Keanehan 2

3K 165 14
                                    

"Jena, besok kamu harus ikut ibu sama ayah ketemu koleganya ayah." Kata ibu, dia melemparkan dua paper bag besar keatas kasur Jena. "Ibu sudah beliin kamu gaun. Besok kamu pakai." Perintah ibu.

Jena menatap malas tas-tas besar itu. Tapi, tak urung ia penasaran juga, apa saja yang dibelikan ibu untuknya.

Rina pun keluar dari kamar putrinya. Tiba-tiba, pintu dibuka dengan keras oleh Rina lagi. "Satu lagi, besok jangan sampai kesiangan!" Rina memperingati anaknya itu. Setelahnya, ia menutup kembali pintu kamarnya.

Jena menendang tas-tas itu ke lantai. Kemudian, dia berputar, berguling, menendang, mengacak-acak kasurnya. Dia bosan. Tidak ada yang mengajaknya bermain, ataupun mengobrol.

"Panas banget, anjir! Wah, alamat gue bakal tidur di lantai kalo gini caranya." Ucapnya bermonolog.

Dia meraih tombol AC dan memeriksa suhunya, "Nih suhu kaga bisa didinginin lagi apa?! Panas banget ya Allah!" Sungutnya sambil melepas baju tidurnya. Jadilah dia memakai tank top untuk tidur malam ini.

Jena menyusun bantal dilantai. Ya, dia memutuskan untuk tidur dilantai malam ini. Dan, sebelum tidur seperti biasa ia pergi ke kamar mandi, dia meraih shower dan membasahi sedikit bagian bawah tank top dan celana tidurnya.

"Nah, gini dong dari tadi, kan jadi dingin."

-W-

Byurrr

"Bangun lo, Jena! Hari minggu kerjaan lo tidur doang!"

Jena megap-megap sendiri karena kakaknya baru saja menyiramnya dengan air segayung. Sekarang mata Jena perih. "Apa-apaan sih lo kak?! Mata Jena perih, nih!" Jena mengucek-ngucek matanya berharap rasa perihnya hilang.

Ilham berjongkok didepan adeknya sambil mengulurkan jam berukuran kecil kepada Jena. "Lihat, tuh, udah jam berapa!" Omel Ilham sambil menggelengkan kepalanya. "Lagian, lo ngapain sih Jena, tidur di lantai?! Mana pake tank top doang lagi! Tuh liat, kerjaan lo bikin lantai basah mulu setiap hari." Lanjut Ilham.

"Berisik lo, kak!" Kata Jena sambil menutup kupingnya. "Keluar sana, gue mau mandi!" Suruh Jena acuh.

Ilham menggeleng tegas, "Nggak! Gue tau, pasti lo nggak bakal langsung mandi. Gue tau tabiat lo, Jenaira Rashilla!" Jelas Ilham.

Jena menolehkan wajahnya pada Ilham sambil memutar matanya, "Hellow! Terus lo mau disini gitu? Ngeliat gue buka baju dan pake baju didepan lo? Iya?!" Cecarnya jengah.

"Awas lo kalo lama!" Sentak Ilham yang akhirnya memilih untuk keluar dari kamar Jena.

Seperti biasa, Jena melepaskan pakaiannya asal-asalan. Sebelum masuk ke kamar mandi, ia berteriak, "Kak, panggilin bibi suruh beresin kamar gue!"

Ritual mandi Jena selalu lama seperti biasanya. Sampai pembantu mereka selesai membersihkan kamar Jena pun, gadis itu belum selesai mandi. Di depan pintu, Ilham melongok dan bertanya pada pembantu mereka, "Jena udah selesai, bi?"

Beliau tersenyum sungkan sambil menggeleng, "Belum, mas."

Sebenarnya, pembantunya pun merasa aneh akan kebiasaan majikannya yang satu ini. Tidak seperti saudaranya yang lain, Jena justru kelihatan amburadul.

Lihat saja, kakaknya saja sudah terlihat tampan dan gagah dengan setelan formal yang melekat pas pada tubuhnya. Sedangkan si bungsu? Mandi saja belum selesai!

Ilham geram. Dia masuk ke kamar Jena dan berjalan menuju pintu kamar mandi. Dia berhenti di depan pintu dan mulai menguping.

"Samina mina e e waka waka e e samina mina saka dewa ana wa a a..."

"JENA!!"

Jena mematikan showernya, ia berhenti bernyanyi. "Apa sih kak?!" Balasnya agak keras.

"Cepetan atau gue dobrak nih pintu trus gue seret lo ke depan ibu sama ayah, Jena!"

"Iya-iya! Lo keluar dulu, ih!" Balas Jena.

"Cepetan! Sepuluh menit!" Teriak Ilham.

Ilham mendesah panjang. Ia lelah mengurusi Jena yang sepatutnya sudah dewasa. Dia sudah berumur 16 tahun, man! Ah sudahlah.

Tak lama dari itu, Jena keluar dengan lilitan handuk. Jena membuka lemarinya dan mencari pakaian dalam untuknya. Seketika itu juga, ponselnya berdering.

"Ya?"

"Kamu lagi dimana, Jen?"

"Di rumah."

"YATUHAN JENAIRA! KAMU ITU YA NGGAK BISA DI KASIH TANGGUNG JAWAB SAMA SEKALI!"

Jena menjauhkan ponsel dari telinganya sebentar sampai teriakan ibunya mereda. "Kenapa sih, bu? Lagian kakak tuh yang telat bangunin Jena!" Tukas Jena.

"Halah! Ibu tau kakak kamu, Jen! Dia nggak mungkin telat ngebangunin kamu. Yang ada kamu yang memang susah dibangunin." Balas Rina tajam.

Jena tersenyum jahil, "Nah, tuh, ibu tau kalau Jena susah dibangunin."

"JENA!--"

Tut.

Jena memutuskan panggilannya. Dia melempar ponselnya ke kasur. Jena mengusap wajahnya yang masih basah dengan kasar. Baru saja Jena ingin mendudukan pantatnya di atas kasur, sebuah teriakan membuatnya kembali tersadar.

"JENAIRA LAMA BANGET SIH!"

Kebiasaan. Jena memiliki kebiasaan yaitu pelupa. Tak ingin membuat kakaknya menunggu lebih lama lagi, Jena segera berpakaian dan menyusul kakaknya yang sudah ada di halaman. Yang tentu saja dibuat kaget dengan penampilan Jena yang err--entahlah susah di deskripsikan.

Satu hal yang pasti, Jena lupa memakai gaun pemberian ibunya.

-W-

A.N : sejauh ini, ceritanya membosankan gak sih? Mau tau aja gitu gimana sama feel ceritanya. Dapet atau enggak?

Keep voting!

WEIRD GIRL #WATTYS2020Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang