****
Ada banyak cara untuk kembali. Manakah yang akan kau pilih, kembali menjadi kita atau kembali tidak saling mengenal?" - unknown
***
Gawat. Aku tidak bisa tidur sama sekali. Perasaan gemetar dan gelisah itu kembali hadir hanya dengan memikirkan Ricky dan aku berada di atap yang sama. Aku memutuskan untuk menghirup udara segar dari balkon kamarku. Langit masih begitu gelap tetapi angin berhembus dengan kencang. Rambutku bertebragan. Aku merapatkan cardigan yang membungkus tubuhku sambil menatap lurus ke depan
"Belum tidur atau tidak bisa tidur?"
Aku terkejut mendengar suara itu. Ternyata Ricky sedang berdiri di balkon. Shit! Aku melupakan hal satu itu. Tiba-tiba keinginan untuk kembali ke dalam kamar begitu kental kurasakan tetapi aku khawatir kalau Ricky mungkin saja akan mengambil satu kesimpulan menggelikan, bahwa aku ingin menghindarinya
"Entahlah," aku menjawab dengan singkat. Dalam hati, aku berharap agar Ricky tidak mengajakku berbicara lagi, kalau mungkin itu terjadi. Lalu aku mulai menghitung waktu. Well, setidaknya aku perlu berdiri sampai sepuluh menit ke depan sebelum kembali masuk ke dalam kamar untuk menghindari pemikiran negatif Ricky
"Bagaimana kabarmu?" tanya Ricky tiba-tiba. Aku sedikit terkejut. Kepalaku menoleh ke arahnya. Lalu aku menemukan Ricky juga sedang melakukan hal yang sama. Aku mengalihkan tatapanku pada detik berikutnya
"Baik-baik saja,"
Ricky tidak membalas perkataanku. Bagus. Baik Ricky maupun aku tidak mengeluarkan suara sama sekali. Aku dengan jantungku yang berdegup kencang dan Ricky dengan tatapan datarnya. Aku menarik napas pelan sambil mengambil dua langkah mundur
"Apakah kamu berencana menetap di sini untuk kedepannya?" tiba-tiba Ricky mengeluarkan pertanyaan tidak terduga ketika aku hampir berhasil meninggalkannya seorang diri. Aku menahan langkahku di sana. Kepalaku berputar delapan puluh derajat agar melihatnya. Pada saat yang bersamaan, Ricky menoleh melihatku. Dia selalu berhasil mengunci tatapan di antara kami. Entah bagaimana caranya melakukan itu
"Mungkin. Jauh dari kepenatan Ibu Kota," jawabku berusaha terdengar seringan mungkin. Take a deep breath, Han. Jangan buat dirimu kelihatan murahan.
"Kenapa tiba-tiba?" lanjut Ricky sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Ting. Alarm bawah sadarku berbunyi keras. Ini bahaya,pikirku. Ricky kelihatan penasaran dengan rencana masa depanku. Aku tidak bisa membiarkan mengetahui rencanaku sama sekali
"Nggak juga. Bagaimana di rumah saya? Apakah cukup membantu kamu?" tanyaku mengalihkan pembicaraan. Ricky tertawa kecil untuk alasan yang tidak kuketahui. Apakah mungkin ... dia telah menduga aku akan mencoba mengalihkan pembicaraan? Damn! Aku mengalihkan tatapanku seketika itu
"Sejauh ini semua baik-baik saja. Orang tua kamu juga humble banget,"
Aku tidak menjawab sementara Ricky kembali melanjut,"saya akan berada di Bali untuk beberapa minggu ke depan. Apakah orang tua kamu tidak masalah dengan itu?"
Sebelah alisku terangkat. Beberapa minggu ke depan? Kenapa Ricky 'liburan' selama itu? Dia bahkan tidak memberiku waktu yang spesifik yaitu kapan dan jam berapa dia akan meninggalkan rumahku
"Well, tentu saja saya akan membayar sama seperti yang saya bayar di Hotel," lanjutnya sambil menahan senyum. Aku menjadi geregetan. Ricky menahan senyum di hadapanku? Gagasan gila dari manakah itu? Apakah Ricky sempat membentur kepalanya? Aku mengigit bibirku dengan resah. Sumpah. Aku tidak pernah ingin stuck pada Ricky lagi, mengingat betapa buruk dia memperlakukanku selama ini, tetapi instingku sebagai seorang wanita terganggu. Bagaimanapun Ricky adalah seorang laki-laki tampan, yang sedang berdiri di samping balkon kamarku, sedang tersenyum padaku di tengah malam seperti ini. Shhh! Aku merapatkan cardiganku sambil membasahi bibirku
KAMU SEDANG MEMBACA
Blooming Memories
RomanceHanna tidak pernah menyangka dapat bertemu dengan Ricky lagi setelah enam tahun lamanya mereka terbentang jarak dan waktu. Pertemuan yang terkesan sangat kebetulan itu membuat Hanna bertanya alasan takdir mempertemukan mereka kembali. 1. Semesta in...