TM #2

88 6 0
                                    

"In life, its not where u go, its who u travel with."
—Charles Schulz

TM #2

Bunda Narry mengetuk pintu kamar Aerilyn berkali-kali. Namun, gadis cantiknya itu tak kunjung bangun dan keluar dari kamar tidurnya.

Ia menengok kearah seorang lelaki yang sedari tadi menunggu di sofa ruang keluarga sembari mengangguk, "Kamu aja yang bangunin ya." Ucapnya disusul dengan sebuah anggukan dari seseorang didepannya.

Ia masuk kedalam kamar Aerilyn lalu menggelengkan kepalanya heran, setelah melihat betapa senang nya Aerilyn meringkuk seharian dibalik selimut tebal dan suhu ruangan yang benar-benar dingin.

"Aer! Bangun! Udah jam 10! Lo berangkat jam sepuluh kan? Mampus lo, ketinggalan pesawat lo." Teriaknya tepat di telingan Aerilyn.

Aerilyn terbangun dari tidurnya, ia menjitak kepala orang dihadapannya dengan gemas, "Rafadh! Gue tau lo bohong kali. Gila! Hampir budek nih telinga gue." Umpat Aerilyn sembari merapikan rambutnya yang benar-benar berantakan.

Rafadh mengambil remote ac di kasur Aerilyn lalu menekan tombol turn off. Ia pun menarik Aerilyn agar segera membersihkan dirinya di kamar mandi. "Rafadh! Nyalain lagi ac nya, gue mau tidur lagi elah." Umpat Aerilyn kesal.

Rafadh memutar bola matanya malas, "Lyn! Jorok ih! Cepet mandi, nanti lo dandannya lama. Ini udah jam delapan, heh!" Balas Rafadh lalu menggendong Aerilyn dengan sigap menuju kamar mandi.

Aerilyn memukul-mukul kecil pundak Rafadh, "Fadh! Ihhh! Rafadhan Widhan Shakeel! Turunin gue." Protesnya sembari memajukan bibirnya beberapa senti ke depan.

Rafadh mendecak, "Kalo gak kaya gini, lo makin lama nanti mandinya." Keluh Rafadh.

Aerilyn mendesis ketika Rafadh menurunkan dirinya di bathub, "Lagian siapa yang nyuruh elo kesini pagi banget sih? Kan gue bilang lo kesini jam sembilan aja, jam sembilan lho! Bukan jam delapan." Protesnya lagi.

Kini giliran Rafadh yang mendesis, "Gue udah datang dari jam enam, bantuin nyokap lo dulu. Kan nyokap lo yang telepon gue mendadak pas abis shubuh."

Aerilyn menepuk jidatnya dengan gusar, "Ya Allah! Emang ya nyokap gue, berlebihan banget kalo ke elo." Protesnya sembari menyalakan keran air di bathub nya.

Rafadh hanya membalas ucapan Aeirlyn dengan mempoutkan bibir sebal dan memutar bola matanya pertanda berfikir.

"Eh? Ngapain juga lo masih disini? Tadi katanya nyuruh gue mandi?! Sono keluar!" Keluh Aerilyn lagi.

Rafadh terkekeh, "Ya siapa tau lo mau gue mandiin, HEHEHE." Ujar Rafadh. Sedangkan Aerilyn melempar sabun mandi batangannya ke arah Rafadh, "Keluar cepetan, Rafadh!" Teriaknya lagi.

Rafadh pun keluar dari kamar mandi Aerilyn dan menutup pintunya dengan rapat. Ia memilih untuk turun dan berbincang dengan Bunda Narry di dapur. Lagipula, Rafadh sudah dekat sekali dengan Ibu dari Aerilyn itu sejak mereka masih kecil. Begitupun sebaliknya, Aerilyn pun sudah sangat dekat dengan Mami Donna–Ibu dari Rafadh. Sayangnya, kedekatan Aerilyn dan Mami Donna hanya berlangsung singkat.

Karena setelah itu, Aerilyn dan Rafadh sendiri pun tidak tahu keberadaan sang ibu yang menghilang begitu saja bak ditelan bumi.

Bunda Narry memotong wortelnya sembari membuka pembicaraan, "Nak Rafadh, kalau kamu keberatan karena Aerilyn sering banget ngerepotin kamu. Kamu bilang ya, sama Tante." Tuturnya.

Rafadh menggeleng dengan pasti, "Enggak ah, Tante. Rafadh seneng kok kalau Aerilyn ngerepotin Rafadh." Ujarnya sembari memamerkan deretan gigi putihnya.

Bunda Narry tertawa kecil, "Ah kamu ini, bohong terus. Gapapa kok jujur aja, apalagi Aerilyn emang nyebelin kan sama kamu."

Rafadh menggaruk rambutnya yang tak gatal, "Haha iya emang kadang nyebelin sih, tapi lucu kok, Tante. Rafadh juga gak pernah nganggap serius kalo Aerilyn lagi nyebelin." Jelas Rafadh dengan kekehan kecil di akhir kalimatnya.

Bunda Narry tersenyum, "Maaf ya nak. Beneran deh, Tante minta maaf atas nama Aerilyn." Tuturnya disusul dengan sebuah anggukan manis dari Rafadh.

"Tante mau nanya lagi sama kamu, tapi kamu jawabnya jujur ya?" Tanya Bunda Narry pada Rafadh yang mulai gelagapan karena mendengar ucapannya.

Bunda Narry menoleh kearah Rafadh, "Selama tujuh belas tahun kalian temenan, Rafadh gak ada rasa apapun sama anak tante?"

Rafadh menggigit ujung bibirnya—tidak tahu jawaban apa yang harus ia lontarkan. "Hm, a--aduh gimana ya tan, eum, kalo i-itu Rafadh bingung ngomongnya." Jawabnya gugup.

Bunda Narry terkekeh geli karena jawaban Rafadh, "Gak usah jawab pun gapapa sih, Tante udah tau jawabannya. Aerilyn nya aja yang kalo kata anak jaman sekarang itu, gak peka." Ucap Bunda Narry disusul dengan Rafadh yang hanya menjawab dengan kekehan malu.

"Tante cuma titip, jagain Aerilyn ya. Kamu tau kan, dia itu ceroboh banget. So kuat, so dewasa, so bisa, padahal sebenernya mentalnya ecek-ecek kaya kertas basah." Sambungnya.

Rafadh tertawa, "Tante! Gak boleh gitu sama anak sendiri."

Bunda Narry pun membalas tawaan Rafadh, "Emang gitu kok dia. Dijagain ya, anak Tante nya, Rafadh." Balasnya dengan menekan nada suara di akhir kalimat.

Saat Rafadh akan memberi jawaban pada Bunda Narry, teriakan Aerilyn membatalkan niatnya tersebut,

"Rafadh! Tolongin gue dong." Teriaknya dari lantai atas.

Bunda Narry menjawab teriakan Aerilyn, "Lyn! Minta tolongnya ke Bunda aja kek, jangan ke Rafadh! Kasian." Omelnya.

Aerilyn berdecih, "Lah, terus fungsinya dia disini apa, Bun?" Keluhnya.

Bunda Narry pun mengisyaratkan wajah maaf nya pada lelaki di sampingnya. Rafadh terkekeh lalu memasang senyum canggung dan meninggalkan Bunda Narry untuk pergi ke atas menemui Aerilyn.

Rafadh mengerutkan kening ketika ia melihat bahwa Aerilyn sudah siap dengan semuanya, "Lyn, kenapa lo manggil gue? Jangan-jangan cuma ngerjain gue ya, lo?" Tanyanya.

Aerilyn tersenyum lebar, "Itu, pinter!" Jawabnya dengan wajah tanpa dosa.

Rafadh mengacak rambut Aerilyn sebal, "Mau berangkat sekarang? Takut macet." Usulnya diikuti dengan sebuah anggukan manis dari Aerilyn.

Aerilyn pun turun membawa semua keperluannya untuk dibawa ke Bangkok–tempat tujuannya. Tak lupa, ia berpamitan kepada Bunda dan menitipkan salam untuk Ayah yang belum pulang dari kantornya.

Rafadh pun membantu Aerilyn memasukkan barang-barangnya ke mobil, setelah itu, mereka masuk dan bergegas pergi menuju Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB).

"Lyn, pake tiket promoan lagi?" Tanya Rafadh memecah keheningan.

Aerilyn mengangguk, "Hm." dehemnya singkat.

Rafadh mengerutkan keningnya, "gue cemas. Takut lo kenapa-napa." Keluhnya.

Aerilyn mempoutkan bibirnya, "Gue gapapa kok, Fadh. Gak usah khawatir gitu ah." Jawabnya sembari menepuk pundak Rafadh yang sedang mengemudi.

Rafadh mendengus, "Lyn, kabarin gue jangan lupa. Kalau ada apa-apa lo langsung telepon gue ya." Ocehnya.

"Ay-ay captain!"

Ekspresi Rafadh mulai berbeda, "Tapi tetep, gue khawatir."

"Takut lo kenapa-napa."

Aerilyn terdiam sebentar, lalu ia melempar kotak tisu di sampingnya kepada Rafadh. "Fadh! Apaan sih, udah kayak bocah batita aja gue." Umpatnya sebal.

Rafadh tersenyum dengan senyum kecutnya, "Yaudah, iya. Gue percaya lo mandiri, kuat, berani pula." Rafadh menyindir, namun Aerilyn menyambar ucapannya dengan bangga, "Iya dong! Aerilyn Akselia gitu lho~"

*

Travelmate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang