Rumit

5.6K 740 51
                                    

***

Malam barbeque yang seharusnya berjalan lancar malah terasa menusuk jantungku. Jantungku cenat cenut melihat kemesraan Ricky dengan Yessy, sesuatu hal yang bodoh, yang sangat jelas kusadari, dan harus kutendang jauh-jauh. Tetapi, aku tidak mampu mengontrol perasaanku sama sekali. Aku mengigit botol kaleng coca cola dalam gengamanku.

"What are you thinking for?" Dicky mengejutkanku lagi. Aku menggelengkan kepalaku sambil bergelung di bahu Dicky. Tiba-tiba perasaaan bersalah menusuk relung hatiku. Ah! Betapa jahatnya diriku!

"Nothing. Oh ya, film warrior kayanya keluar nih besok. Nonton yuk?" tanyaku manja

Dicky terlihat berpikir keras sebelum menggelengkan kepalanya.

"Lain kali aja deh."

Aku menyergit kesal sambil melepaskan diriku dari bahu Dicky.

"Kok gitu sih?!"

Dicky menarik napas kuat, yang membuatku semakin kesal karena seolah-olah dari sikapnya menunjukkan bahwa keberadaanku menjadi beban baginya.

"Kita bisa menontonnya lain waktu,Hanna." tukas Dicky pelan, seolah khawatir pertengkaran kami akan terdengar oleh Ricky but I don't care about it at all. Aku memalingkan wajahku sambil melipat tanganku di dada.

"Bilang aja ngga mau. Not need any other reason!" balasku

Dicky menyentuh lenganku dan sedikit memaksaku agar menatapnya tetapi aku yang masih kesal pun bersikukuh dengan menghindari kontak mata di antara kami. Dicky menarik daguku. Aku tertegun. Sorot mata Dicky menyiratkan kebersalahan luar biasa dalam, sesuatu yang belum pernah kutemukan dari Dicky. Dia mengusap pipiku dengan lembut.

"Gue janji bakalan nonton apapun film terbaru sama lo setelah itu. Oke?"

Aku mendengus dan hendak memalingkan wajahku tetapi Dicky menahan pipiku dengan kedua telapak tangannya, sedikit memaksaku agar menatapnya.

"I'm serious."

"And I'm serious too. Forget about film!"

Dicky meremas bahuku.

"Hanna, please? Gue milik lo seutuhnya, setelah Bang Ricky balik ke London lagi. Okay?"

Ternyata ini kekhawatiran Dicky. Dia ingin menghabiskan hari bersama saudara laki-lakinya, gumamku dalam hati. Rasa bersalah kembali mengerogotiku tetapi aku terlalu gengsi untuk meminta maaf. Aku hanya memalingkan wajahku tanpa berkomentar sambil mengerucutkan bibirku.

Tatapanku mengintari penjuru halaman belakang rumah Dicky. Pasangan romantis di sebelah sudut kiri ternyata sedang memperhatikan kami sedari tadi. OMG. Apakah mereka melihat aksi marahku tadi? Ah! Ini memalukan!

Ricky tersenyum padaku sambil mengedipkan sebelah matanya sebelum kembali tertawa bersama dengan Yessy. Pipiku langsung merona. Aku memalingkan wajahku, yang sialnya langsung berhadapan dengan Dicky. Rahang Dicky langsung mengeras. Dia membuang tatapannya jauh ke depan, membuatku hanya dapat menelan ludah dengan hati-hati.

Oh! seharusnya aku tahu jalan untuk pulang, bukan terbuai karena senyuman itu. Pity me!

***

Aku tidak kuat melanjutkan acara barbeque lagi. Rasa kantuk luar biasa terasa hampir membunuhku. Aku memutuskan untuk tidur terlebih dahulu di kamar tamu (yang nantinya aku akan berbagi dengan Yessy). Dinginnya AC membuat tidurku resah. Aku berencana untuk mematikan AC saat kutemukan sisi kananku kosong. Aku menyergit sambil melirik jam dinding yang telah menunjukkan pukul tiga pagi. Aku mulai berpikir jika acara barbeque itu mungkin menyenangkan hingga sampai sedini ini Yessy masih belum tidur.

Blooming MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang