Keanehan 12

1.6K 93 2
                                    

Aku tidak marah padamu, hanya saja aku tidak bisa berkata jujur bahwa aku mencintaimu.

Motor Raka sampai dipekarangan rumah Jena pada pukul setengah tujuh malam, untung saja ibu dan ayah belum sampai dirumah karena sibuk mengurusi pekerjaan masing-masing.

Jena belum menyadari bahwa ia telah sampai dirumah hingga Raka menyadarkannya dengan satu pertanyaan, "Masih betah?" Jena melirik keadaan sekitar dan dia memaksakan senyumannya dihadapan Raka lalu turun pelan-pelan karena ia masih sedikit pusing akibat jambakan Nanda tadi.

Jena menepi dan memperhatikan Raka dengan intens hingga ia mengeluarkan suaranya yang masih sedikit parau, "Maaf." Kata Jena parau.

Raka ikut menatap Jena tanpa senyuman, "Seharusnya aku yang minta maaf, aku yang udah ngajak kamu tadi. Maaf kalau kamu tadi jadi dijambak sama..."

"Ka Nanda, kan?" Potong Jena sambil terkekeh.

Raka menunduk dan mengangguk, ia merasa bersalah pada muridnya ini. "I'm so sorry, Jen." Lirihnya.

Jena mengelus bahu Raka sambil tersenyum, "Ya, Jena tau. Jena juga minta maaf ya, kak. Gara-gara Jena semuanya jadi kacau." Begitu Jena ingin menjauhkan tangannya dari bahu Raka, satu tangan Raka menahan tangan Jena dan menggenggamnya. "Kamu marah, Jen?" Raka mengajukan satu pertanyaan yang err--tidak logis. Buat apa Jena marah?

Jena lantas tertawa, "Buat apa aku marah, kak? Aku bukan siapa-siapa kakak, kan?" Tanya Jena skeptis sambil melepaskan tangannya dari genggaman Raka.

Raka terhenyuh, sebelum Raka menyela ucapan Jena. Jena buru-buru menambahkan, "Aku cuma murid aneh yang mencoba untuk belajar dan kebetulan yang menguntungkannya, aku diajar oleh kakak. Ya, hanya itu." Jena mengangguk-anggukkan kepala sambil mengucapkan kalimat tersebut.

"Jena,"

Jena memutar matanya, "Kenapa lagi sih, kak?"

"Maaf." Ucap Raka lagi, kali ini ia sudah bangkit dari atas motor dan berdiri berhadapan dengan Jena.

"Harus Je--"

Sebelum Jena menyelesaikannya, Raka sudah membawa Jena kedalam pelukannya. Raka menaruh dagunya diatas kepala Jena. "Kak," Jena mengucap lirih.

Raka semakin mengeratkan pelukannya ketika Jena memanggil, "Biarin ini kayak gini, Jen. Just a moment." Bisiknya.

Jena mengangguk dalam diam.

Dalam diam juga, Jena membalas pelukan Raka. Dari posisi Jena sekarang, ia dapat mendengar degup jantung Raka yang terdengar seperti sedang dugem. Jena tahu jika Raka sedang gugup sekarang. "Kak, kakak deg-deg an," Ucap Jena.

Raka terkekeh, dia mengusap rambut Jena yang menguarkan aroma bedak, "Masa?" Tanya Raka.

Jena mengangguk, ia tidak bisa menahan senyumnya saat mengetahui fakta bahwa Raka gugup dihadapannya.

"Kakak jatuh cinta sama aku, ya?"

-W-

Gila! Semuanya gila!

Jena sedang duduk dihadapan cermin sambil senyum-senyum sendiri.

Sebuah lagu mengalun dari speaker yang Jena nyalakan, "I know you love me, I know you care..." Nyanyinya sambil menunjuk ke arah cermin yang menampilkan wajah bahagianya.

Makin gila gue ternyata. Pikirnya.

"Lo kenapa sih, Jena?" Tanyanya sambil memegang kedua pipinya yang digembungkan. "Jawab, woy!" Jena mencubit sendiri kedua pipinya.

"Aw--sakit, njir!" Pekiknya sambil mengelus bekas cubitannya. "Apakah ini mimpi?" Tanyanya lagi pada cermin, lalu Jena kembali menampilkan wajah konyolnya sebelum berkata, "Tentu saja, tidak!"

Sakit jiwa lo, Jen.

"Mirror mirror on wall, who's my prince charming?" Tanyanya yang beranggapan seperti berada di film snow white.

Lalu dengan suara yang dibuat-buat dia menjawab, "Of course, Rakassya Putra is your Prince!" Setelah itu ia tertawa lagi.

Tangan Jena membuka jepitan pada rambutnya. Dia menyentuh rambut itu, "Sialan banget nih, Nenek lampir. Main jambak-jambak rambut gue aja, gue kan belum ada persiapan." Gerutunya sambil menyisir rambutnya dengan jari-jarinya. "Sakit, njir. Tuh nenek lampir pake kekuatan apa sih bisa sampe sakit begini?!" Lanjutnya.

Jena terus mencoba merapikan rambutnya dengan jari-jari lentiknya, "Kayaknya ini efek gue males sisiran deh. Jadi kusut banget, nih." Keluhnya sambil melihat beberapa rambut yang rontok di meja nakasnya.

"Liatin aja nih nenek lampir, kalo ketemu sama gue lagi bakal gue bales perbuatan dia. Tai banget pake bilang gue cewek murahan segala." Jena memasang tampang yang menurutnya seram. Lalu selanjutnya ia tersenyum miring sambil mengangkat satu alisnya.

"Bilang aja lo iri, kan? Nggak bisa dapetin cintanya Kak Raka lagi."

-W-

"Jen, ayah mendaftarkan kamu untuk sekolah kepribadian di bandung." Ucap ayah membuat Jena yang sedang duduk mengangkang sambil sarapan terkejut dibuatnya.

"Bohong banget dah ayah," Tukas Jena.

Ayahnya menegakan tubuhnya dan merubah posisi duduknya diatas sofa, "Ayah nggak bercanda, Jen. Kelakuan aneh kamu tuh harus benar-benar dirubah." Katanya datar.

Jena merengek, "Ih, ayaaaah..." Rengeknya. "Jena nggak mau, yah! Kan Jena juga ada homeschooling disini." Elaknya.

Mata Jena berkaca-kaca ketika mendengar ucapan ayahnya, "Hanya dengan homeschooling kamu itu tidak dapat merubah semua kelakuan aneh kamu, Jen. Lagian, kamu tuh seharusnya malu dengan orang-orang."

"Malu? Kenapa harus malu?" Tanya Jena dengan perasaan yang campur aduk. "Ini kan diri Jena sendiri bukan diri orang lain." Respon Jena acuh tetapi tak memungkiri ia tidak dapat menahan tangisnya.

"Cewek yang diumur kamu itu pada sibuk-sibuknya ke salon, merubah penampilan. Berdandan jika ingin pergi. Bahkan mereka tidak ada yang masih mengemut jempol, Jena! Hanya kamu yang begitu!"

Jena menangis tanpa suara, "Terus kenapa kalau hanya Jena yang begitu? Ayah malu punya anak kayak Jena? Iya, yah?" Tanya Jena bertubi-tubi.

Ayahnya diam. Jena mengelap air matanya, "Jawab Jena, Yah! Ayah malu punya anak kayak Jena?" Tuntut Jena lagi.

Ayah bangkit dari sofa, "Kamu masih punya waktu seminggu untuk prepare barang-barang kamu, Jen." Ucap ayah sambil meninggalkan Jena dalam kesedihannya.

Ayah malu punya anak kayak gue. Itu poinnya.

-W-

A.N : Sedih banget Jena harus pindah ke bandung :(

Keep on voting!💖

WEIRD GIRL #WATTYS2020Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang