Pertengkaran

5.4K 865 110
                                    

****

Ricky menghentikan mobilnya di basement rumah sakit, bukan di lobby seperti yang kupikir. Dia tidak melihatku sama sekali saat hendak keluar dari SUV nya sementara aku harus berjuang keras untuk menahan rasa sakitku plus perasaanku. Aku tidak berniat menanyakan alasan Ricky memarkirkan mobilnya di basement. Selain perasaanku yang masih sakit karena perkataannya tadi, aku juga tidak berani menduga-duga but the point is Ricky bukan kebetulan ingin mengantarku ke dokter Yendi, dokter langananku sejak dulu.

Dugaanku tepat. Ricky telah berjalan jauh dari pandangan mataku saat aku keluar dari SUV nya. Aku tidak mau peduli ataupun memanggilnya karena tidak mengunci pintu mobilnya. Langkahku tertatih. Huh. Jika Ricky menurunkanku di lobby maka aku tidak perlu berjalan sejauh ini.

Aku berhasil berjalan sampai di lift setelah 'berjuang' selama hampir dua puluh menit. Lantai lima rumah sakit Teguh Jaya menjadi tujuanku. Aku baru akan menghampiri seorang suster saat aku mendapati Ricky sedang berdiri tidak jauh dari pandangan mataku. Apa yang laki-laki itu lakukan di sini?

Tidak. Ricky tidak mungkin menungguku. It's very impossible things will happen! Aku memukul ringan pipiku sambil berjalan mendekati Ricky (bukan karena aku terlalu percaya diri tetapi aku harus berterima kasih kepadanya lagi, sesuatu yang membuatku sedih)

"Pak Ky. Terima kasih sudah antarin." ujarku setelah berada di sisi kanan Ricky sementara Ricky hanya melirikku sekilas dan mengangguk ringan sebelum kembali menempelkan ponselnya di telinganya. Perasaanku terluka. Aku tidak mau membebankan diriku sendiri dengan berdiri di sisi Ricky.

Aku pun memilih menyingkir dengan bergegas mendaftar pemeriksaan dokter. Langkahku tertatih. Shit! Aku mengumpat dalam hati. Aku tidak boleh terlihat selemah ini di hadapan Ricky tetapi perutku benar-benar tidak dapat bekerja sama. Aku harus mengigit bibirku untuk menahan rasa sakitku menuju counter.

Aku sedang mencari kursi setelah berhasil mendapatkan nomor anteran yang cukup lama saat aku mendapati Yaya sedang berdiri di samping Ricky. Laki-laki itu tersenyum hangat sebelum membawa Yaya ke dalam pelukannya. Tunggu. Aku perlu mengklarifikasi perasaan dan pikiran gilaku. Seharusnya aku langsung nalar karena Ricky ingin menjemput Yaya bukan karena memang dia peduli denganku (alih-alih karena aku bekerja di department nya)

Great. Aku benar-benar tolol. Napasku tercekat saat Ricky melihat ke arahku. Demi Tuhan! Aku bahkan tidak sadar sedang melihatnya. Aku mengalihkan tatapanku secara refleks sambil meremas tasku. Cukup sudah kamuflaseku. Aku benar-benar sudah kenyang dengan masa lalu menyedihkan kami. Aku bergegas bangkit dari dudukku dan mencari kursi lain yang tidak memungkinkan bagiku agar melihat mereka lagi.

***

Whatsapp

Hanna [07.00 AM] : Py, hari ini aku ngga masuk ya.

Oppy [07.15 AM] : Maagmu gimana? Masih kambuh?

Hanna [07.15 AM] : Udah enakan dibanding kemarin tapi masih butuh istirahat

Oppy [07.15 AM] : I see. Gws ya,Han

Hanna [07.16 AM] : Iya. Thanks ya

Oppy[07.30 AM] : Btw, jangan lupa telepon Pak Ky ya, kabarin kalau km ngga
masuk hari ini.

Hanna [07.40 AM] : Bukannya cukup kabarin ke kamu aja?

Oppy[07.41 AM] : Hanna, Pak Ky itu atasan kita! You have to. Ini nomornya
+62812xxxxx

Blooming MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang