari, hingga akhirnya Guan Lin kehilangan sosoknya. Entah kenapa Guan Lin yakin Kim Sejeong adalah perempuan itu, yang entah kenapa masih membekas dalam hatinya. Di apartment itu, yang Guan Lin selamatkan.

"Kim Sejeong?"

"Astaga!" Pekik Sejeong spontan. Ia mengelus dadanya pelan sambil mengucapkan sesuatu yang sulit diterka Guan Lin. "Mianhae. Ada apa uisanim?"

Guan Lin menatap mata itu. Masih sama seperti dulu. Benar. Itu mata milik perempuan yang ada di apartment itu dengan ekspresi yang berbeda. Guan Lin memberanikan diri mendekat ke arah perempuan itu hingga jarak diantara mereka terkikis habis.

"Sejeong. Aku tau itu kau. Perempuan di apartment itu. Perempuan yang pernah memanggil ku Jack di suatu siang yang panas. Perempuan yang ceroboh, terjatuh hingga berdarah hanya karena tersandung baju panjangnya sendiri. Aku tau, kau perempuan yang sama."

Sejeong berdiri tegang dihadapan Guan lin yang jaraknya hanya terpaut 5 cm. Menatap seolah di hadapannya hanya ada Guan Lin dan ruangan luas yang kosong.

"Aku tau itu kau. Apa kau ingat?" Tanya Guan Lin lagi seperti ingin memastikan dugaannya. "Kau yang berada di apartment itu. Kau yang ku selamatkan namun tak berani berterimakasih. Kau, orang yang pertama kali ku sukai selama 5 tahun, 1.825 hari, 43.800 jam, 2.628.000 menit, 157.680.000 detik."

C.O.L.D [Lai Guan Lin] REVISION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang