****
Rintikan air hujan membangunkan tidurku. Aku mengucek kedua mataku yang basah sambil menyergit menemukan langit biru sebagai atapku berteduh. Kedua mataku sontak memperhatikan sekelilingku yang dipenuhi dengan rerumputan plus lahan kosong. Tunggu. Dimanakah aku berada sekarang?!
Aku terlalu terburu-buru untuk bangkit hingga membuatku tersandung batu. Shit! Lutut dan sikuku terluka! Aku mengigit bibirku kesal sambil memperhatikan sekelilingku lagi. Seorang familiar menghampiriku. Idolaku itu mengangkatku dengan senyum di sudut bibirnya hingga membuatku berpikir untuk jatuh lagi agar dapat melihat senyum manis itu.
"Dicky..."
Dicky mengangguk saat aku menyebut namanya. Dia menarik tanganku dengan lembut sambil berdecak kesal karena menemukan darah segar di sana.
"Lo terluka!" pekiknya terkejut
Aku mengangguk ria.
"Iya. Jatuh tadi." balasku
"Tau gini gue ngga mau ijinin lo tidur di sini." Dicky menarikku mendekati motor besarnya. Lalu dengan cekatan dia menempelkan plester di lukaku setelah membersihkannya dengan tissue dan air.
"Kok senyum? Ada yang ... lucu?" tanya Dicky binggung. Mungkin karena aku tidak bisa berhenti tersenyum sejak jatuh tadi. Rupanya pikiran dan perasaanku sudah bergumul menjadi satu. Kupikir, aku sudah gila sejak menyukai Dicky. Laki-laki berparas tampan plus perhatian membuatku berbunga-bunga. Aku bahkan rela jatuh untuk dua kali, tidak, sepuluh kali lagi, jika memang hanya dengan cara itu Dicky menunjukkan kasih sayangnya padaku.
"Lo."
Dicky menyergit mendengarku. OMG! Pacarku benar-benar menggemaskan! Aku tidak kuasa menahan diri agar tidak mengecup bibirnya sambil mencolek dagunya yang masih polos. Ups. Apakah aku belum memberitahukan bahwa kami masih pelajar SMA, tepatnya kelas dua SMA?
"Hanna!" Dicky memperingatiku tetapi aku tidak takut. Aku malah mempersingkat jarak di antara kami sambil menarik dasi birunya. Dicky mencoba mendorongku tetapi aku mengerahkan tenagaku agar mempersingkat jarak di antara kami. Dicky memejamkan matanya dengan refleks sementara aku menyentil dahinya sambil tertawa kencang.
"Dasar mesum!"
Kedua mata Dicky membulat. Pacarku yang tampan itu menarik seragamku hingga membuat tubuh kami saling bersentuhan. Tawaku seketika mereda. Aku menjadi gugup saat Dicky menyentuh lenganku. Pipiku merona seketika membayangkan hal selanjutnya yang mungkin terjadi hingga Dicky menyentil bahuku dengan cukup keras sebelum menyerahkan helm padaku.
"Dasar! Ayo, kita pulang."
"Pulang? Are you kidding me?!!"
Dicky mengangkat bahunya. Dia memaksaku memakai helm dengan warna kesukaanku, hijau. Aku berkacak pinggang di hadapan Dicky, menolak habis-habisan ide Dicky yang menurutku terlalu anak rumahan.
"Ini bahkan belum malam, Dicky!" tuturku kesal
"Gue tahu tapi kita harus pulang sekarang." Dicky menarik tanganku ke belakang tubuhnya. Aku mengigit bibirku kesal.
"Tapi kan gue masih mau ..."
"Lo ngga mau coklat cadbury?"
Aku menarik seragam Dicky sambil meremasnya dengan tingkat kekesalan yang tinggi tetapi aku tidak bisa menghiraukan coklat kesukaanku itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blooming Memories
RomanceHanna tidak pernah menyangka dapat bertemu dengan Ricky lagi setelah enam tahun lamanya mereka terbentang jarak dan waktu. Pertemuan yang terkesan sangat kebetulan itu membuat Hanna bertanya alasan takdir mempertemukan mereka kembali. 1. Semesta in...