***
Aku bangun dengan kerongkongan yang terasa kering. Kepalaku juga terasa berat saat aku mencoba bangkit untuk meraih air mineral di nakas meja. Aku baru menyadari bahwa aku sedang berada di rumah sakit saat seorang suster berjalan mendekatiku.
"Sudah siuman bu?" suster tadi tersenyum manis padaku
"Apakah saya pingsan?" tanyaku binggung
"Benar. Ibu hampir tidak sadarkan diri selama satu hari. Sekarang dimakan dulu ya bu makan siangnya."
Apakah aku benar-benar pingsan? Aku mencoba memaksa kerja otakku dengan keras. Aku merasa masih baik-baik saja semalam saat menemani Ricky di CYE Company. Lalu ... aku memutar kedua mataku. Ah! Aku baru ingat kejadian memalukan itu. Aku pingsan tidak lama setelah Ricky meninggalkanku.
"Siapa yang bawa saya kemari,sus?" tanyaku penasaran
"Seorang security."
Aku tidak tahu harus tersenyum lega atau sebaliknya karena yang kurasakan kini adalah kekecewaan yang mulai melubangi satu bagian di jantungku. Wake up, Han! Apa yang mau kuharapkan dari Ricky? Dia membantuku atau belas kasihannya? Argh. Aku memukul ringan kepalaku sambil menggerutu dalam hati. Kupikir aku benar-benar harus mencari pasangan hidup. Kelamaan menjomblo membuatku menjadi salah menduga hanya karena Nico menanyakan keadaanku saat terakhir kami bertemu.
Oppy menjengukku saat pukul satu siang hari. Dengan perut yang mulai membesar dia meletakkan satu keranjang apel di nakas mejaku.
"Kamu kok pake acara-acara pingsan segala di kantor?" tukas Oppy yang kutahu persis hanya candaan belaka. Aku tersenyum tipis membalasnya.
"Aku melewatkan makan malamku."
"Apakah karena meeting kemarin? Masa sih pak Ky ngga kasih kamu waktu makan? Biasanya nih loh pak Ky selalu ngajak siapapun selain Hiruka, yang ikut bersamanya meeting untuk makan sebelum balik kantor."
Sebelah alisku terangkat. Tidak bisa aku untuk memungkiri akan sedikit banyaknya perbedaan yang Ricky lakukan padaku dengan teman-teman lainnya. Kami memiliki masa lalu yang tidak dimiliki orang lain pada umumnya. Tentu saja Ricky membedakanku. Ah! Apa yang kupikirkan? Alih-alih aku mengangkat bahu.
"Kalau gini kan aku jadi ngga enak sama kamu. Tau gini aku ngga perlu mengusulkan kamu ikut bareng pak Ky." kini nada suara Oppy merendah. Aku menolak gagasan itu dengan keras kemudian dengan sejurus cara aku mengajak Oppy melupakan masalah drama pingsanku (karena sebenarnya aku juga ingin mencoba melupakannya) dengan rencana liburan kami pada akhir pekan ini.
Ponselku berdering tidak henti. Aku tahu pelakunya yang tidak lain adalah Karina. Sahabat satu-satuku itu memborbadirku dengan penuh kekesalan karena aku harus membuat Harris menunggu di café giro lantaran aku tidak kunjung-kunjung tiba.
"Kamu ya! Kamu ngga tahu kalau Harris itu laki-laki yang sibuk banget? Seharusnya kamu luangkan sedikit waktumu dong? Aku ngga mau tahu ya, kamu harus minta maaf sama Harris." Oke. Itu terdengar sangat berlebihan menurutku tetapi tak ayal aku terkekeh sambil menganggukkan kepalaku walau kutahu Karina juga tidak akan melihatnya.
"Sorry. Okay? Kupikir kamu perlu mengatur ulang waktu temu kami?" ujarku
"Hari ini di café giro pukul tujuh malam. Final decision buat kamu! Awas ya kalau kamu telat lagi."
"Hari ini? Mm, gimana kalau besok?"
"BIG NO! calon date kamu itu seorang dosen tahu! Dia masih harus ngajar besok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blooming Memories
RomanceHanna tidak pernah menyangka dapat bertemu dengan Ricky lagi setelah enam tahun lamanya mereka terbentang jarak dan waktu. Pertemuan yang terkesan sangat kebetulan itu membuat Hanna bertanya alasan takdir mempertemukan mereka kembali. 1. Semesta in...