41.

560 56 49
                                    

Sebelumnya Widi menelepon Ivan agar dapat mengetahui apakah wisuda FE Akuntansi sudah selesai atau belum. Beruntung Ivan menjawab sudah selesai sehingga ia bisa bergegas menemui Ezra.

"Ezra!" panggil Widi pada sosok Ezra yang tampak kebingungan. Cowok ganteng itu melambaikan tangan padanya. "Zra, lihat."

Selempang cum laude. Ezra bangga sekali pada Widi.

"Pinter kamu, Nyil," puji Ezra. Cowok itu kembali tak fokus seperti sedang mencari sesuatu.

"Kamu kenapa?"

"Gak apa-apa. Keluargaku mana, ya?" gumam Ezra.

"Masku juga gak datang, Zra," kata Widi. Ia memainkan lengan toga Ezra. "Kita lulus. Terus tinggal kita pikirkan gimana kelanjutan hidup kita di masa depan. Kamu dan aku."

Melihat binar di kedua mata Widi sungguh ingin membuat Ezra menangis. Senyumnya sangat menyiratkan kebahagiaan. Harapan cowok kecil ini padanya pasti sudah terlalu besar.

"Mas Ezra," sapa seorang perempuan cantik berkerudung. Ia mendekati Ezra. "Dicari ayah."

Mata Widi bergerak dari perempuan itu ke Ezra. Wajah Ezra tampak gugup. Dalam hati Widi mulai bertanya siapakah perempuan ini. Sekedar informasi, Ezra itu cuma punya kakak laki-laki. Perlahan Widi memperhatikan Ezra dari atas ke bawah.

Please! Jangan... Jangan ada benda itu... - Widi

Dan jantungnya berhenti berdetak saat melihat sebuah cincin melingkar di jari manis kiri Ezra. Ia alihkan pandangan ke tangan gadis itu dan menemukan cincin yang sama.

Nafas Widi langsung sesak.

"Biyah, kamu duluan aja. Aku ada perlu sama temanku," kata Ezra pada gadis itu.

"Iya, Mas. Biyah duluan, ya."

Perlahan gadis itu mulai menjauh dari mereka. Ezra dapat melihat kekecewaan di wajah Widi. Widi balik badan dan meninggalkan Ezra. Jalannya begitu cepat.

"Widi!" panggilnya. Cowok itu tak menghentikan langkahnya. "Widi!"

Ezra segera berlari menyusul Widi yang mulai menjauh darinya. Ketika berada di koridor sepi, Ezra meraih lengan Widi dan memaksanya untuk duduk juga mendengarkan penjelasannya.

"Widi duduk dulu!"

"Buat apa?! Dengar semua kebohongan kamu!"

"Ini semua di luar kendaliku!" bentak Ezra. Ia berhasil membuat Widi duduk. Kini Widi menangis. Semua sesak di dadanya turun keluar bersama air mata. "Maafin aku."

"Gampang banget kamu minta maaf!" sindir Widi. Ia memberondong Ezra dengan banyak pertanyaan. "Dia siapa? Kenapa kamu sama dia? Kenapa cincin kalian sama? Apa dia tunangan kamu? Apa kamu hamilin anak orang?!"

"Dia memang tunanganku! Puas kamu?!" bentaknya. Jawaban Ezra membuat Widi semakin terisak. "Dan aku gak hamilin anak orang! Ini semua udah dirancang bundaku!" Ia terlihat sama kecewanya. "Bunda sakit, Wid. Kanker. Udah masuk stadium akhir!"

Mendengar cerita Ezra, Widi ingat ibunya. Ya ampun! Ini rumit sekali! Ia tak mau melepaskan Ezra untuk menikah dengan perempuan lain, tapi jika itu permintaan seorang ibu... Ah! Widi juga tak tega!

"Dia minta aku menikah dengan perempuan pilihannya." Kini Ezra juga menangis. "Aku gak tega nolaknya! Dan hari ini bundaku gak bisa hadir di acara wisuda, bunda udah seminggu ini di ICU."

Hati keduanya sama hancurnya. Widi bahkan merasa sudah mati rasa. Ia melihat Ezra menangis sedih.

"Maafin aku, Sayang. Aku gak bisa pilih kamu. Aku sayang bundaku. Sekarang penting membuatnya bahagia. Dia udah banyak berkorban untuk aku." Ezra mengelap matanya. Ia menggenggam tangan Widi yang lemas. "Sayang, maaf. Aku gak bisa bersama kamu lagi."

His Love 🌈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang