"Travel doesn't become an adventure until u leave urself behind."
—MarlyTM #3
Setelah menempuh waktu kurang lebih tiga jam, pesawat yang ditumpangi oleh gadis cantik yang bernama Aerilyn itu pun mendarat dengan sempurna di Don Mueng Airport. Aerilyn menenteng backpack dan slingbag nya dengan percaya diri ketika baru saja turun dari pesawat yang ia tumpangi, ia pun bergegas untuk mengisi formulir imigrasi di lorong panjang di hadapannya.
Ia mengibaskan rambutnya berulang kali. Bulan ini, cuaca di Bangkok memang sedang panas-panasnya. Untungnya, ia sudah mengecek keadaan cuaca Bangkok itu sejak di Jakarta. Alhasil, pakaian yang ia pakai bukan pakaian yang akan membuat orang-orang menatapnya dengan tatapan aneh.
"Aw!" Desisnya saat seseorang menubruknya dan menjatuhkan minuman yang meninggalkan noda coklat di bajunya.
Perempuan di hadapannya pun membentuk tangannya berusaha untuk wai kepada Aerilyn, "Khor thod khab'p." Ujarnya.
Aerilyn mengangguk pertanda menerima permintaan maaf tersebut, "No problem." Jawabnya lalu melengangkan kakinya kembali untuk mencari bus.
Ia terus menepuk-nepuk bagian baju nya yang lumayan besar terkena tumpahan minuman tadi. Menjijikan, keluhnya berkali-kali.
Bugh
Aerilyn meringis ketika ia terjatuh di pinggir keramaian jalanan umum kota Bangkok. Ia mengusap lututnya yang berdarah karena tergores aspal, "Shit, kalau tau kayak gini, gue pake celana panjang aja." Umpatnya.
Aerilyn pun mendengus sebal karena dua kesialan yang baru saja ia alami, "Travelling ketiga, di tanggal tiga, bulan tiga. Emang paling sial." Umpatnya lagi.
Untungnya tak lama kemudian, Aerilyn mendapatkan bus yang ia cari. Ia pun segera naik kedalam bus itu, dan menempatkan dirinya di salah satu kursi yang tersisa. Ia memasang earphone nya dengan segera, sembari menikmati suasana kota Bangkok yang baru ia kunjungi untuk pertama kalinya.
Ia mulai memejamkan matanya ketika angin sepoi-sepoi menerpa rambutnya yang dikuncir kuda. Hingga tak terasa, ia tertidur lelap di bus yang ia tumpangi.
***
Aerilyn menepuk jidatnya gusar saat baru saja terbangun dari tidurnya. Ia mengusap wajahnya pasrah ketika menyadari kecerobohannya karena telah tertidur pulas di dalam bus. Dengan tergesa-gesa dan bahasa yang seadanya, ia meminta supir yang mengendarai bus itu untuk berhenti di pemberhentian terdekat.
Ia berusaha untuk bertanya dimana keberadaannya sekarang, tapi yang ia dapatkan hanyalah jawaban yang sama sekali tidak ia mengerti.
Ia turun dari mobil sembari berlari kencang menuju jalan yang ramai penduduk. Shit! Umpatnya berkali-kali. Lututnya sakit, baju nya kotor, dan kini ia sudah seperti gelandangan yang kehilangan arah. Ia berani bersumpah, bahwa saat ia pergi ke Malaysia dan Singapur, tidak ada kejadian sekonyol ini.
Ia mengeluarkan beberapa lembaran mata uang baht ketika menemui kedai minuman di daerah tersebut, "Can i have one?" Ujarnya sembari menunjuk sebuah minuman yang akan ia beli.
Si penjual pun mengangguk dan menjawab, "5 baht." Jawabnya disusul oleh Aerilyn yang memberikan lima lembar mata uang negara tersebut.
Ia pun meneguk minumannya dengan cepat—saking hausnya. Mungkin, ia akan membutuhkan waktu yang lama untuk mencari hotelnya dan transportasi menuju Khao San Road. Apalagi, ponselnya yang tak bisa berfungsi sama sekali karena ia tidak membeli simcard dengan simcard yang ada di negara gajah putih tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Travelmate
Ficção Adolescente#Travelmate --Kisah imajinatif yang berevolusi menjadi sebuah kenyataan. Aerilyn Akselia, gadis cantik yang sibuk mencari promo dan diskon dari aplikasi travel di ponselnya. Namun apa jadinya, ketika travelling ketiga--alias angka sialnya dan semua...