"Lo cemburu ya?"
Sepertinya Abi menyadari perubahan raut wajahku. Pertanyaan Abi telak membuatku terpojok. Bukannya menjawab pertanyaan Abi, aku malah terdiam dan tertunduk lemas. Kenapa reaksiku berlebihan seperti ini, ya Tuhan?
Gelagatku yang aneh membuat Abi membuka pagar kosku. Satu tangannya yang bebas menangkup wajahku yang tertunduk lemas. Membawa pandanganku kedalam matanya.
"Tenang aja. Kan, masih ada gue."
Masih sempat-sempatnya dia bercanda seperti itu. Ia nyengir lebar mendapati reaksiku yang cemberut.
"Masih mantan terakhir yang dateng. Belom mantan-mantan yang lain."
Mataku membulat. "Masih ada yang lain?" Aku menatap Abi dengan pandangan tak percaya. Satu saja udah bikin aku belingsatan seperti ini. Gimana kalau ada dua dan seterusnya?
"Mungkin."
Menyadari kalau itu hanya banyolan belaka. Aku mendorong pelan lengan Abi dan mengambil Jco yang dibawakan olehnya.
"Makasih Jconya." Gumamku cepat.
"Apa? Nggak kedengeran!"
"MAKASIH JCONYA YA ABI!!!"
"Iya, sama-sama." Jawabnya kalem. "Udah di kasih Jco. Jangan cemberut gitu ah. Tenang aja, kalopun Aksa pada akhirnya jadian sama cewek lain. Lo masih punya gue."
"Lo jadi cadangan dong?" Sahutku.
"Ya, nggak apa-apa. Selama ceweknya itu elo. Jadi cadangan boleh juga di coba."
"Nggak boleh coba-coba."
"Biarin. Lo kan kaya narkoba buat gue. Semakin dicoba semakin bikin ketagihan." Aku ingin marah dengan Abi. Tapi, gurauannya kali ini benar-benar tidak dapat menahan senyuman diwajahku.
"Masuk gih udah mau malem." Aku mengangguk. "Semangat ya ngerjain skripsinya." Lagi, aku mengangguk.
Padahal Abi sudah menyuruhku masuk. Tapi, aku tetap bergeming ditempatku berdiri. Seolah ada magnet yang menancap dijalanan dan membuatku tidak beranjak.
"Kok diem aja? Masuk sana!"
"Lo dulu aja masuk."
"Kan gue dulu yang nyuruh lo masuk."
Aku melenguh tidak jelas. Mengedarkan pandangan ke sekitar. Didepanku, Abi masih sama posisinya seperti tadi. Satu alisnya terangkat keatas. Bingung melihat reaksiku. Pikiranku dipenuhi berbagai macam spekulasi dan juga kilas balik peristiwa-peristiwa kemarin. Mungkin efek kegalauanku soal melihat Aksa dan mantannya tiba-tiba datang. Apalagi aku melihat dengan mata kepalaku sendiri tadi di mall.
"Kenapa sih, Gem?"
Suara Abi menghentakkan kembali kesadaranku. Aku mengerjap selama beberapa detik.
"Bi," Panggilku.
"Hmm?"
Bingung menjawab apa. Aku memutuskan kembali ke kamar. "Nggak jadi deh. Gue ke kamar dulu ya."
"Yeh.. Bukannya daritadi. Yaudah, gih."
Dibenakku hanya ada satu pertanyaan. Yang dilakukan Abi itu beneran nggak sih? Ucapan yang selalu ia lontarkan padaku apa memang benar itu kenyataannya? Maksudnya, apa Abi memang benar menyukaiku? Kenapa dia bisa gampang banget mengatakan suka padahal kita sudah tidak ketemu lama? Tapi, kalau dia benar menyukaiku kenapa dia kelihatan santai aja waktu tahu kalau aku malah menyukai Aksa?
Aneh banget.
Tapi, lebih aneh lagi dengan diriku. Kenapa tiba-tiba aku kepikiran seperti ini? Aduh, aku kenapa sih? Efek galauku selama ini kayanya nggak gini-gini amat. Gara-gara Aksa sama Abi nih! Om sama keponakan kelakuannya sama aja! Bikin aku jadi aneh gini!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boy Next Window [Completed]
ChickLitSiapa sih yang nggak pengin cepet lulus kuliah? Semua orang pasti pengin. Termasuk Gema! Tapi, mau gimana lagi? Rasanya susah banget buat ngerjain tugas akhirnya. Untungnya, ada Aksa. Cowok brondong satu ini yang memberikan semangat baru pada Gema...