37.

514 59 27
                                    

Di luar ruang ICU, Widi duduk sendirian. Wajahnya suram sekali. Ia bernafas dengan cepat agar tak hilang kesadaran. Mas Dani sedang bicara dengan dokter di dalam sana, dan Mbak Ita sedang menuju bagian administrasi.

Bapak koma. Itu yang dia dengar. Jantungnya berdegup kencang karena ketakutan kehilangan ayah tercinta.

Baru aja Ibu pergi, sekarang Bapak hampir pergi juga. Ya Allah, tolong jangan ambil Bapak dulu. - Widi

Ia meneguk air dalam kemasan yang dibelikan kakak iparnya. Pikirannya mendadak kosong.

Plak!

Widi terkejut dan memegangi pipinya yang panas. Ia melihat Mas Pur berdiri di depannya, dadanya kembang kempis begitu cepat, wajahnya merah penuh amarah.

"Kamu lagi! Tiap kamu datang, kamu selalu bawa sial!" ucapnya dengan keras. "Dulu Ibu sakit-sakitan gara-gara kamu! Sekarang kamu juga mau buat Bapak seperti itu?!"

"Widi gak buat apa-apa yang bikin Bapak celaka, Mas." Widi mencoba membela diri.

"Bohong! Kamu sama pacar kamu itu sama saja bawa sial!" Mas Pur menunjuk wajah Widi. "Jangan pikir aku ndak tahu kalau Jonathan sialan itu datang ke rumah! Kalian pasti ngomong sesuatu yang bikin Bapak kepikiran sampai jatuh begini kan?"

"Ya Allah! Mas! Kami baik-baik aja. Gak ada hal yang bikin Bapak marah." Widi berusaha tenang.

"Pergi kamu dari sini!"

"Gak mau. Widi mau nunggu Bapak."

"Pergi! Anak setan!" Mas Pur mendorong Widi agar menjauh. "Sana hidup sama pacar kamu! Kamu gak ada gunanya di sini! Kamu cuma jadi aib keluarga! Memalukan!"

"Mas! Izinin aku di sini!" pinta Widi dengan wajah memelas. Ia hampir menangis. Tapi Mas Pur terus mendorongnya agar menjauh. "Mas! Aku mohon!"

Habis sudah kesabaran kakak sulungnya itu. Di depan banyak orang Widi ditarik lengannya secara paksa, ia dibawa keluar gedung rumah sakit.

Di luar gerbang rumah sakit, ia mendorong adiknya sampai jatuh.

"Pergi kamu! Jangan pulang ke rumah! Kalau besok saya ke rumah dan masih ada kamu, saya bunuh kamu!" ancamannya. Pria itu berbalik menuju ruang ICU meninggalkan Widi yang tangan dan kakinya lecet terkena aspal.

Mas Pur jahat banget! - Widi

Widi menghapus air matanya. Beberapa orang melihatnya dan merasa iba. Ini membuatnya risih, ia segera meninggalkan tempat itu. Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya.

Maaf tadi mas gak bisa tolong kamu.
Pulang ke rumah aja, dek.
Kunci pintunya dari dalam. Kalau Mas Pur yang datang, jangan kasih masuk.

-Mas Dani-

"Ya udah. Aku pulang," gumamnya. Ia menoleh ke belakang. Melihat gedung rumah sakit itu. Ada rasa tak rela karena meninggalkan bapaknya. Tapi mau bagaimana lagi. Kalau ia tetap di sana, Mas Pur pasti tak segan-segan menghajarnya lagi. Kasihan pasien lain juga yang merasa terganggu.

*****

Pagi ini Jon sampai di Jakarta. Sisa kesedihan yang masih ada di wajahnya segera ia sembunyikan saat bertemu dengan orang tuanya. Ia tak ingin mereka tahu apa yang terjadi.

Oh ya, demi cepat melupakan Widi, pria ini pun memblokir semua nomor dan akun sosial media milik mantan pacarnya itu. Bukan untuk memutus persaudaraan, ia sedang butuh ketenangan agar tak ingat lagi dengan cowok beraroma cokelat dan vanilla itu.

"Jon..." Peluk Louisa begitu melihat putranya. Ia menunggu seseorang muncul dari belakang tubuh Jon. "Dia tidak ikut, ya?"

"Siapa?" tanya Jon yang mendadak amnesia.

His Love 🌈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang