# 6 PANDANGAN

14.6K 430 4
                                    

# 6 PANDANGAN

“akh… jidat ku. Kenapa tiang ring ini tiba tiba ada di sini sih” omelku, aku mendengar pak Ridwan menanyakan keadaanku. Aku ingin sekali menjawab menurut bapak. Mana mungkin aku tega menjawab itu. Aku hanya tersenyum mengangguk.

Semua anak berkerumunan di sekitarku. Bang marcel datang menghampiriku dan memapahku di ke kursi pinggir lapangan.

“Abang, kan kita lagi acting” aku mencoba membisikinya, mengingatkannya. Sudah ku bilang abangku ini tidak begitu pandai acting

“Mana bisa abang diem aja, liat adikku yang ceroboh ini sengsara”. Ini yang aku suka, walaupun kami sepupuan, tapi Bang Marcel sudah merawatku seperti saudara kandungnya sendiri. Dan aku juga menganggap laki laki di sampingku ini sebagai abang kandungku sendiri.

“Apaan juga coba” .

Aku merasa senang setidaknya dia masih peduli denganku, walaupun kami beracting tidak saling kenal. Tapi setelah kejadian ini, semoga tak ada yang mencurigai hubungan kami. Hubungan bahwa kami sepupuan.

“Sudah kamu duduk diam saja di sini. Nggak usah ikut olah raga”

“iya abangku sayang” duh senengnya diperhatiin sama abangku.

Acara olah raga selanjutnya adalah basket. Melihat mereka dari bangku ini membosankan, kan aku juga mau main basket, tapi mengingat peringatan dari bang Marcel, aku nggak mungkin ikut. Peringatan itu jika seandainya yang mengutarakannya adalah Pak Ridwan atau temen temenku yang lain pasti nggak bakal aku gubris. Kalau sudah abangku yang mengatakannya, entah kenapa secara begitu saja aku bisa menuruti permintaan mereka.

“Kau tak pa pa?” aku mendongakkan kepala ketika mendengar suara sahabatku itu.

“tadinya, tapi sekarang aku sudah baikan” aku berusaha meyakinkannya, karena pada kenyataannya aku memang baik baik saja. Aku keluarkan senyumanku, yang menurut ku bisa membuat orang lain merasa yakin dengan apa yang aku ucapkan.

“apa sebelumnya kamu pernah mengenal Marcel, kalian terlihat sedikit akrab. Kau tau, biasanya ketika kita sedang berdekatan dengan orang asing kita akan sedikit canggung. Tapi bahasa tubuh kalian terlihat akrab”

Apa perlu aku cerita saja ya, Nessa juga sahbatku “Kau tau, sebenarnya kami ini sepupuan”

“APA?” kubekap mulutnya untuk tak berteriak lagi. Yang bener saja juga coba, entah sudah berapa kali aku mendengarkannya berteriak APA. Sudah sering, bahkan telingaku sudah cukup peka untuk merespon suaranya.

“Sutt” kulepas tanganku dari mulutnya “jangan teriak ya?”

“janji”

Aku menceritakannya semua tentang hubunganku dengan Bang Marcel.

Respon nya hanya menganggukan kepala. Terkadang ia juga memperlihatkan muka cengonya. Aku hanya bisa menghela nafas berat.

“Susah ya, kalau tinggal satu rumah dengan cowok yang popular di sekolah”

“Iya”

“Sel?” tanyanya ragu ragu

“Iya?”

“Nanti pulang sekolah, kita ke taman dulu ya” kenapa tiba tiba mau pergi ke taman. “Ada hal yang perlu aku ceritakan” aku bingung harus bagaimana menanggapinya. “Ayo, kita harus berganti pakaian jika tidak kita bisa kena hukum membuat esai sejarah”

 Istirahat, yey. Tadi Nessa terburu buru pergi ke kamar mandi. Mules kelihatannya. Aku disuruh duluan pergi ke kantin.

Kupegang kepalaku, tadi waktu ganti baju jidatku hasil karya terbentur masih berwarna merah. Pasti sekarang sudah berwarna ungu. Aku mencoba menutupinya dengan poniku.

Jeduk, kapan aku berhenti kejedok ya Allah. Suka banget kejedoknya.

Aku mencoba mendongak, mata biru itulah yang pertama kali aku lihat. Diam. Diantara kami tidak ada yang bergerak. Masih dengan posisi saling berpandangan.

Ia tersenyum, tersenyum. Manisnya. Sadar sel, sadar. Kembali ke bumi, kembalikan kesadaranmu Sel. 

Entah kenapa setiap melihat dirinya aku selalu kena sial. Waktu pertama kali masuk sekolah saja, aku harus jatuh dengan buku buku jatuh semua. Aku rasa aku harus mulai menghindari cowok ini supaya tidak selalu kena sial berturut turut.

Ia menempelkan telunjuknya ke kepalaku, menandakan untuk ku pergi dari hadapannya. Ia berlalu dengan santainya.

“yak, kau…” ku teriyaki punggungnya. Dia berhenti. Badannya berbalik dengan menunjukkan senyumnya. Gila nih cowok. Ice Prince. Julukan yang pantas untuk cowok sok keren kayak dia.

Ingin sekali aku marah, inget Sel, jaga kesabaranmu. Kulihat buku buku jariku memutih karena kepalanku.

Barani benarninya dia, emang dia siapa bisa bisanya melakukan semua itu. Abang abangku bahkan tak ada yang pernah melakukan hal itu. Dasar cowok menyebalkan.

Sesampainya di kantin, aku memesan dua makanan untukku dan Nessa. Ketika aku baru duduk, aku melihat Nessa menghampiri ku.

“Nessa aku mau cerita” nessa yang ketika itu akan menyendokkan nasi goring yang aku pesan hanya bisa melayang belum sampai ia telan sudah di taruhnya kembali.

“Kita makan dulu ya, aku lapar nih. Habis buang air besar, perutku lapar” wajahnya melas, tak tega aku menolaknya.

“Baiklah, tapi janji ya setelah itu kamu dengerin ceritaku”

“Iya janji”

Kami makan dalam hening, aku berusaha menghabiskan makananku agar bisa cepat cepat cerita.

“Tadi aku kejedok lagi” makanan yang di kunyah sahabatku ini sukses membuatnya tersedak. Aku memberikan jus strawberry kesukaannya.

“Kok kamu Jodi hobi kejedok sih?”

 “Mana aku tahu juga” aku mengangkat pundakku. “kamu tau aku kejedok di mana?”

“Emang di mana”

“Di pundaknya Angga”

“APA?” ya ampun kenapa dia hobi banget teriak sih. Semua pengunjung kantin memandang kami. Kita berdua hanya bisa memberikan senyuman ke semua penjuru kantin yang merasa terganggu dengan teriakan Nessa ini.

“shut… jang teriak. Ya ampun Ness, telingaku bisa sowel gara gara teriakanmu tau”

“Iya – iya maaf. Jadi gimana ceritanya”

Cerita pun di mulai, dari perjalanan di koridor, kemudian kejedok, dilanjutkan teriakkanku di koridor.

Aku tak tau apa yang Nessa gumamkan. Aku mendengarnya memalingkan muka sambil bergumam. ‘ia benar benar keterlaluan’ kalau tidak salah dengar sih.

“kau tau, untuk hari ini saja, aku sudah sengsara gara gara dia. Mulai berangkat sekolah tadi sampai di koridor tadi. Aku sial gara gara mata birunya itu”

“Apa hubungannya mata birunya dengan kesialanmu?”

“Duh ness, aku ngrasa setiap dia ada disekitarku. Maka aku akan kena sial”

“Jangan gitu, kalau kamu sampai jatuh cinta. Siapa yang bingung, kamu sendiri kan?”

“Sorry ya, nggak level aku sama dia”

Kami berdua tertawa bersama. Jika dillihat lihat Nessa sedikit mirip dengan Angga, mungkin Cuma warna mata mereka saja yang berbeda.

***tbc*** 

Wih... di samping ada fotonya Angga tuh. Cool tapi cuek. mampir ke media yuk

VotandKomt selalu ditunggu.jangan lupa ninggalin jejak prasejarah. tengkyu. xoxo 

The StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang