30.

543 50 14
                                    

Ketika menyadari di rumah bakal sendirian, Ezra tak jadi pulang cepat hari ini. Ia memilih keliling kota naik motor untuk menghilangkan rasa jenuh dan rindunya yang semakin menggila.

Dia kangen banget sama Widi. Lelaki kecil yang telah menawan hatinya itu sedang cuek sekali. Tak satupun telepon atau pesannya dijawab hingga Ezra mulai khawatir. Dia hendak lapor ke kantor polisi urusan orang hilang tapi tak tahu ciri-ciri terakhir Widi.

Awalnya, jika Widi pulang, Ezra akan mengikatnya di kursi makan lalu memarahinya habis-habisan. Tapi sekarang dia ingin sekali memeluk dan mencium pipinya yang lembut berkali-kali.

Pokoknya kalau Widi pulang, Ezra harus menciumnya! Biar dia salting! Biar kapok!

Hahaha. Rencana bagus.

"Mas! Mas! Awas!" teriak seorang perempuan entah dari mana. Belum sempat Ezra menoleh, motornya sudah diseruduk oleh sesuatu dari arah kanan. Entah apa itu. Motor Matic yang Ezra tumpangi langsung roboh ke kiri saking kuatnya dorongan itu. Pemuda itu pingsan di tempat.

Tiga jam kemudian Ezra baru sadar dan mendapati dirinya terbaring di atas ranjang.

"Rumah sakit?" tanyanya sambil mengendus aroma pembersih lantai cemara dan aroma obat.

"Iya. UGD," ujar Ivan yang sudah duduk di kursi sebelah ranjangnya. Ia nyengir. "Lo ditabrak emak-emak naik motor 250cc. Motor lo ringsek tuh."

Cowok itu berdecak. "Ada aja musibah. Lagi nyusun skripsi kok motor malah ringsek. Duh Gusti."

"Sabar deh. Untung aja lo lagi dalam keadaan aman secara pakaian. Jadinya gak lecet."

Ezra memperhatikan tubuhnya. Lukanya tidak parah. Cuma kaki kirinya saja yang sepertinya keseleo. "Gue gak perlu nginep di sini kan?"

"Kontrol aja. Si emak-emak warrior juga mau tanggung jawab kok."

"Alhamdulillah." Ezra lega sekali. Ia memberi kode agar Ivan mendekat padanya. "Tadi kayaknya gue bengong waktu naik motor."

"Ampun dah! Gila lo!"

"Gue mikirin Widi. Gue kangen sama dia."

"Dasar homo!"

"Biarin. Setidaknya gue gak akan nyakitin perempuan lagi saat gue jadi homo."

"Karepmu, Zra."

"Mengelus bola-bola di kasur bersama pacarmu itu enak sekali lho!" jelas Ezra dengan dengan logat Jawa. Ivan malah merinding dibuatnya, ia menampar kaki Ezra sampai cowok itu menjerit.

*****

Ketika acara tahlilan hari ke tujuh wafatnya ibunda Widi selesai digelar, Bapak bergegas menuju kamarnya. Widi hendak mencegahnya tetapi malah mengurungkan niatnya begitu teringat Bapak yang masih menangisi ibunya saat mengaji tadi. Bapak tidak sama seperti anggota keluarga yang lainnya, butuh waktu lama baginya untuk bisa menjalani hidupnya tanpa Ibu. Belahan jiwanya.

Sambil membereskan piring dan gelas, Widi bicara pada Mas Dani.

"Mas Dani, besok, sehabis Maghrib, aku mau ke Bogor lagi."

Yang diajak bicara langsung menghentikan aktivitasnya. Dua kakak Widi yang lain juga jadi ikut menoleh.

"Kamu belum sehat, Dek."

"Udah mendingan. Aku juga harus kuliah lagi, Mas," jelas Widi. "Bapak gak pernah ajarin kita untuk meninggalkan tanggung jawab, kan?"

Mas Dani menoleh pada kedua kakaknya. Mas Pur langsung memalingkan wajahnya, tak peduli, baginya ada atau tidak adanya Widi di rumah itu, tak akan memberikan pengaruh besar terhadap keluarga ini.

His Love 🌈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang