Pertemuan Takdir

15.4K 1K 66
                                    

“Ketika hujan turun, aku ikut meneteskan air mata, bersedih karenamu…”

***

“Jadi di ONX Company, kamu harus bekerja lebih keras jika mau lolos masa training. Karena persaingan untuk mendapatkan satu jabatan saja sangat ketat. Seleksi peserta training kaya kamu ini juga ketat loh.” Seorang wanita di penghujung empat puluh tahun itu mengatakan hal yang cukup membuatku bergedik ngeri.

Sebenarnya, aku pernah mendengar gossip yang tersebar mengenai ONX Company tetapi aku tidak pernah mengira bahwa aku akan merasa terintimidasi seperti ini. Apakah mungkin karena dekorasi setiap ruangan ONX Company yang elegan atau karena hampir seluruh karyawan/ti ONX Company berpakaian modis bak model iklan?

“Nah. Ini ruangan meeting area manager. Kamu akan bekerja di sini juga selama masa training. Jangan lupa menjaga kebersihan yah. Karena manager lantai ini sangat sensitive dengan kotoran. Pak Ky hidup dengan sangat sangat bersih. Satu kertas kecil saja ada di lantai ini bisa berakibat fatal untuk penilaian training kamu.” Sebelah alisku terangkat tetapi tak ayal aku mengangguk mengerti. Ibu Tarika membawaku berjalan-jalan mengenali setiap sudut ruangan di ONX Company.

Aku baru dapat mendudukkan bokongku setelah dua puluh menit mengelilingi kantor bersama Ibu Tarika. Beberapa orang menyambutku dengan senyum tipis. Seorang wanita berpakaian merah bernama Hiruka serta wanita berkacamata hitam bernama Intan menjadi teman selantaiku. Selain itu juga ada beberapa pria yang tidak kuingat betul namanya.

Tidak penting juga, gumamku dalam hati sambil mengeluarkan notes kecil dari tas prada ku. Seorang wanita hamil menghampiriku. Dia tersenyum lebar sambil mengulurkan tangan padaku.

“Oppy. Kamu Hanna si cantik yang baru digosipin di depan tadi ya?”

Aku menyergit binggung. Hanna si cantik? Tak sadar aku menggelengkan kepalaku sambil bangkit berdiri dan berjabat tangan dengan Oppy. Kemudian Oppy mengambil kursi di sebelah mejaku.

“Lulusan mana?” tanyanya.

“Lulusan NUS, bu.” jawabku sopan. Oppy terkikik sambil memegang perutnya. Apa yang lucu? Pikirku aneh. Wanita disampingku menyentuh lenganku sambil berkata,“Jangan panggil bu dong. Aku baru dua puluh delapan. Panggil nama aja ya,Han. Di sini itu kita semua pada manggil nama. Ngga ada embel-embel bu atau pak. Kecuali ya area manager , direktur. Kalau kamu merasa segan, kamu bisa manggil kak kok. Ngga usah formal banget deh disini. Nanti kita jadi susah berteman.”

Aku mengangguk mengerti kemudian Oppy berbagai pengalaman padaku saat dia sedang menjalani masa traning. Telepon di meja Oppy berdering. Kami pun terpaksa menghentikan pembicaraan seru kami dan mulai kembali ke tempat masing-masing.

“Hanna. Bisa tolong fotokopi kan ini?” Hiruka menyerahkan satu tumpuk lembaran kertas di hadapanku dengan senyum manis. Aku baru akan mengangguk ketika Hiruka kembali meletakkan tumpukan tumpukan lain di mejaku.

“Fotokopi sebanyak tiga set ya. Thanks!

Kedua mataku membulat tetapi aku hanya bisa mengangguk dengan pasrah dan mulai mengerjakan tugas pertamaku sebagai karyawan training. Awal yang mengesalkan. Huh?

***

Aku baru membaringkan tubuhku di kasur saat kudengar ponselku berdering. Dengan malas kuraih ponselku dan menempelkannya di telingaku. Suara mama yang melengking membuatku menjauhkan ponselku dari telingaku beberapa senti.

“Hanna. Gimana training kamu? Lancar?” tanya mama antusias

“Ya gitu deh ma. Hanna lulusan NUS tapi tugas Hanna hanya fotokopi kertas!” aku menggerutu kesal sementara mamaku tertawa di seberang sana. Samar-samar kudengar mama sedang mengunyah sesuatu.

“Mama lagi makan?” tanyaku

“Iya nih Han. Lagi makan sate. He he he. Kapan kamu pulang ke Bali?” tanya mama kembali. Aku mengangkat bahuku secara refleks sambil memijit pelipis kepalaku.

Blooming MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang