****
"Di balik serpihan kisah singkat kita, adakah sebait nuansa yang pernah terkenang?" - unknown
***
Derap langkah kaki mendekat. Aku bersiap menyeka air mataku dan segera memikirkan dalih yang tepat kepada Harris. Aku tidak mungkin mengatakan kalau dia adalah satu-satunya orang yang terlintas di otakku di tengah kacaunya perasaanku. Aku tidak mau membuat Harris merasa terlalu percaya diri. Well, aku terdengar seperti wanita yang kejam tetapi aku harus membuat langkah yang tepat. Aku tidak ingin memberi Harris harapan palsu sementara aku telah menyesali keputusanku menghubunginya beberapa menit lalu. Mungkin aku keliru. Harris hanyalah orang asing yang kebetulan menghabiskan waktu beberapa jam denganku dan itu tidak bisa menjadikan jaminan aku mempercayainya. Aku hanya sedang terjebak dalam euforia beberapa menit lalu.
Aku sedang berusaha tersenyum sambil memutar tubuhku menghadap ke sumber derap langkah itu tetapi bukan Harris yang kudapati melainkan Karina. Satu-satunya sahabatku sedang terengah-engah dengan rambut berantakan dan raut wajah penuh kekhawatiran menatapku. Aku menyergit binggung
"Kar? Kenapa kamu ada di sini?" tanyaku
"Apakah kamu mengharapkan orang lain?" balasnya kesal
"Mm... well, kupikir aku tidak...," aku memilih menggantung perkataanku karena Karina sepertinya ingin segera membawaku ke dalam apartemen dalam waktu dekat. Dia memperhatikanku dari bawah sampai atas tubuhku lalu segera mengandeng tanganku dan membawaku menuju lift
"Tunggu. Sebentar,Kar!" aku menarik tanganku dari gengaman Karina. Karina menatapku dengan sorot tidak sabaran. Aku baru akan membuka mulutku sebelum Karina melakukannya lebih dahulu,"pasti ada sesuatu yang terjadi kan?"
Tubuhku menegang. Aku mencoba menyeka sudut mataku yang berair sambil menggelengkan kepalaku lalu menjawab,"nggak kok! Aku baik-baik saja,"
"Jadi kenapa kamu hubungin aku sambil nangis-nagis memanggil nama Harris? Kalau aku adalah teman kamu, aku pasti akan berpikir kamu disakitin Harris, tapi aku sahabatmu,Han. Aku meragukannya. Pasti karena pria itu kan?" tanya Karina curiga. Aku tidak bisa menutupi keterkejutanku. Jadi, aku salah menelepon? Aku mengerjap tidak percaya
"Benar. Kamu menghubungiku bukan Harris. Bisa kamu mengatur raut wajahmu itu, huh?" Karina berdecak kesal kemudian kembali menarikku ke dalam lift tetapi pada detik selanjutnya aku menepis tangan Karina dengan tegas. Karina melihatku dengan sorot binggung sementara aku mengigit bibirku dengan ragu. Jantungku masih terasa sakit dan kedua mataku kembali berkaca-kaca. Sial. Ternyata pengaruh Ricky masih sangat nyata dalam hidupku
"Han, kenapa?" tanya Karina khawatir
"Kita ke apartemen kamu aja hari ini,Kar," jawabku hati-hati
"Loh? Memangnya ada apa? Toh, kita sudah dekat banget di apartemen kamu?" balas Karina binggung
Aku perlu mengambil napas sebanyak-banyaknya untuk mengisi relung hatiku yang perih dan mengepalkan kedua jemari tanganku untuk memberiku kekuatan sebanyak mungkin sebelum menjawab dengan nada bergemetar,"si brengsek itu ada di apartemen,Kar. Kita perlu pergi dari sini sekarang juga,"
Karina mengantupkan bibirnya seketika itu sambil menatapku dengan keterkejutan luar biasa.
***
Karina melempar sebotol soju yang sudah kosong setelah aku menceritakan segala hal yang terjadi padaku yang berkaitan dengan Ricky akhir-akhir ini secara terperinci. Pipinya memerah dan Karina kelihatan lebih ingin mencekik Ricky daripadaku
KAMU SEDANG MEMBACA
Blooming Memories
RomanceHanna tidak pernah menyangka dapat bertemu dengan Ricky lagi setelah enam tahun lamanya mereka terbentang jarak dan waktu. Pertemuan yang terkesan sangat kebetulan itu membuat Hanna bertanya alasan takdir mempertemukan mereka kembali. 1. Semesta in...